cinque ⑤

3.8K 560 24
                                    

─ ✰್

Semilir angin sore hari yang menyejukkan dan sapuan lembut pada rambut hitam berkilau milik Nana, membuat sang empu memejamkan mata menikmati.

"Ibu." Panggil Nana lembut, masih dengan memejamkan mata.

Taman belakang rumah neneknya memang menjadi favorit Nana di sore hari untuk menenangkan diri dan pikiran. Dan tambah wanita yang sudah ia anggap ibu, kini duduk di bangku dengan senang hati meminjamkan pahanya sebagai bantalan kepala Nana.

"Iya?" Jawab wanita paruh bayah itu.

"Menurut ibu... Mami sama papi..."

Nana menjeda ucapannya, membuka kelopak mata dan menatap Ibunya dengan bola mata jernih.

"Sayang aku gak?"

Wanita yang genap berusia lima puluh tahun itu mengulas senyum tulus. "Sayang dong, itu pasti."

"Gitu ya?" Nana tersenyum kecut. Ia bangkit dari tidurannya, duduk menatap hamparan bunga yang ditaman dengan penuh cinta oleh neneknya.

"Tapi kenapa... Mereka gak pernah mau semua orang tau kalau aku anak keluarga Suh?" Tanya Nana kembali dengan lirih.

Wanita paruh baya itu menggenggam jemari halus milih Nana, masih dengan senyum keibuannya.

"Nana... Kehidupan bisnis itu sangat bahaya, mami sama papi kamu cuma gak mau kamu kenapa-napa."

Nana melepas genggaman tangan itu dengan halus, tersenyum kecut dengan kepalan tangan.

"Ibu selalu jawab gitu setiap aku tanya pertanyaan yang sama. Kenapa harus bohong? Padahal ibu tau kalau jawaban yang sama gak bisa bikin luka di hati aku membaik."

"Nana--"

"Maaf bu." Nana membuang napas kasar. "Mood aku lagi gak baik hari ini, maaf ya. Kalau gitu aku ke kamar dulu."

Nana berlalu langkah pelan, pikirannya kembali pada perkataan Jeno di kantin waktu itu. Ia takut Jeno akan membongkarnya. Dan masih terpikir dari mana Jeno mengetahui tentang dirinya?

Semoga semua hal buruk tidak terjadi sebelum ia lulus sekolah. Karena Nana hanya ingin kembali ke Jakarta, tinggal bersama mami dan papinya. Ia benar-benar sangat menyayangi keduanya.


💮💮💮


Jeno mengernyit alis saat melihat Nana turun dari mobil vannya dengan wajah tertunduk. Di hadapan gadis itu ada seorang wanita tua dengan wajah tak bersahabat.

Jeno berjalan mensejajarkan langkahnya dengan langkah Nana, merengkuh pinggang ramping itu dengan wajah merendah menatap wajah Nana.

"Jangan cari gara-gara! Brengsek!" Nana terperanjat saat wajah Jeno sangat dekat dengan wajahnya. Mendorong dada bidang itu untuk menjauh.

"Pagi-pagi harusnya lo kasih senyum sama awan dan matahari. Bukannya ngomong kasar pakek muka jelek." Jeno berdecak, namun tetap mengeratkan tangannya di pinggang Nana, membuat banyak pasang mata menatap mereka.

"Jangan cari gara-gara sehari aja, Jev." Nana berucap dengan pelan.

Jeno menaikkan alis dengan kekehan mengejek. "Siapa yang nyari gara-gara? Gue cuma pengen buat hari hari lo indah selama di sekolah, manis. Sekarang dan sampai kita lulus."

Nana mendorong Jeno dengan kuat, berlalu dengan hati menahan kesal. Ini masih cukup pagi dan ia tidak ingin membuat moodnya semakin parah.

Sudah cukup dengan neneknya yang memarahinya dengan kata-kata kasar yang menyakiti hatinya, hanaya karena kejadian tempo hari dimana neneknya menyangka ia berteman dengan Jeno dan kawanannya.

Selama pelajaran berlangsung pun yang Nana lakukan hanya terdiam mengamati guru. Namun, penjelasan apapun dari guru tidak ada yang ia tangkap. Hingga istirahat kedua, dirinya menolak ajakan kedua temannya untuk makan.

"Please deh Na, lo gak cocok galau gini."

"Ck, siapa yang galau si, bego." Nana mendelik tak suka dengan ucapan Felly.

"Lo tolol, udah kayak orang putus cinta tau! Udah ayo ah makan, gue yang traktir, terserah lo mau makan apa aja." Felly menarik tangan Nana dengan paksa, diikuti Ryu disamping Nana berjalan santai.

"Langka banget kan Felly mau traktir. Harus dimanfaatkan dengan baik!" Ryu mengangkat tangan kanan ke atas dengan semangat.

"Siapa yang traktir lo, kampret. Nana doang."

Nana menatap jengah keduanya, memilih mengapit leher dua gadis disampingnya dan menariknya ke arah kantin.

"Anjir Nana! Leher gue."

"Rambut gue!"

"Berisik lo berdua tuh! Udah, ayo makan gue aja yang traktir."

Sorakan senang dan kesal terdengar dari mulut kedua teman Nana. Namun tidak lama, karena hadangan pria dengan wajah menyebalkan.

"Apa?" Tanya Nana malas, melepas apitannya dari leher Ryu dan Felly.

"Mau ajak lo makan."

"Gak perlu, gue mau makan sama temen gue." Jawab Nana dengan ketus.

Jeno-- pria yang menghadang jalan Nana-- menatap Ryu dan Felly dengan senyum hingga matanya membentuk bulan sabit, namun senyum dan wajahnya tersirat mengusir keduanya.

"Na, lo makan sama Jeno aja deh, gue sama Felly duluan."

Belum sempat Nana menjawab, ia sudah ditinggalkan. Kini menatap Jeno dengan nyalang. Langkahnya terseret mengikuti Jeno yang sudah menarik lengannya.

"Lepasin gue?!" Nana memukul bahu hingga kepala belakang Jeno, membuat pria itu kesal setengah mati.

Kedua tangannya dicengkeram oleh satu tangan Jeno, lalu didorong hingga punggungnya menyentuh tembok.

"Bisa gak, lo gak berontak terus!" Jeno berucap dengan rendah, matanya menatap nyalang wajah datar Nana.

Jeno kembali menarik tangan Jeno dengan kasar, mendorong gadis itu untuk duduk di sofa panjang yang berada di rooftop.
Ia ikut duduk, melempar kresek yang sedari tadi ia pegang ke hadapan Nana.

"Makan." Suruh Jeno dengan datar.

Nana tak bergeming, tetap menatap lurus hamparan gedung dan awan yang kini begitu biru dan indah.

"Maka Nana!" Jeno berucap dengan penuh penekanan.

Nana masih tak bergeming untuk membuka bungkusan makanan itu. Namun, ia menatap Jeno lewat ekor matanya, wajahnya begitu dingin dengan rahang mengeras.

"Lo gak bisa ya disuruh sekali?!"

Jeno membuka bungkusan makana yang ia bawa dengan kasar, menarik Nana untuk lebih merapat padanya. Lengannya mengunci bahu Nana, kemudian mencoba membuka mulut Nana dengan menyuapkan makanan yang ia bawa.

"Brwengswk! Jevwan!"

Nana menatap nyalang Jeno, namun tetap mengunyah makanannya. Jeno tersenyum miring dalam hati, memberi minum pada gadis itu. Setelahnya, menyuapi Nana dengan paksa kembali.

"Gue bisa sendiri!"

"Lo gak akan makan kalau gak gini."

"Nggak!"

Cup

"Jevan anjing!"

─ ✰್


Feedbacknya ya😊
Pencet ⭐ dan jangan lupa komentarnya♡♡

Luce Luminosa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang