Jika rasa sakit ini ada karenaku, maka izinkan aku menjadi obat untukmu
***
Seperti yang Saura katakan, Gio menyembunyikan dirinya tidak jauh dari rumah Saura, kemudian berjalan dan mengintip lewat jendela terbuka ketika gadis itu dan Ayahnya sudah masuk ke dalam rumah.
Ponselnya berdering, panggilan masuk dari Mamanya membuat Gio jadi kewalahan sendiri, bimbang ingin terus mengawasi Saura atau mengangkat teleponnya. Namun setelah berperang batin, laki-laki itu mengangkatnya kurang lebih selama lima menit yang isinya hanya sekadar menanyakan kabar.
Usai mengangkat panggilan itu, Gio kembali mengamati rumah Saura, namun sialnya ia tidak menemukan sosok itu lagi ketika dirinya kembali mengintip dari jendela yang terbuka.
Keserimpungan sendiri karena kehilangan jejak Saura, Gio mengacak-acak rambutnya frustrasi. Hatinya jadi tidak tenang memikirkan keadaan gadis itu. Bukannya Gio tidak percaya pada Saura kalau Ayahnya tempramental, tapi Gio hanya ingin Saura tidak punya masalah kedepannya. Agar Saura tidak kepikiran tentang keluarganya di Jogja lagi nanti.
Mengingat banyak bercak merah di tubuh Saura kemarin malam, membuat Gio semakin cemas dan khawatir. Apa iya ... Ayahnya Saura sekejam itu?
Mulai menampakan diri, Gio memencet bel beberapa kali, sembari jarinya ikut mengetuk pintu seakan membantu suara bel yang sepertinya kurang terdengar. Namun, setelah beberapa kali memencet bel, tidak ada satu pun si pemilik rumah yang membukakan pintu.
Tidak mungkin 'kan semua orang pergi? Jelas-jelas Gio melihat Saura dan Ayahnya memasuki rumah beberapa menit lalu.
Gio mengacak rambutnya frustrasi, hatinya semakin tidak tenang setelah menghubungi ponsel Saura yang ternyata tidak aktif. Belum lagi tidak ada satu pun orang rumah yang juga membukakan pintu.
Sekarang Gio menyesal tidak meminta nomor Mela kemarin!
"Permisi, Saura!!!" teriak Gio dengan suara lantang. Tidak peduli kalau teriakannya mengganggu tetangga.
Dengan tak sabaran, Gio membuka pintu rumah itu yang ternyata tak dikunci. Kosong. Ia tidak menemukan sosok siapa pun di rumah itu.
Hingga bercak darah yang berceceran menuju salah satu ruangan gelap dan kotor membuat dada Gio mencelos. Firasatnya tidak enak, apalagi ketika suara teriakan dan isak tangis mulai terdengar saling sahut-menyahut.
Sampai di depan ruangan yang bisa dibilang lebih mirip dengan gudang, Gio membuka pintu itu sedikit kemudian mengintip apa yang terjadi di dalam. Namun seketika matanya membelalak melihat keadaan di dalam sana yang membuat jantungnya berasa ditikam oleh ribuan jarum.
Suaranya ... sedang tidak baik-baik saja.
Brak!
Gio menendang pintu itu dengan kencang, membuat dirinya menjadi perhatian orang yang berada di dalam ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GIORA
Ficção Adolescente"Kenapa jalang kayak lo bisa seenaknya keluar masuk hati gue, Ra?" Dahulu, Saura menganggap Gio adalah obatnya. Sampai dia sadar, bahwa Gio adalah racunnya. ••• [Mencoba selalu tertawa, walau hati terus terluka] Genre: young adult, teenfiction, roma...