trenta ③⓪ ꫀꪀᦔ

4.5K 418 11
                                    

─ ✰್

Nana pikir, Jeno memang berhak untuk marah padanya, setelah apa yang ia ceritakan dan lakukan pada Jeno. Tentang Jeno yang kesulitan mencari pekerjaan, itu karena Nana. Tapi, Jeno yang dapat bekerja di kantor temannya Mark pun, itu juga perbuatan Nana.

Nana hanya ingin Jeno merubah sifat buruknya dan menyesali semua perbuatan di masa lalu. Tidak berharap lebih Jeno memaafkan dirinya secepat mungkin. Karena, yang Nana inginkan sekarang hanya memperkenalkan Jiandra pada semuanya. Nana tak ingin Jiandra kecil merasa tidak mempunyai siapa pun disisinya. Jangan sampai seperti Nana.

"Jevan, aku mau pamit pulang--" Ucapan Nana menggantung saat Jeno menatapnya. Padahal Jeno hanya menatap biasa, tapi membuat Nana sangat gugup.

"Buna sucunya habist."

Jiandra yang berda di pangkuan Jeno menjulurkan tangan mungilnya yang memegang dot kosong, dengan segera diambil oleh Nana. Kemudian, Jiandra kembali sibuk dengan mainan mobilnya yang diberikan Jeno.

"Maaf, aku nggak maksa kamu buat balik sama aku. Yang penting, jangan sampai kamu juga benci sama Jiandra karena aku." Cicit Nana nggan menatap Jeno.

Nana dibuat bingung dengan pelukan dibahunya yang merapat pada tubuh tegap Jeno. Apalagi, Jeno menciumi pelipisnya sambil mengucap maaf.

"Aku cuma nggak habis pikir. Kenapa aku bodoh banget ya Na, nggak sadar kalau selama ini anak kecil yang selalu kasih aku minum itu Jiandra, anak aku sendiri. Selama ini kalian ada di dekat aku." Jeno merenggangkan pelukannya, kini tangannya berpindah pada pipi halus Nana.

"Aku nggak marah, aku nggak benci sama kamu, Na. Jangan pergi lagi ya?" Jemari Jeno mengelus pipi sang istri dengan tempo lembut. "Aku bersyukur dan berterima kasih sama kamu, karena kamu udah mau maafin aku dan kembali ke aku."

Kedua bola mata Nana bergulir gelisah, bibir bawahnya ia gigit untuk menghilangkan rasa gugup. "Soal cafe kamu..."

"Kenapa? Itu kan udah punya kamu, aku udah nggak ada hak apapun lagi. Itu emang kesalahan aku, justru aku bersyukur ternyata yang beli cafe itu kamu."

"Buna ain cama om yayan." Ucapan Jiandra kembali mengintrupsi pembicaraan mereka.

Di depan pintu sudah berdiri Alan dengan cengirannya, meminta izin untuk membawa Jiandra bermain bersama Doyna dan Jeffrey juga. Karena pasti, Jeno dan Nana butuh berbicara berdua tanpa gangguan.

"Iya, jadi anak baik ya, sayang."

"Oteh."

Setelahnya pintu kamar tertutup dengan keheningan kembali menyapa mereka.

Kembali, Jeno menatap pujaannya. Tangan kirinya yang masih berada di pipi Nana kembali mengusap pahatan Tuhan yang indah. Lalu, tangan kanannya menggenggam jemari Nana yang tengah terapit.

"Nanti, kita nikah lagi ya. Tapi tunggu aku kumpulin uang, biar bisa ngadain resepsi yang kamu idamin. Untuk sekarang akad dulu, gapapa kan?"

Tanya Jeno dengan tak yakin. Siapa sih yang tidak mau menikah dengan resepsi pernikahan yang mewah dan di idam idamkan. Apalagi diumur mereka yang masih sangat terlibang muda, baru saja menginjak usia kepala dua.

Dan ini saatnya mewujudkan keinginan Nana. Mereka diharuskan menikah lagi setelah hampir tiga tahun tidak satu ranjang.

Nana terkekeh pelan, tangan kanannya menggenggam tangan Jeno yang masih berada di pipinya. "Aku nggak masalah kalau kita nggak ngadain resepsi, yang penting itu kan ijab kabulnya. Lagian, uangnya bisa disimpan untuk keperluan yang lebih penting."

Jeno menolak keras pernyataan Nana. "Gaji aku udah sangat cukup untuk keperluan lainnya. Aku udah sisihin buat kepentingan lainnya dan buat resepsi kita nanti, aku sebenarnya udah ada tabungan dari lama."

Luce Luminosa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang