HMH || Part 23

1.8K 99 14
                                    

Sore harinya, Dara dan Harsa sudah berada dikediaman ibu mertua. Sari menyambut kedatangan dirinya dengan sangat senang, terpancar dari wajah yang berseri-seri yang sudah mulai keriput. Tidak hanya itu, Sari ternyata sudah memasak makanan yang banyak, bahkan kamar mereka pun sampai repot-repot dibersihkan olehnya. Dara tidak enak hati sebetulnya.

Selepas solat Maghrib mereka makan malam bersama diiringi obrolan ringan. Dara senang karena Sari memperlakukan dengan baik, meskipun ia tahu memang mertuanya ini sangat baik. Setelah selesai, Dara membawa piring-piring beserta gelas kotor ke dapur untuk dicuci. Sari pun ikut membantu padahal tadi ia sempat melarang biar ia saja yang bersihkan. Tapi Sari kekeh kepengin bantu, ia hanya pasrah jika seperti itu. Sementara Harsa, suaminya itu langsung pergi ke kamar mengurusi beberapa pekerjaan.

"Nak, Ibuk seneng tahu kamu ada di sini. Ibuk jadi ada temen ngobrol jadinya." kata Sari sambil mengelap piring yang sudah Dara bersihkan.

"Aku jauh lebih senang, Buk."

"Kalau Harsa ngapa-ngapain kamu, bilang sama Ibuk biar tak marahin. Jangan segan untuk cerita sama Ibuk ya, nak. Anggap Ibuk seperti mamah kamu sendiri jangan malu kalau mau cerita. Ibuk siap jadi pendengar baik buat kamu." Sari berkata seperti itu membuat hati Dara jadi terenyuh. Dengan gerakan cepat ia menyelesaikan satu gelas lagi selanjutnya ia mencuci tangan lalu mengelap pada kain serbet yang tergantung. Lantas Dara memeluk Sari dengan suara isakan kecil. Rambutnya dielus dengan penuh kasih sayang.

Beberapa menit kemudian Sari melepaskan pelukan lalu menghapus air matanya. "Udah jangan nangis. Nanti Harsa ngira kamu diapa-apain lagi sama Ibuk."

Dara terkekeh pelan sambil kembali mengelap wajahnya dengan lengan. "Makasih ya, Buk."

Sari mengangguk dan tersenyum. "Harsa pasti udah nungguin kamu di kamar, sana susulin."

"Iya, Ibuk jangan lupa istirahat."

Dara berjalan menuju kamar. Sepanjang melangkah ia dibuat takjub melihat interior rumah ini. Beberapa foto yang terpajang di dinding, piala-piala yang berjajar didalam lemari kaca, begitu banyak hingga satu lemari full terisi entah perlombaan apa yang suaminya raih. Sepertinya besok Dara harus melihat satu persatu. Jangan lupakan untuk room tour ruang-ruang yang belum ia lihat sebelumnya.

Dara masuk ke dalam kamar, terlihat Harsa tengah duduk di meja kerjanya dengan mata terfokus menatap laptop. Menyadari kedatangan istrinya ia menoleh sesaat. "Udah selesai?" Kemudian ia melanjuti membaca laporan dan berkas-berkas.

"He'em."

Dara duduk ditepi ranjang dan menatap punggung Harsa dari belakang. Memperhatikan dari jauh, entah apa yang suaminya lakukan malam-malam gini masih sempatnya bekerja. Tidak tahan dengan keheningan, ia kemudian menghampiri. Lalu bertanya. "Mas lagi ngapain?"

Harsa menoleh mendapati Dara berada di didekatnya. Terlintas ide jahil dibenaknya, ia menipiskan bibir menahan senyum. Dengan gerakan cepat ia menarik Dara dan berakhir Dara duduk dipangkuannya.

"Eh--" Dara terkejut buka main melihat apa yang dilakukan suaminya itu tiba-tiba. Ini jelas posisi yang mengancam baginya. Ia tidak bisa beranjak karena Harsa mendekapnya erat sehingga sulit untuk dilepas.

"Mas lagi ngecek kerjaan si Ilham, selama cuti dia, kan, yang handle semua kerjaan Mas." jawabnya sambil membaca laporan tanpa membiarkan istrinya lolos kabur begitu saja. Walau Harsa tahu, badan Dara menjadi kaku. Ia ingin sekali tertawa melihat wajah Dara jadi memucat dan tegang. Ini mungkin kali pertamanya ia bisa sedekat ini selain pelukan waktu itu.

"Rileks, Sayang. Lucu banget kaku gini kayak patung." Harsa tertawa lepas menyaksikan penderitaan Dara karena ulahnya, ada rasa kepuasan tersendiri dihatinya. Dara cemberut mendengar perkataan Harsa yang mengatainya seperti patung. Ia gini-gini juga gara-gara Harsa! Tak segan ia langsung menabok dada bidang suaminya dengan brutal.

Hi, My Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang