Aku sudah biasa ditinggalkan, jadi tak apa jika kamu mau pergi lagi.
- Saura, GIORA 2021***
Saura pikir rasa sakitnya cukup sampai sini. Saura pikir rasa sakitnya tidak akan bertambah lagi. Namun ternyata, semuanya hanya angan yang bahkan sangat sulit untuk digenggam. Mungkin memang sudah takdirnya yang hidup dipenuhi oleh rasa sakit. Buktinya rasa sakitnya terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Dahulu Saura percaya bahwa suatu saat hidupnya bisa membaik, dia selalu yakin kalau Tuhan menyayangi hambanya. Namun, setelah delapan bels tahun dirinya hidup, mengapa belum juga merasakan definisi yang benar-benar bahagia?
Melihat laki-laki yang beberapa jam lalu menangis sembari memeluknya membuatnya hatinya sakit bukan main. Bagaimana bisa ia bilang merindukannya tapi sekarang malah memeluk wanita lain yang notabene adiknya sendiri?
Namun ... memangnya Saura siapa? Bukan kah dari awal dia bukan siapa-siapa?
Menahan nyeri di hatinya Saura melangkah menghampiri dua manusia yang saat ini saling memeluk erat satu sama lain.
"Ekhm."
Berhasil. Dehemannya membuat Gio dan Mela menoleh kemudian melotot melihat Saura ada di hadapannya. Buru-buru, Gio melepaskan pelukannya.
"Kak Rara? Ngapain di sini?"
Saura memaksakan senyumnya. "Bunda minta aku buat jemput kamu, katanya kalian mau pergi bareng?"
"Astaga aku lupa!" Mela menepuk dahinya. "Ya udah aku duluan ya, Kak Rara pulang sama Gio bisa, kan?" Belum juga mendengar jawaban dari Saura, gadis itu sudah melenggang pergi terlebih dahulu.
Saura menghela napasnya, kemudian berbalik, menutuskan ke rumahnya dengan berjalan kaki. Toh tadi juga dia ke sini jalan kaki.
"Sebelum ke sini gue ketemu Giora, dia bilang kangen banget sama Mama Papanya."
Mendengar suara itu, langkah Saura terhenti, gadis itu menoleh mendapati Gio sedang menatapnya dalam.
"Katanya, kenapa sekarang aku jadi anak broken home?" kata Gio merirukan suara anak kecil.
Saura diam, tidak berniat membalas ucapannya.
"Giora bilang, dia kangen jalan-jalan naik mobil lagi sama Mama Papanya. Dia kangen dipanggil Meng lagi sama Mamanya," lanjut lelaki itu.
Keheningan melanda, mata Saura berkaca-kaca hingga tanpa sadar air matanya menetes di hadapan Gio.
"Ra? Kok nangis?" tanya Gio kalang kabut.
"Mau kamu apa, Gio?! Giora udah mati, sama kayak rasaku buat kamu!" serunya dengan napas memburu, suaranya perlahan hilang digantikan isak tangis.
Bukannya sakit hati Gio malah tersenyum kemudian mendekat dan memeluk gadis itu erat. "Susahnya Mudah udah gede ya sekarang? Udah bisa ngomong aku-kamu, saya-kamu." Gio tertawa kaku. "Gapapa, asalkan jangan pernah ngomong kasar, apalagi gue-lo," lanjutnya sembari mengelus surai gadis itu.
"Tapi kalau boleh jujur, gue lebih suka Rara yang imut dan polos, bukan Saura yang saat ini bilang gak kenal gue dan mencoba bersikap dewasa."
Pertahanan Saura runtuh, gadis itu menangis sejadi-jadinya di pelukan Gio, seakan meluapkan segala emosi yang selama ini di tahannya. Sudah lama dia tidak merasakan hangatnya pelukan seseorang, sudah lama tidak ada yang memeluknya seerat ini. Katakan saja Saura bodoh karena bisa-bisanya luluh hanya karena pelukan yang diberikan cowok itu, tetapi Saura hanya gadis remaja biasa yang perasaannya masih labil.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIORA
أدب المراهقين"Kenapa jalang kayak lo bisa seenaknya keluar masuk hati gue, Ra?" Dahulu, Saura menganggap Gio adalah obatnya. Sampai dia sadar, bahwa Gio adalah racunnya. ••• [Mencoba selalu tertawa, walau hati terus terluka] Genre: young adult, teenfiction, roma...