NinuNinu. Agak drama yaa. Harsh words
─ ✰್
Nana termenung di dalam mobil dengan memegang hasil tes kehamilan dari dokter. Kandungannya sudah memasuki minggu ke-empat. Bencana ini, tidak tau harus ia sambut dengan senang atau sedih. Seminggu lagi ia akan wisuda, namun ia diberi hadia oleh Tuhan seorang anak.
Kemarin, nenek memberitahu kedua orangtuanya hal tentang Nana, mungkin kedua orangtuanya akan datang jika peduli padanya. Sang nenek ingin meminta pertanggung jawaban di pagi hari ini pada Jeno. Dan disinilah ia dan sang nenek, berdiri di depan rumah sederhana milik keluarga Jeno.
"Ayo masuk. Mereka harus tanggung jawab."
Nana hanya mengikuti langkah panjang sang nenek. Ia yakin, keluarga Jeno dan Jeno tentunya mau menerima dirinya serta anak yang ia kandung. Keluarga Jeno adalah keluarga baik yang ia kenal selama ini. Jadi, saat pintu putih itu terbuka, haruskah ia bernapas dengan lega?
"Oh teh Nana! Masuk teh, mama baru aja selesai masak." Sambutan kecil itu terdengar sangat riang di telinga. "Ini neneknya teh Nana? Halo nenek, aku Alan."
Nana tersenyum tipis saat Alan dengan sopannya menyalami tangan sang nenek dan menyuruh untuk masuk.
"Teteh sama nenek duduk dulu ya, Alan panggil mama dulu."
Kembali remaja itu menghela napas kasar, menundukkan wajah saat tak sengaja matanya bertubrukan dengan wajah kelam neneknya. Tangannya meremat amplop coklat saat suara halus nan menenangkan menyambutnya.
"Nana."
"Tante..." Nana berdiri diikuti sang nenek. Raut wajah terkejut sangat terpancar dari Doyna dan nenek.
"KAMU!"
Nana terdorong ke belakang saat sang nenek maju mendekat pada Doyna. Membuatnya sedikit terperanjat karena sang nenek dengan cepat menjambak rambut Doyna.
"Jadi anak kamu yang udah hamilin cucu saya?! Kurang ajar! KALIAN MAU MEMBALAS DENDAM MELALUI CUCU SAYA!"
"Akh sakit..." Doyna mencoba untuk melepas tangan nenek yang menarik rambutnya begitu kencang.
"Nenek! Lepas! Nenek apa-apaan sih." Nana yang juga tak bisa menghentikan sang nenek kini ingin menangis. Pasalnya Doyna sudah terduduk di lantai dengan nenek yang masih terus menjambak serta memukul wajah Doyna.
"Mama!" Sedikit bernapas lega, Jeffrey dan Jeno datang setelah Alan memanggil mereka.
Kejadian ini sangat tiba-tiba untuk Nana. Nenek yang didorong hingga jatuh oleh Jeno. Jeffrey yang meneriaki sang nenek dengan rahang mengeras dan Alan yang membantu Doyna yang sudah menangis sendu, ada pancaran ketakutan terlihat di wajah Doyna yang tak Nana mengerti.
Hingga... Kedua orangtua Nana datang memasuki rumah yang kini sudah dipenuhi teriakan, makian, dan tangis.
Nana tidak mengerti, saat kedua orangtuanya dan orangtua Jeno saling terkejut melihat satu sama lain. Teriakan Doyna untuk meminta Johnny untuk pergi terdengar begitu pilu, wajah itu terlihat ketakutan dan ada trauma terpancar.
Nana tidak mengerti, saat Tiya-- sang ibu ikut menangis melihat Jeffrey yang marah dan memeluk istrinya penuh perlindungan.
Nana tidak mengerti dengan semua yang tiba-tiba ini. Telinganya berdengung mendengar semua umpatan. Air matanya dengan tak sopan turun dengan deras saat melihat sang ibu ditampar cukup keras oleh sang nenek.
Nana tidak mengerti. Hingga tarikan kasar membuyarkan semua kaset kusut di otaknya. Jeno-- pelaku yang menarik Nana hingga membuat wanita itu kesakitan, membawanya sedikit jauh dari keramaian dengan wajah mengeras menahan emosi.
"ELO!"
"ANJING! SIALAN!"
Nana mengerang tertahan saat tangan besar milik Jeno mencengkeram kedua pipinya, hingga ia harus mendongak dan berjinjit.
"Keluarga lo itu benar-benar biadab! Orangtua lo masih beraninya nampakkin muka di depan mama gue!"
"Je-ev hsss sa-akit hiks... Gu-e nggak tau apapun hiks..."
Jeno tertawa sinis dengan decihannya. "Ah iya, gue lupa. Anak haram yang diasingin kayak lo nggak akan tau apapun. Gak berguna buat keluarga lo! " Ia eratkan cengkeraman tangannya hingga terlihat jelas merah di pipi putih milik Nana.
"Jevan--"
"Sekarang lo rasain sendiri gimana penderitaan nyokap gue yang udah bokap lo lakuin! Sampai ngebuat mama gue trauma." Mata Jeno memerah, terlihat jelas pancaran kebencian dan kesedihan. Hingga air mata menggenang yang terus ditahan agar tak turun.
Jeno menghempaskan cengkeraman tangannya dengan kasar, membuat Nana mundur beberapa langkah.
"Lo kesini mau minta tanggung jawab kan?" Dirampasnya amplop coklat yang dipegang kuat oleh Nana, kemudian dengan rasa kesal Jeno merobeknya. "Lo urus bayi haram itu! Anak haram kayak lo, akan ngandung anak haram juga."
"BAJINGAN HIKS! LO HARUS TANGGUNG JAWAB!"
Tangan Nana gemetar hebat setelah menampar pipi Jeno dengan cukup keras. Teriakan Nana mengalihkan atensi orangtua yang sedari tadi terus melemparkan umpatan, baru menyadari tujuan awal mereka berkunjung.
"Jevan baji-ingan hiks... Hiks..." Nana mencengkeram dengan lemah kerah baju yang dipakai Jeno, pria itu tak bergeming sedikitpun. Nana menenggelamkan wajah di dada bidang Jeno yang beberapa minggu terus menghangatkan tubuhnya.
"Gue nggak akan tanggung jawab. Karena tujuan awal gue emang buat hancurin lo Na."
Nana kembali tertarik ke belakang saat Johnny menariknya kuat. "Pulang! Jangan mengemis cuma untuk minta pertanggung jawaban, jalang."
"Papi--" Nana tercekat mendengar perkataan Johnny yang begitu mudah mengatakannya.
"Cukup gugurin kandungan kamu." Tatapan tajam milik Johnny beralih pada Jeno. "Cukup tutup mulut kamu dan keluarga kamu aman."
"See?" Jeno menatap remeh pada Nana yang terdiam menatap kosong dirinya.
Lamunan Nana buyar saat kedua tangannya ditarik oleh Johnny dan sang nenek, diikuti Tiya yang sudah berjalan keluar lebih dulu.
"LEPASIN NANA! Papi hiks... Jangan gugurin anak Nana hiks hiks.. JEVAN LO HARUS TANGGUNG JAWAB! TANTE DOY HIKS tolongin Nana hiks tante..."
Suara Nana semakin mengecil seiring dengan melajunya mobil, meninggalkan kediaman rumah Jeno yang awalnya begitu mencekam dan penuh makian.
Meninggalkan keheningan yang tercipta di rumah sederhana itu. Hingga sang ibu rumah tangga melayangkan tamparan yang cukup keras kepada anak pertamanya.
"Mama nggak pernah ngajarin kamu buat balas dendam, Jeno." Ucapnya dengan suara tercekat.
"Aku cuma mau kasih pelajaran buat mereka! Kalau orangtuanya gak dapat karma, berarti udah jelas anaknya yang nanggung karma orangtuanya."
"Mama udah lupain semua kejadian dulu, Jeno. Mama udah hiks dinyatain sehat sama dokter hiks... Kamu seharusnya nggak boleh seperti itu sama Nana hiks... Dia anak baik."
"Sembuh? Mama bilang udah sembuh?" Jeno berdecih, menatap sekilas pada Jeffrey yang tak bergeming. "Ngomong sama diri mama sendiri yang tadi ketakutan liat Johnny."
Jeno berlalu meninggalkan kedua orangtuanya. Menarik Alan yang sedari awal hanya menonton dari jauh, anak itu ketakutan. Jeno membawa adiknya ke dalam rengkuhannya saat terdengar kembali teriakan dan isakan sang ibu.
─ ✰್
Ini konfliknya udah keliatan yaaa 😎Tarik napas dulu 🙃
KAMU SEDANG MEMBACA
Luce Luminosa ✔
Fanfiction●Nomin Rasa cemburu selalu hadir bersama rasa cinta. Tapi, ia belum tentu pergi dengan rasa cinta itu. Karena, cinta tidak melulu tentang perasaan yang berbalas atau sebuah kebersamaan. ● ⚠Genderswitch (Gs)⚠ - Lil bit Mature🔞 - Bahasa campur aduk ...