sedici ①⑥

3K 411 56
                                    

─ ✰್

Nana berdiri tegang saat sang nenek menatapnya dengan begitu intens. Sang kakek juga kini memandang menghakimi dirinya yang baru saja pulang di tengah malam dengan keadaan berantakan.

"Jawab! Nenek nggak nyuruh kamu untuk diam!"

Nana memutar bola mata jengah, lagi-lagi ia dibentak dengan si tua.

"Tadi Nana udah bilang, Nana main sama Felly Ryu."

"Bohong! Udah berani kamu bohong sekarang?"

Nana mendongak, menatap kakek dan neneknya yang duduk dengan angkuh di sofa ruang keluarga.

"Nenek bilang, aku bisa main kapan aja sebelum aku wisuda. Tapi liat, sekarang siapa yang bawel, marah marah sama aku!"

"Nenek kasih kamu kebebasan bukan berarti kamu ngelunjak seperti ini! Nenek kasih kamu izin main cuma sama dua teman kamu itu! Bukannya sama anak anak berandalan seperti mereka!"

Nana tersentak, bagaimana bisa neneknya tau. "Ck, mereka bukan anak berandalan."

"Mereka iya! Nenek berusaha didik kamu jadi lebih baik biar tidak seperti kedua orangtua kamu yang tidak tau aturan! Lihat mami kamu itu, udah ngandung kamu sebelum nikah, karena apa?! Karena pergaulan kedua orangtua kamu itu tidak benar!"

"Cukup! Bukan berarti Nana jadi seperti mereka."

PLAK

Nana memegang pipi kirinya yang memerah. Membeku sesaat karena tak percaya jika kakeknya menampar dirinya dengan sangat keras. Kekenya, yang tidak pernah ikut campur sedikitpun tentangnya kini pertama kalinya menampar dengan begitu keras.

"Kamu udah kelewat batas, Nana."

Napas Nana memburu, sorotan emosi dan sakit hati dari kedua bola mata beningnya begitu menusuk.

"Cepat beresin semua keperluan kamu. Nenek percepat kirim kamu ke Chicago."

"Nana nggak mau!"

Teriakan Nana dibarengi dengan isakannya memenuhi ruangan luas itu. Tungkainya ia bawa untuk memasuki kamarnya dan mengunci diri di dalam.

"Hhh, bagaimana lagi caranya menghadapi Nana."


💮💮💮


Nana terbangun dengan kedua mata semabab dan bibir mengering yang pucat. Keadaannya kini sangat kacau, dress malam yang masih melekat di tubuhnya, badannya yang lengket karena keringat dan rambut yang acak acakan.

Kamarnya yang gelap karena lampu yang tidak menyala dan horden yang masih tertutup rapat, membuat kamar semakin pengap. Belum lagi rasa mual yang mendera sedari semalam, memaksanya untuk berlari ke arah kamar mandi. Memuntahkan isi perutnya yang belum terkena nasi dari kemarin.

"Ahss, kenapa sakit banget." Nana membungkuk dengan tangan meremas perutnya yang terasa sangat kebas.

Setelah meraup udara dengan banyak, ia paksa tubuhnya untuk berdiri tegak.
Mandi sepertinya pilihan yang bagus agar tubuhnya kembali segar.

Disela mandinya, Nana tersenyum melihat cermin saat tanda merah tecetak jelas di dada hingga punggungnya. Kembali mengingat adegan panas yang semalam ia lakukan lagi bersama Jeno. perasaannya kini terbalas karena semalam Jeno terus mengucap kata sayang disela kegiatan intim mereka.

"Nggak sabar mau ketemu Jevan lagi." Pekik Nana dengan pelan.

Ia sudahi acara mandinya. Memilih pakaian hangat karena merasa tubuhnya sangat dingin. Yang ia pikir ternyata salah, sepertinya mandi membuat tubuhnya semakin tak baik.

Luce Luminosa ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang