Awas typo, belum sempet cek ulang nih
Edo berdiri menghalangi Gina yang tiba-tiba saja memukul Fadil. Tak lupa dengan teriakkan nyaring Gina yang menurut Edo sangat menyakitkan telinga.
"Tau apa kamu tentang kakek kamu?!" napas Gina berhembus kasar. Masih dengan emosinya yang menggebu.
"Sinting ya? Jangan seenaknya mukul sahabat saya!" Tegur Edo yang ntah kenapa tiba-tiba kehilangan sopan santunnya.
"DIAM KAMU!"
Fadil dengan tenang menarik mundur tubuh Edo yang menghalanginya.
"Aku tau. Dan aku bisa aja diem, Ma," ujar Fadil masih mencoba tenang.
Gina tidak menjawab, namun sorotnya masih tajam.
"Tapi, tolong rawat sesuai dengan kodratnya sebagai seorang muslim."
Di luar dugaan Gina justru semakin dikuasai emosi. Dia tau anaknya memang memiliki kelebihan yang juga sebenarnya ia miliki. Kalau Fadil pandai memahami situasi, Gina lebih pandai lagi dalam memanipulasi. Sehingga ia yakin Fadil tidak bisa sedikitpun membaca pikiran dan mimik wajahnya secara jelas.
"Maksud kamu apa Fadil?" tanya Gina dengan suara rendahnya.
Fadil mengusap wajahnya kasar. "Ma tolong, ini untuk kebaikan mama juga. Fadil nggak mau Mama dicap sebagai orang jahat karena masalah ini."
"Bulshit! Jangan bicara seolah-olah kamu masih peduli sama mama kalau pada kenyataannya kamu mau jauh dari mama. Iya kan?"
"Jangan mengalihkan bembicaraan. topik kita cukup tentang Kakek Pandu." Sorot Fadil yang biasanya teduh kini berubah penuh intimidasi. Edo yang ada dibelakangnya pun mendadak merinding.
"Kamu persis seperti kakek kamu. Suka mengintimidasi, mengancam bahkan melukai mama."
Tahan Fadil. Fadil bergumam dalam hati, melihat mata mamanya berkaca-kaca dengan raut wajah yang putus asa membuat Fadil sedikit iba.
"Lihat ini!" Gina menyingkap rambut bagian belakangnya dengan kasar.
Fadil dan Edo begitu terkejut melihat bekas jahitan yang tampak dalam dan memanjang. Bahkan mungkin sampai di bagian belakang kepala Gina. Masih tampak seperti baru benar-benar kering.
"Ini salah satu hasil karya kakek kamu. Belum lama." suara Gina berubah menjadi rendah.
Fadil dibuat semakin bingung. Masalahnya suara itu sepertinya muncul sudah lama disekitarnya. Lalu kalau bukan kakek pandu yang melakukannya? Siapa lagi yang 'kata mamanya' berani melakukan hal sekeji itu.
"Kamu nggak perlu percaya."
Fadil menghembuskan napasnya kasar. "Aku nggak percaya." Lirih Fadil.
"Mama terlalu rumit buat Fadil percaya lagi." Fadil berjalan mundur.
"Kamu..."
"Kelebihan mama, nggak seharusnya bisa nipu Fadil selama ini."
Deg
Gina tentu saja terkejut. Jadi apa selama ini sebenarnya anaknya tau?
"Iya. Aku tau." Jawab Fadil ketika mendapati raut terkejut dari mamanya. Detik kemudian Gina sudah mengganti lagi mimik wajahnya, memcoba tenang.
"Kamu nggak tau apa-apa Fadil. Sekarang keluar kamu dari sini. KELUAR!" Tiba-tiba saja Gina berteriak. Membuat Edo dengan sigap menarik tangan Fadil untuk menjauh. Khawatir wanita yang menurutnya jahat itu kembali melukai Fadil.
"Berhenti, Ma. Tolong bantu kakek."
Begitu cepat, tanpa sempat menghindar. Sebuah vas bunga dari kaca hampir saja mengenai kepala Fadil. Untung saja Edo dengan sigap sedikit menarik posisi Fadil, sehingga vas bunga itu hanya menyentuh ujung rambut Fadil dan berakhir membentur tembok,
KAMU SEDANG MEMBACA
FADIL
Teen FictionFadil itu pintar tapi standar menurut Papanya. Mereka sudah seperti anjing dan kucing pokoknya. Tidak ada yang pernah mau mengalah. Tapi Papanya cukup menyenangkan. Mama Fadil itu tegas sekali, kadang Fadil sampai canggung dengan Mamanya sendiri. Me...