11. Cerita

1.9K 269 1
                                    

FADIL kembali sebelum sholat Jum'at dimulai. Karena waktu sudah mepet akhirnya Edo dan Nino memutuskan untuk menelan pertanyaan mereka sampai waktu sholat Jum'at selesai.

Tidak ditemui hal janggal pada sikap Fadil. Anak itu usil dan menjengkelkan seperti biasanya. Yang menjadi pertanyaan besar keduanya adalah memar yang mereka lihat di dahi remaja jangkung itu. Tidak parah memang, namun warna merah keunguan itu terlihat jelas karena kulit asli Fadil sangat putih dan pucat.

Katakan Edo dan Nino tidak kusyuk kali ini. Saat ada kotbah mereka bahkan hanya menfokuskan tatapan pada Fadil. Fadil sendiri sempat menoleh dan melempar tanya pada keduanya, berpura-pura bingung dan tidak mengerti apa-apa.

--

Saat mereka bertiga selesai memakai sepatu, Nino dan Edo segera menyeret Fadil ke arah koridor penghubung lapangan voly dengan taman belakang sekolah.

"Kalian kenapa sih?" tanya Fadil sok heran dengan kelakuan kedua sahabatnya.

Ketiganya saat ini tengah duduk di salah satu bangku di bawah pohon beringin yang cukup teduh.

"Darimana?" Suara Edo saat ini terdengar dingin, tidak seperti biasa.

Fadil menelan ludahnya susah payah sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Edo. "Ketemu nyokap."

Jawaban polos itu mengundang gerakan rotasi mata Edo dan Nino.

"Terus?"

"Mama ngajak ngobrol sebentar."

Fadil merutuk dalam hati. Dia sangat lemah dalam hal berbohong. Dia lebih baik berbohong dengan tindakan daripada dengan ucapan.

"Kan lo sekolah. Nyokap lo tau kan?" Suara Nino yang diliputi emosi keluar. Dari awal ntah kenapa ia sangat tidak menyukai Ibu dari sahabatnya itu. Padahal mereka belum pernah bertemu.

Fadil mengangguk.

"Terus? Sepenting apa sampai nyita waktu belajar anaknya? Nyokap lo sakit?"

Fadil menggeleng cepat. Duh gimana sih caranya bohong. Nino galak banget. Batin Fadil ketakutan.

"Jawab!" sentak Nino membuat Fadil terlonjak.

"Itu..."

Fadil sempat berpikir sebelum akhirnya menemukan ide berlian di kepalanya, "Nyokap gue tanya kenapa kerjaannya udah beres. Dan agak marah pas tau gue ngerjain semaleman. Jadi debat gitu deh."

Mata Nino memicing. Laki-laki itu tentu tidak percaya begitu saja. Tapi itu nanti saja, dia akan mengorek sampai akar jika sudah waktunya.

"Itu kerjaan nyokap lo. Tanggup jawab dia. Lo masih SMA, nggak seharusnya ikut campur urusan orang dewasa." Suara Nino masih dingin dan datar.

Fadil memejam. Anak itu sebenarnya tertekan, dimana dia berada dia merasa selalu dihakimi. Kecuali dengan papanya. Fadil tau maksud kedua sahabatnya baik. Tapi tidak harus sekarang kan membahas semua ini? Pikirannya sudah lelah, dia butuh menenangkan diri.

"Tapi beliau nyokap gue. Gue cuma mau bantu," jawabnya lirih.

"Bantuan macam apa yang bisa dilakuin anak SMA buat ngembangkan perusahaan orang tuanya? Rencana kerja, rincian produksi, supplayer, dan detail lainnya. Anak SMA ini manusia macam apa?" Fadil terdiam saat Edo berujar. Rupanya kedua sahabatnya itu sempat membaca hasil kerjanya semalam. Bodohnya Fadil tidak tau itu.

FADILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang