ventinove ②⑨

3.3K 423 49
                                    

─ ✰್

Sudah dua minggu Nana dan Jiandra tinggal di rumah Tiya dan selama itu juga Tiya lebih banyak tertawa dan tersenyum. Bahkan, Nana kini membantu usaha kecil-kecilin sang ibu, membuka toko online kue dan cemilan lainnya. Sesekali sang ibu juga mendapat permintaan design baju dan jaitan baju.

Memang sejak perceraian dengan Johnny, Tiya meninggalkan dunia bisnis besarnya dan memilih untuk membeli rumah kecil serta membuka usaha kecil kecilan.

Nana dan Tiya juga sudah bercerita tentang hidup mereka, kedua sepakat untuk memperbaiki hidup mereka.

Dan sore ini, Nana ingin membawa Jiandra bertemu Jeno serta Doyna dan Jeffrey. Tiya pun sudah mengizinkan sang anak, memperbolehkannya menginap jika memang harus.

"Baju gantinya udah semua kan Na? Susu Jian?" Tanya Tiya setelah medudukan sang cucu di bangku depan mobil.

"Udah semua mi."

"Nanti kabarin mami ya kalau udah sampai. Kalau memang mereka nggak menerima kamu, pulang ya nak."

Nana tersenyum menenangkan sang ibu. "Iya mami cantik. Nana berangkat ya, papay." Nana menyalami tangan sang ibu, meminta doa setelah itu melajukan mobilnya di jalanan yang padat.

Nana menegakkan badan dan menarik napas untuk menenangkan dirinya sendiri. Hari ini jalanan lumayan padat, karena bertepatan dengan pulangnya pekerja dan besok adalah weekend.

Nana melirik sang anak yang asik memakan jelly, sesekali ikut menyanyi saat lagu kesukaannya berputar. Ia mengembangkan senyumnya, membayangkan bagaimana reaksi Jeno saat mengetahui ternyata anaknya selama ini yang sering memberinya minuman dan kertas berisi penyemangat.

Terlalu larut dalam lamunan, ia sampai tak sadar sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Jeno. Ia berdoa sejenak sebelum benar-benar keluar menemui orangtua Jeno. Ia tidak berharap banyak jika mereka memaafkan dirinya, karena bagaimana pun yang membuat mereka sengsara adalah dirinya, walaupun tidak sepenuhnya perbuatan Nana.

Ia hanya melakukan apa yang harus ia lakukan, untuk kebaikan mereka bersama.

"Yuk, kita turun."

Nana membuka pintu mobil untuk sang anak, menggendongnya dengan pouch sling. Tubuh Jian yang kecil, membuat Nana tidak keberatan saat menggendong sang putra.

"Buna, telmu nenek?"

"Iya, bertemu kakek juga."

"Yayah?"

"Juga dong, tapi bertemu nenek dan kakek dulu ya. Ayah belum pulang kerja sepertinya." Jelas Nana, ia berhenti tepat di depan pintu saat menyelesaikan ucapannya.

Tok tok tok

Nana mengucap salam, terdengar jelas ribut di dalam dan tak lama suara pintu dibuka menampakan remaja lelaki berdiri diam dengan kerjapan mata bingung.

"Hai Alan?" Sapa Nana dengan dehaman pelan.

"Teh Nana?"

Nana tersenyum, menjulurkan tangan untuk mengusap kepala anak itu. "Iya, ini teh Nana. Ini--" Nana mengambil satu tangan Jiandra untuk diulurkan pada Alan. "--Jiandra. Halo om."

"Halow owm."

"Nana..."

Senyum Nana menghilang, diganti dengan senyum gugup saat suara berat menyapanya.

"Halo om."

"Nana? Benar Nana?"

"Iya." Cicit Nana.

Luce Luminosa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang