1. Pak Ridwan

4.6K 409 17
                                    

“Assalamualaikum, Papa ganteng Fadil pulang nih,” teriak remaja yang masih mengenakan seragam SMA ketika memasuki ruang tamu dalam rumahnya.

Fadil yakin Papanya sudah pulang. Buktinya mobilnya sudah terpakir rapi di depan.

“Jangan teriak-teriak. Papa sembelih baru tau rasa,” sahut Ridwan dari ruang keluarga yang memiliki sekat 3 pilar besar sebelah kanan ruang tamu.

Fadil memutar bola matanya sembari berjalan malas ke arah ruang keluarga. Anak itu melempar tasnya sembarang yang dihadiahi pelototan oleh Papanya.

“Yang kalem kenapa sih, Dil?” heran Ridwan tak habis pikir. Baru saja pulang sudah ribut.

“Bodo. Habis fadil ngucap salam bukanya dibales malah mau disembelih. Emang Papa udah dapat wahyu buat nyembelih Fadil?”

Fadil meletakkan kepalanya di atas meja. Ia sendiri memilih duduk di karpet dari pada di atas. Melihat bagaimana posisi kepalanya, anak itu sepertinya benar-benar siap untuk disembelih.

“Waalaikumsalam. Lagian kamu sih masuk rumah udah teriak-teriak. Papa kira orang gila salah masuk rumah.”

Fadil mendelik. Papanya ini kenapa? Orang gila?

“Orang gila nggak ada yang seganteng Fadil ya, Pak Ridwan. Enak aja.”

“Ada tuh.”

“Mana coba?”

“Ini tadi yang barusan ngomong sama Ridwan ganteng.”

Lagi, Fadil mendelik. Papanya ini sedang kumat narsisnya. Malah mengata-ngatai anaknya sendiri gila lagi. Papa macam apa coba.

“Papa kok gitu sih? Fadil ganteng, waras, bin cerdas gini dikatain gila,” sanggah Fadil tak terima.

“Dih, gantengan juga Papa.”

“Fadil lah.”

“Papa.”

“FADIL.”

“PAPA TITIK.”

“FADIL AJA.”

“PAPA TITIKK. Kalau bantah uang jajan dipotong.”

Fadil yang sudah mangap dengan terpaksa meredam suaranya. Ia sudah tidak bisa apa-apa tentu saja kalau sudah ada sangkut pautnya dengan uang jajan.

Tak terima karena sudah kalah dari Papa, Fadil kemudian berdiri, menghentakkan kakinya dan berjalan cepat menuju lantai 2 menuju kamarnya.

“FADIL JELEK, MAKAN DULU!” teriak Ridwan saat Fadil berjalan menjauh.

“GAK MAU. PAPA JAHAT,” balas Fadil yang juga berteriak dari lantai atas.

“DIH KAYA ANAK TK KAMU NGAMBEK NGGAK JELAS,” balas Ridwan yang sepertinya memang memiliki hobby berteriak sama seperti anaknya. Like Father like Son, kan.

“BODOOOOO!”

BLAM

Terdengar suara debuman pintu yang tertutup keras. Ridwan menghela nafas, menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Ia heran, anaknya itu selalu saja berbuat gaduh dan mengajaknya gelut. Kalau sudah begini ia juga yang susah. Fadil itu bandel, sekalinya nggak mau makan sampai malam juga nggak akan makan.

--

Fadil betah tentu saja berada di dalam kamar. Ia bisa menonton youtube sepuasnya. Dari nonton youtuber yang kerjaanya bikin video prank, gaming, sampai mukbang. Saat ini Fadil dibuat melongo lantaran video mukbang yang dilihatnya. Mereka makan begitu rakus, seperti tidak memiliki rasa kenyang. Fadil yang melihatnya saja menjadi kenyang sendiri. Ia makan 2 centong nasi saja tidak akan habis. 1 centong saja sudah kenyang.

Fadil begidik, kemudian menepuk perutnya. Kecil, kempis, tidak berotot. Dia sebenarnya agak minder. Tingginya menjulang 187 cm, tapi beratnya hanya 62 kg. Teman-teman bahkan Papanya kadang ngeri melihat betapa kurusnya Fadil.

“Gue kayanya cacingan deh. Udah tinggi kaya monas, nggak doyan makan, badan cuma segede lidi.”

Fadil menepuk-nepuk perutnya. Fadil ada sakit lambung sih, tapi sakit yang biasa. Nggak parah dan jarang rewel. Dia kuat jika hanya melewatkan makan malam. Yang penting sarapan dan makan siang atau sore.

DRRTTTT

Atensi Fadil teralih saat smartphonenya berdering. Muncul nama papanya dipanggilan masuk. Kebiasaan Papanya menelfon saat Fadil malas keluar kamar, dan sebaliknya. Dengan malas Fadil menggeser tombol hijau lalu menempelkannya di telinga.

“Hm.”

“Dih, masih ngambek?” tanya Papa Ridwan.

“Dih ngapain ngambek?” jawab Fadil sembari merubah posisinya menjadi berbaring terlentang.

“Tuh jawabnya cuma ‘hm’ aja. Marah?”

“Lagi males aja, Pa. Ngantuk.”

Fadil tidak bohong. Tubuhnya memang lelah dan mudah mengantuk akhir-akhir ini.

“Masih jam setengah 8 masa ngantuk. Ada apa?” Nada bicara Ridwan berubah. Sedikit khawatir. Bagaimanapun anaknya hanya 1, ganteng lagi. Kalau ada apa-apa, siapa lagi yang bisa diajak gelut.

“Nggak apa-apa. Orang habis nonton youtube dari tadi, lama-lama matanya panas. Ngantuk,” jawab Fadil. Dia tidak mau ya Papanya tiba-tiba heboh bertanya macam-macam. Fadil merasa dia sudah besar. Kan geli kalau diperlakukan kaya bocah.

“Makanya keluar kamar. Nonton tv, banyak cewek cantik lho.”

Fadil refleks mendudukkan tubuhnya. Apa? Wanita cantik?

Walaupun papanya sudah bercerai dengan mama. Tapi Fadil tidak pernah suka apabila Ridwan memuji wanita lain selain mamanya. Fadil belum siap. Fadil tidak mau ada orang baru.

“Jangan macem-macem deh, Pa. Mau di sunat lagi?”

Fadil mendengar kekehan Papanya dari sambungan telepon.

“Sok banget ngomongin sunat. Dulu aja kamu kelas 2 SMP baru mau di sunat. Nangis-ngangis lagi. Malu-maluin,” celetuk Papa Ridwan tanpa dosa.

Fadil sudah merah padam di kamarnya. Apa-apaan? Hal memalukan itu masih saja diingat.

Fadil melotot melihat sambungan terputus. Tak lama ia mendengar tawa keras dari luar kamarnya.

“PAK RIDWANNNN.”

--

TBC

Segini dulu yaa
Semoga sukaaa ^-^
Lagi suka nulis yang pendek-pendek biar bisa cepet up hahaha

Kenalan dulu sama anaknya Pak Ridwan

"Bodo amat. Gue minggat dulu. Pak Ridwan nyebelin. "

FADILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang