Beberapa hari berlalu, Fadil dan teman-temannya melalui semua aktifitas dengan tenang. Sekitar hari Rabu Nino mendatanginya dan mengucapkan banyak terimakasih. Senin malam yang seharusnya adalah agenda balapan di arena kosong, mendadak disana ada kericuhan akibat salah satu geng lawas yang tidak tau siapa kembali muncul dan memorak porandakan semua. Bukan hanya itu, bahkan ada 1 orang yang meninggal.
Beruntung saat itu Nino tidak jadi datang, nyawanya masih terselamatkan. Tapi ada rasa bersalah juga karena beberapa temannya di arena balap mendapatkan luka dan salah satu temannya meninggal. Katanya geng itu langsung mencarinya saat mereka datang menyerbu. Saat itu ia juga tidak berpikir untuk memberi tahu teman-temannya agar membatalkan balapan. Sempat kesal juga pada Fadil karena tidak menjelaskan secara detail ada apa dan kenapa ia tidak boleh berangkat. Namun di satu sisi ia juga bersyukur karena telah diselamatkan.
Kamis sore ini Fadil, Edo dan Nino sedang berkumpul di rumah Fadil. Tidak sedang bekerja kelompok, hanya berkumpul saja. Kebetulan hari ini Papa Ridwan lembur, lumayan Fadil tidak jenuh sendirian di rumah ditemani hantu-hantu.
"Hahaha gue seneng deh hari ini Fadil rada goblok," tawa Edo terdengar paling keras diantara ketigannya.
"Lo kenapa sih, Bro? Kesambet? Separuh jiwa lo kemana men?" Nino ikut menyahuti.
Fadil yang mendengarnya hanya merengut. Awas saja mereka ini. Jika otaknya sedang tidak konslet dia pasti sudah membalas perkataan dua orang menyebalkan itu.
Ini adalah salah satu kebiasan buruk Fadil. Kadang ia merasa antara otak dan tubuhnya tidak sinkron. Tidak bisa fokus sama sekali. Kadang ia tiba-tiba berdiri, tetapi bingung akan melakukan apa dan berakhir duduk kembali. Saat berjalan, dia merasa tidak menginjak bumi dan otaknya seperti terisi angin, bising dan mengganggu. Tapi dengan kurang ajarnya Nino dan Edo menjadikan hal ini sebagai bahan bercandaan.
"Gue kenapa sih?" tanya fadil pada kedua temannya. Keduanya hanya mengangkat kedua bahu tanda tidak tahu.
"Udah 2 kali, Nyet," sahut Edo.
"Udah ke dokter?" tanya Nino.
"Udah pernah. Olahraga yuk," ajak Fadil tiba-tiba berdiri. Langsung berjalan ke belakang rumah. Ada taman yang cukup luas. Ia langsung melakukan gerakan-gerakan ringan namun tidak nyaman karena rasanya mengambang.
Edo dan Nino yang baru menyusul hanya menggeleng heran. Lama-lama kasian juga melihat Fadil kebingungan seperti itu.
"Minum dulu deh, Nyet." Edo mengangsurkan sebotol air minum yang ia sambar dari kulkas saat menuju halaman belakang.
"Jalan di area komplek aja yuk. Gue nggak bisa konsen, butuh pemandangan baru," Fadil langsung beranjak masuk ke dalam rumah menuju pintu utama tanpa menerima botol minuman yang dibawa Edo tadi.
Nino dan Edo kembali mengikuti, ingin mencegah, tapi tidak sempat.
Yang menjadi masalah adalah mereka masih menggunakan seragam. Beruntung Nino dan Edo masih sempat menyambar jaket masing-masing.
Fadil yang sudah berjalan tampak melihat sekitar. Ketika melihat daun maka dalam hatinya ia akan bergumam "Daun hijau". Ada mobil di garasi rumah tetangga yang terbuka ia akan berfikir tentang merk dan warnanya. Hal itu ia lakukan dengan harapan bisa mengembalikan konsentrasinya.
Edo dan Nino mengikuti dalam diam dari belakang. Berjarak kurang lebih 5 meter. Mengawasi gerak-gerik Fadil dengan teliti.
"Dia suka kaya gitu?" Nino bertanya penasaran.
"Yang parah sih 2 kali ini," jelas Edo singkat.
"Dulu ke dokter, katanya kekurangan asupan oksigen ke otak. Disuruh olahraga rutin, banyak minum, banyak baca, istirahat cukup. Sarannya gitu aja sih," tambah Edo.
KAMU SEDANG MEMBACA
FADIL
Teen FictionFadil itu pintar tapi standar menurut Papanya. Mereka sudah seperti anjing dan kucing pokoknya. Tidak ada yang pernah mau mengalah. Tapi Papanya cukup menyenangkan. Mama Fadil itu tegas sekali, kadang Fadil sampai canggung dengan Mamanya sendiri. Me...