Dara tidak habis pikir dengan suaminya itu. Harsa begitu memanjakan Eca dengan membelikan mainan yang anak kecil itu mau tanpa melihat nominal angka yang menurutnya itu sangat mahal jika membelikan beberapa mainan yang tidak ada manfaatnya. Jika mau, Dara lebih rela membelikan buku sebagai penunjang pembelajaran Eca. Melihat total belanjaan ponakannya itu seketika tubuhnya lemas. Bahkan Dara hanya membeli beberapa pasang baju, itu juga Harsa memaksa dirinya untuk membeli. Karena baginya, terlalu boros lagipun baju Dara sudah banyak apalagi ditambah dengan hantaran lamaran yang begitu banyak.Sepanjang ia berada di mall, Harsa dan Eca sangat lengket. Mungkin orang-orang mengira sebagai ayah dan anak. Kehadiran Dara pun seperti tidak ada gunanya di sini, mereka terlalu asik berduaan hingga melupakannya. Jika tahu begini, ia tidak akan pergi lebih baik di rumah dan melanjutkan nonton oppa-oppa.
"Om aku laper."
"Ya udah kita makan aja. Eca mau makan apa?"
"Mau steak!"
Harsa terkekeh pelan sambil mengacak rambut Eca dengan gemas. "Bentar, om tanya dulu Ateu kamu."
Harsa menoleh ke samping, ia tidak menemukan Dara disampingnya. Harsa kira sepanjang jalan istrinya itu ada didekatnya. Tentu ia sangat panik, lantas ia membalikkan badannya, ia menghela napas lega karena ternyata Dara ada dibelakang dengan jarak dua meter dari posisinya. Terlihat raut wajah yang tertekuk pertanda bahwa istrinya sedang tidak baik-baik saja, dengan was-was Harsa menghampiri diikuti dengan Eca.
"Kenapa balik lagi? Baru nyadar istrinya nggak ada di samping?" tanya Dara sambil menaikkan salah satu halisnya.
Harsa meringis melihat berubahan sikap Dara. Harsa tahu kesalahannya, ia melupakan Dara selama di mall. Terlalu asik dengan Eca sampai tidak menyadari kalau Dara pun ikut di sini. Tentu saja wanita itu mungkin tengah menahan kesal dari tadi.
"Maaf, Mas terlalu asik sampai lupa sama kamu."
Dara mendengkus. Jujur saja hatinya masih dongkol karena selama belanja perkataannya sama sekali tidak didengar mungkin dianggap angin lalu. Dara sudah mengingatkan jangan terlalu membuang uang secara cuma-cuma. Sekarang Dara baru tahu sifat buruk dari suaminya yaitu pemborosan.
"Kamu marah? Maaf ya." Harsa terus membujuk sampai mendapatkan permaafan dari Dara.
"Hem." Harsa kembali menghela napas saat Dara hanya menjawab dengan singkat.
"Tulus nggak nih? Sayang, Mas minta maaf. Kamu boleh marah atau kesal asal jangan mendiamkan Mas." Dara menghembuskan napas pelan, lalu menatap Harsa terlihat dengan jelas raut wajahnya bahwa pria itu merasa bersalah. Agak lucu ketika Harsa memperlihatkan wajah memelas sampai ia ingin tertawa, seru juga kalau nanti Dara menjahili suaminya.
"Iya, iya, dimaafin." Harsa tersenyum lebar sambil menggenggam tangan Dara pada tangan kanannya sementara satunya lagi ia menggenggam tangan Eca.
"Mau makan apa?"
"Samain ajalah, biar gampang."
Mereka bertiga pun berjalan beriringan menuju tempat restoran. Genggaman tangan tidak terlepas barang sedikitpun oleh Harsa, takut jika Dara hilang kembali dari hadapannya. Dilain sisi Dara akui ia sangat senang, yang ia rasakan hanya kehangatan. Moodnya pun kembali lagi, dengan sikap hal yang kecil seperti ini, Dara seperti dimiliki oleh orang yang tepat. Hal sepele namun membuat hati Dara berbunga-bunga.
Di tempat ini untunglah tidak terlalu ramai masih tersisa beberapa meja yang kosong. Mungkin jika ia datang pada jam-jam orang-orang istirahat tempat ini akan sangat ramai oleh pengunjung yang datang dari mana-mana. Pasalnya makanan di sini enak-enak dan menjadi menu terfavorit Eca. Maka tidak heran setiap diajak untuk makan anak itu akan memintanya untuk membelikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, My Husband!
Genç Kız EdebiyatıApa jadinya jika seorang pria tiba-tiba datang dan mengajaknya untuk menikah? Bahkan ia sama sekali tidak mengenali pria itu. Semua cerita tersebut sama persis yang tengah dialami oleh Adara Indraswari. Dara tak menyangka jika pertemuannya dengan Ha...