Edo minta maaf berkali-kali pada Fadil yang tidak bisa menemaninya pulang. Ntah kenapa tiba-tiba mama Edo telvon dan memintanya untuk segera pulang. Fadil tidak membawa mobil, Papanya masih memaksa untuk mengantar jemput. Sudah menghubungi papanya sih, tapi katanya baru sampai sekitar 15 menit lagi.
Fadil menghembuskan nafasnya gusar. Masalahnya ini sudah menjelang maghrib, eh ada adzan maghrib yang sudah terdengar malah. Jam segini tuh setan-setan pada rame wara-wiri. Makin pusing saja Fadil lihatnya.
Papa
Tunggu di depan aja nggak apa-apa, di halte?
Bawa jaket kan?
Fadil
Bawa. Papa hati-hati
Papa
Siap bos kecil. Love u muah
Fadil meringis membaca deretan pesan dari papanya. Ada-ada saja memang.
Saat baru keluar dari gerbang sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan Fadil. Seketika jantungnya langsung berpacu dengan cepat mengingat pertemuan terakhirnya dengan si pemilik mobil tidak terlalu baik. Bahkan sudah agak lama dia menghindar.
"Oh sekarang sibuk jadi Osis di sekolah? Gantiin Dinda?"
Ck. Fadil berdecak dalam hati.
"Nggak say hi dulu aja, Ma? Main nuduh aja." Fadil mencoba menggunakan nada yang super tenang saat berbicara. Padahal dalam hati.. eh nggak dalam hati. Nanti mamanya tau.
"Emang gitu kan? Buktinya jam segini baru pulang, pake kalung panitia lagi."
Fadil otomatis melihat name tag kalung yang masih terpakai. Kemudian beralih lagi melihat mamanya yang saat ini berdiri tepat di depannya.
"Nggak. Aku cuma panitia biasa, bukan Osis," jawabnya.
"Pasti otak kamu udah diperes kan buat ngasih masukkan ini dan itu?"
Dahi Fadil mengernyit.
"Sekolah aja dibantuin sampai segitunya. Mamanya sendiri dicuekin, dibiarin mikir sendiri."
Terlihat angkuh. Gina melipat kedua tangannya di depan dada. Menelisik anak kandungnya yang sepertinya mulai tersulut emosi.
"Pulang sampai sore gini lagi. Coba kalau mama yang minta bantuan, pengennya cepet-cepet pulang."
Fadil terkekeh tanpa sengaja.
"Eh sorry, Ma. Nggak sengaja kelepasan." Fadil berdehem merasa kelakuannya tadi agak tidak sopan.
"Udah kurang ajar ya kamu?!" Gina mendorong begitu saja tubuh Fadil hingga membentur dinding gerbang. Menimbulkan sedikit suara gaduh.
Fadil melirik sekitar. Untung sepi, kalau tidak pasti mamanya dikira orang aneh yang sedang menyerangnya.
"Lagian, kapan sih aku mau cepet-cepet pulang kalo lagi bantuin Mama?" ucap Fadil dengan menekan kata 'lagi', merujuk pada 'waktu saat dia sedang bekerja rodi di rumah Mamanya'.
"Mama pernah lihat aku tidur kalau kerjaan yang mama kasih belum beres?"
Gina berdecih, "ya kan emang belum beres. Mama aja nggak tidur lho kalau kerjaan mama belum beres juga."
"Mama tidur waktu aku kerja," sanggah Fadil. Itu memang kenyataan yang dia tau. Biasanya di jam jam tertentu Gina melihat pekerjaan Fadil dengan menggunakan piyama tidur bersama muka bantalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FADIL
Ficção AdolescenteFadil itu pintar tapi standar menurut Papanya. Mereka sudah seperti anjing dan kucing pokoknya. Tidak ada yang pernah mau mengalah. Tapi Papanya cukup menyenangkan. Mama Fadil itu tegas sekali, kadang Fadil sampai canggung dengan Mamanya sendiri. Me...