5. Akhirnya Tumbang

4K 351 3
                                    

EDO tengah mebolak-balikkan buku tugasnya saat Fadil datang. Saat ini mereka sedang berada di rumah Edo. Tugas kelompok akan dimulai 15 menit, dan belum ada yang terlihat batang hidungnya selain Fadil yang baru datang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Itu muka kucel banget, Nyet?"

Atensi Fadil teralih sekilas, setelahnya kembali fokus menyiapkan laptop untuk mencari materi yang sekiranya nanti bisa dibahas bersama. Tidak memperdulikan mulut Edo yang sudah mengerucut sebal.

"Kacang ijo, kacang tanah. Gue dikacangin markonahh." Kesal Edo yang tak kunjung mendapat respon dari Fadil.

"Yang lain udah on the way?" tanya Fadil akhirnya membuka suara. Ia sudah sibuk dengan kolom pencarian di laptopnya.

Tak kunjung mendapat jawaban, Fadil akhirnya menyempatkan diri menoleh kearah Edo. Sadar jika saat ini sahabatnya itu sedang dalam mode ngambek. Kekehan Fadil terdengar disusul dengan ledekannya.

"PMS lo? Gitu aja ngambek."

Edo melempar bantalan kursi yang tadi ia mainkan. Ia sudah kesal dengan beberapa anggota kelompoknya yang bahkan hanya 2 orang yang membalas pesannya untuk mengerjakan tugas bersama. Dan Fadil lebih menyebalkan lagi.

"Hahaha, dasar bocah lo," ledek Fadil ketika Edo sudah berhenti menghujaninya dengan timpukan bantal.

"Bodo amat, Nyet."

Fadil memutuskan untuk diam saja daripada melihat Edo kembali ricuh. Biasanya anak itu akan membuka suara dengan sendirinya.

Tak lama ketukan pintu terdengar. Menimbulkan sedikit binar bahagia di mata Edo. Dengan semangat Edo beranjak ke pintu utama untuk membukakan pintu. Tidak seperti Fadil, teman-temannya yang lain jarang berkunjung ke rumahnya.

"Eh ada si Fadil," celetuk Nino, salah satu teman sekelasnya yang apesnya menjadi teman sekelompok Edo dan Fadil. Bukan hanya Nino, ada lagi teman satu teman kelompoknya yang juga menyebalkan, yang kebetulan juga datang bersama dengan Nino, Nia namanya.

"Waalaikumsalam," sindir Fadil. Menegur karena ia tahu kedua teman kelasnya itu muslim.

"Sorry, Dil kelupaan gue," jelas Nia yang dibumbui dengan senyum sok manisnya

"Eh ada WiFi nggak, Bro?" tanya Nino tanpa basa basi.

"Ada..."

"Ada, tapi gunain buat cari bahan dulu."

Edo tergagap, tak jadi memberitahu password WiFi rumahnya. Sadar, teman sekelompoknya kali ini memang harus digertak terlebih dahulu. Belajar dari sebelum-sebelumnya, mereka selalu seenaknya sendiri dan nyaris selalu mengabaikan tugas.

"Yaelah, sans ae Dil. Pasti kita berdua kerjain kok. Buktinya kita datang bener-bener on time, urusin yang lain tuh yang nggak muncul sampai sekarang." Ucap Nino tersenyum remeh. Agak tersinggung sebenarnya.

"Gue cuma ngasih tau. Tinggal jawab oke, nggak perlu nyari kesalahan orang lain. Tinggal Dewi sama Benny, lihat grup dulu."

"Gue bukannya nyari kesalahan, tapi emang mereka telat kan. Gue tersinggung ya sama lo, ngasih tau apa nyindir lo?"

Fadil menghelas napas pelan, berusaha meredam emosi. "Belajar dari pengalaman. Game terus tidur, udah...mmm 4x atau lebih."

"Lo.."

"Gue cuma minta tolong, kali ini aja kita kerja bareng. Cuma cari bahan bagian lo, setelah itu terserah lo mau ngapain."

Nino hampir berdiri sebelum tangan Nia menhannya. "Nenek Benny sama Dewi meninggal. Ada di grup." Bisik Nia sambil menunjukkan isi grup yang isinya permintaan maaf Benny karena tidak bisa mengikuti diskusi kelompok. Demikian Dewi, mereka masih saudara.

FADILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang