undici ①①

2.9K 465 77
                                    

─ ✰್

Nana turun dari motor milik Jeno, sedikit membenarkan jaket kulit milik Jeno yang sempat lelaki itu berikan. Tadi, sebelum mereka berangkat sempat memperdebatkan masalah pakaian yang di pakai Nana. Pria itu tidak suka dengan pakaian yang selalu Nana kenakan itu terbuka semua.

Nana menunggu Jeno yang sedang mencari tempat parkir. Matanya tertuju pada rumah makan lesehan keluarga yang ramai pengunjung. Tak lama, Jeno datang merangkulnya dan sedikit membenarkan penampilan Nana.

"Lain kali lo harusnya pakai pakaian yang lebih tertutup, atau beli pakaiaan yang lebih layak kalau lo emang gak punya. Jangan mentang mentang nyokap lo designer terkenal dan butiknya dimana mana, lo jadi pakai brand nyokap lo semua." Oceh Jeno panjang lebar tanpa raut wajah berarti.

"Ck, nggak usah nasehatin gue! Gue tau apa yang baik. Jangan karena lo tau siapa orangtua gue, lo jadi ikut campur urusan gue." Mood Nana sedari tadi sudah dibuat turun oleh Jeno. Terus membawa orangtuanya dalam permasalahan pakaiannya. Ia tidak suka.

"Terserah lo."

Jeno tersenyum kecut. Kemudian berjalan lebih dulu untuk memasuki rumah makan, diikuti Nana dengan wajah yang masih tertekuk kesal.

'Lo dan keluarga lo sama aja. Orangtua lo akan nyesel udah rela ngelahirin lo.'

Meja lesehan yang terletak di paling ujung ruangan sudah terisi dengan beberapa orang dan diiringi suara tawa. Nana kira mereka akan makan hanya dengan orangtua Jeno, tapi nyatanya teman-teman Jeno juga ada disana.

"Nana, sini duduk samping tante."

Nana membalas senyum tulus Doyna. Setelah duduk di samping Doyna, semua tatapan teman Jeno terarah padanya yang membuat berdecak tak suka. Apalagi dengan tatapan Caca yang seakan ingin membunuhnya.

"Karena semuanya udah dateng, langsung pesan aja ya. Terserah kalian mau makan apa, om yang traktir."

Pernyataan tersebut membuat semuanya bersorak kecuali Nana tentunya. Wanita itu tidak tau harus bersikap seperti apa, makanan yang tertera di menu juga sangat asing baginya.

"Nana mau pesen apa?" Pertanyaan dari Doyne membuyarkan lamunan Nana.

"Eung i-itu tante, aku apa aja."

Jawaban gugup itu membuat Doyne terkekeh pelan, ia tau teman anaknya itu sedang bingung. Nana tersenyum tulus saat Doyna lebih mendekat dan mengenalkan beberapa menu yang tidak ia tau. Dengan sabar, Doyna selalu menjawab pertanyaan darinya, beberapa kali dikesempatan, Jeff ikut menambah jawaban dari Doyna untuknya. Wanita dengan dua anak itu juga akan memberikannya berbagai lauk ke dalam piring nasinya, dengan suara lembut ia berkata untuk makan yang banyak.

Situasi seperti ini tidak pernah Nana rasakan, mungkin tidak akan pernah. Teman-teman tulus, berkumpul dengan canda dan tawanya. Orangtua yang perhatian dan sayang, jangan lupakan memiliki banyak waktu untuk anaknya. Hati Nana berdenyut, hingga tak sadar genangan air mata jatuh membasahi pipinya.

"Na..."

Usapan jemari kasar Jeno di pipi Nana, membuat wanita itu tersadar, beberapa pasang mata sudah menatapnya dengan berbagai pandangan.

"O-oh sorry, ini pedes banget makanannya. Kenapa Jev?"

"Jangan dikucek matanya, merah nanti." Jeno menahan kedua tangan Nana, menggantikan jemari mungil itu untuk mengusap mata bulat jernih.

"Udah?" Tanya Jeno setelah meniup kedua mata Nana.

Nana mengerjapkan mata, menyesuaikan pandangan yang sempat kabur. "Udah."

Luce Luminosa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang