19. Kakek Pandu?

1.3K 225 43
                                    


Jarang bahkan hampir tidak pernah Fadil menginjakkan kakinya di Kantor Papanya. Beberapa karyawan yang belum mengenalnya pun hanya bisa memperhatikan tanpa berani bertanya.

Namun mengingat banyak yang tidak mengenal dan merasa tidak sopan jika langsung masuk ke ruang papanya, Fadil memutuskan menuju meja resepsionis terlebih dulu untuk bertanya.

"Mbak, mau ketemu Pak Ridwan bisa?" tanya Fadil dengan nada jahilnya.

"Maaf, sudah buat janji?" tanya mbak resepsionis bernama Hana.

"Belum sih mbak. Nggak sempet bilang tadi."

"Boleh saya tau dengan adek siapa?"

Fadil mendengus jengkel. Sudah tinggi dan sok dewasa begini masih dipanggil adek.

"Demes," jawab Fadil asal-asalan.

"Maaf?"

"Demes mbak. Nama panjang saya dede gemes."

Suara tawa membuat Fadil menolehkan kepalanya pada Edo yang tengah duduk  di kursi tunggu. Fadil menoleh kembali ke meja respsionis saat mendengar kekehan kecil dari perempuan bernama Hana itu.

"Emang aku nggak gemesin ya mbak?" tanya Fadil sok polos.

Wanita itu mengulum senyum. "Ehm... Gemesin kok dek." Wanita itu terlihat salah tingkah.

Fadil tersenyum sambil menaik turunkan alisnya. Apa dia bilang, dia itu menggemaskan.

"Bandel banget kamu diem-diem bisa sampai sini?"

Sebuah suara menginterupsi keduanya. Ridwan dengan setelan jasnya tengah berdiri sembari melipat tangannya di depan dada.

"Eh ada Pak Ridwan.." Fadil cengengesan.

"Sorry  ya Han, ini anak saya. Pasti udah ngerepotin dan tanya aneh-aneh." 

Mengabaikan Fadil, Ridwan justru menjelaskan siapa gerangan tamu tak diundang itu pada Hana yang sedari tadi tampak kebingungan.

Hana menjawabnya dengan senyum canggung.


Saat Fadil mendekat, anak itu langsung mencium tangan Papanya kemudian memeluknya erat.

"Nggak malu diliatin orang?" tanya Ridwan salah tingkah. Beberapa karyawan yang lewat tambak menunduk sembari mengulum senyum. Atau mungkin tawa.

"Nggak."

"Tapi Papa malu tau." 

Kalimat itu meluncur, namun yang ada Ridwan justru membalas pelukan Fadil dan menepuk punggung anaknya perlahan. Mengingat masih ada memar disana.

"Aku mau minta maaf." Fadil melepaskan pelukannya. Kepalanya menunduk.

Ridwan tidak menyahuti. Ia masih ingin tau, setelah kata maaf itu apakah ada penjelasan yang mungkin akan Fadil sampaikan.

"Justru Papa yang harus minta maaf." Sahut Ridwan begitu tak mendengar kalimat lanjutan dari Fadil.

"Ayo masuk dulu. Kita bicara di ruangan Papa."

Fadil menurut sambil berjalan mengekori Papanya. Begitupun Edo. Ridwan sengaja mengajak anak itu untuk sekalian dimintai keterangan apabila ada hal yang lupa Fadil ceritakan.

Sesampainya di ruangan Ridwan, Fadil diminta untuk segera bercerita. Bergantian dengan Edo. Termasuk ketika Edo dan Nino yang melihat Fadil menangis di depan gerbang rumah, sore hari sebelum Edo dan Nino melihat Fadil bekerja di tengah malamnya. Fadil yang menghilang di jam olahraga. Dan beberapa kejadian janggal lainnya.

FADILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang