43. Rumah Sakit

1.4K 235 97
                                    

Hai, apa kabar? Huah, lama ya nggak update. Akhirnya setelah enam hari aku berperang dengan ide yang tak kunjung muncul, tepat di hari ulang tahunku ini, aku bisa juga update part 43 🤣

Maaf sudah membuat kalian menunggu terlalu lama, kalau lupa bisa dibaca lagi part sebelumnya 🤭

Happy Birthday to me, be a better person ya, Es 🎂💛

Buat kalian yang baca ESCOGER dan suka sama ceritanya, jangan lupa rekomendasikan cerita ini ketemen-temen kalian. Rekomendasi di Facebook, story WA, story Instagram dah mana-mana lah 💛💛💛💛

Jangan lupa follow akun @penajourneyku di Instagram

Semoga nggak ada typo 😇

Happy Reading~

—————————

Sagara membawa Sasi ke rumah sakit dengan mobil sekolah, hasil bantuan dari Paris yang langsung berbicara dengan Pak Supardi. Beliau adalah supir sekolah. SMA Brawijaya memang memiliki mobil pribadi, baik dengan model sekelas Avanza maupun Minibus yang biasanya digunakan untuk kegiatan sekolah.

Sasi tidak dibawa ke ruang kesehatan karena suhu badan Sasi yang cukup tinggi. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Sagara terus mengusap-usap pipi Sasi, menatap gadis yang berada di pangkuannya itu dengan pandangan khawatir.

Paris yang ikut di dalam mobil hanya diam, meski hatinya juga khawatir akan keadaan Sasi.

"Sasi bakal baik-baik aja, dia cewek yang kuat," ucap Paris memecah keheningan.

Sagara menoleh. "Semua salah gue," ucap Sagara yang terselip nada bersalah yang dapat Paris rasakan.

Paris hanya tersenyum tipis. "Gue nggak bisa menyalahkan lo atas keputusan yang lo ambil. Gue tahu sulitnya berdamai sama duka, karena gue juga kehilangan bokap gue waktu gue masih kecil dan itu kerasa banget sampai sekarang. Tapi, kalau gue boleh kasih pendapat—" ucapan Paris mengambang, membuat Sagara menaruh seluruh perhatiannya pada Paris.

"Melepaskan Sasi adalah masalah baru yang bakal lo tanggung. Lo sayang Sasi, gue paham itu. Maka dari itu, rasa bersalah lo sekarang bercabang dua. Lo ngerasa bersalah buat bokap lo kecewa dan sekarang lo juga ngerasa bersalah karena nyakitin Sasi." Paris menatap Sagara yang juga menatapnya.

Benar. Semua yang dikatakan Paris benar dan sangat telak bagi Sagara. Membuat cowok itu termenung. Sagara tidak membaik sama sekali, bahkan rasa bersalah itu semakin menjadi-jadi.

"Gue tahu, apa yang gue lakuin bener-bener sebuah kesalahan. Kalau Sasi benci sama gue ... gue emang pantes dapet itu." Sagara menatap sendu Sasi yang terkulai lemas.

——————————

Sagara dan Paris sedang duduk di depan ruang tunggu rumah sakit. Sasi baru saja ditangani oleh dokter.

Sekitar lima belas menit menunggu, Sagara dan Paris dengan sigap bangkit dari duduk ketika melihat dokter dan perawat keluar dari ruangan Sasi.

"Gimana keadaan Sasi, Dok?" Sagara menatap cemas ke arah dokter.

"Sasi memiliki gejala tifus tapi tidak parah, dia juga hanya kelelahan. Saya sudah membuatkan resep obat dan juga vitamin yang bisa ditebus di apotek," ucap dokter yang menangani Sasi.

Sagara mengangguk, wajahnya sedikit lega.

"Apa panasnya bisa segera turun, Dok?" tanya Paris.

Dokter mengangguk. "Iya, Sasi hanya butuh istirahat dua hari saja. Setelahnya, pemulihan di rumah dengan obat yang saya berikan."

ESCOGER : Memilih [COMPLETED]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang