Disarankan untuk membaca ulang part sebelumnya bagi yang sudah lupa.
Aku balik lagi hehe, ada yang kangen sama cerita ini? Oh ya pasti gak ada ya, ngarep banget ada yang ngangenin.
Maaf banget baru bisa update, kurleb 1 bulan lebih ya gak update. Bulan kemarin tuh emang bener super sibuk. Baru kesampaian nulis sekarang.
••••
Seperti biasa pagi hari, Sari mempunyai rutinitas yaitu menyeduh teh manis dan biskuit kesukaannya. Saat akan membawa teh tersebut ke ruang televisi. Sari melihat anaknya keluar dari kamar, seperti ada sesuatu yang berbeda dari aura wajahnya. Keanehan itu ia hafal betul karena ia juga pernah merasakan hal itu ketika baru memasuki awal pernikahan.
Harsa kini memakai celana training hitam dan kaos putih berlengan pendek. Rambut yang tampak jelas masih basah, dan tak lupa senyum sumringah terlihat seperti mendapatkan sesuatu yang membahagiakan. Sari tersenyum melihat tingkahnya itu, mungkin anak dan menantunya sudah melakukan pada malam hari. Mungkin saja kan, sudahlah ia tidak akan terlalu banyak tanya takutnya mereka akan malu. Pantas saja tadi subuh yang biasanya Harsa sudah bangun awal dan olahraga pagi setelah solat, sekarang dia baru keluar kamar jam enam dugaannya pasti mereka bangun kesiangan.
Sari masih terdiam ditempat dengan tersenyum sebelum akhirnya Harsa menyadari bahwa ia diperhatikan oleh ibunya. Harsa berjalan mendekatinya dengan tampang yang sudah diubah menjadi sedatar mungkin.
"Dara mana?" tanya Sari.
"Masih di kamar lagi ngeringin rambut." Nah, kan bener. Dugaannya tak mungkin meleset. Sari berusaha menahan senyumnya supaya Harsa tidak merasa aneh akan sikapnya ini.
"Ibuk kenapa kok kayak kelihatan bahagia gitu?"
"Ah, enggak. Cuma Ibuk mau minta." Harsa semakin bingung saja sikap ibunya pagi-pagi gini. Harsa masih tidak paham, apa ada yang aneh dengan dirinya? Atau justru ibunya ini yang aneh? Tiba-tiba seperti ini.
"Minta apa Buk?"
"Minta cucu yang ganteng sama cantik." Sari terkikik geli melihat Harsa yang terkejut saat mendengar ucapannya tadi. Setelah itu Sari melengos pergi meninggalkan Harsa yang kini menahan malu yang luar biasa. Mungkin sekarang telinganya sudah memerah.
Lupakan saja kejadian pagi ini yang memalukan, ibu pasti paham. Semalam Harsa tidak akan pernah melupakan momen itu. Dara sudah sepenuhnya menjadi miliknya. Ia bahkan tidak menyangka akan melakukan itu, karena memang dari sebelumnya ia tidak akan memaksa Dara. Tapi malam tadi, mereka sama-sama mau bukan karena terpaksa. Dan ya, akhirnya mereka kesiangan karena melakukannya lagi. Seperti yang terlihat sekarang ia baru beres mandi.
Dua menit kemudian suara pintu terbuka yang membuat Harsa membalikkan tubuhnya dan melihat Dara yang baru keluar dengan pakaian rumahan yang nyaman dipakai. Dara berjalan menghampiri lalu tersenyum sesaat. Ia merangkul lalu mengecup kening Dara. Terlihat Dara yang masih kaget, namun Harsa tak perduli karena ia senang membuat Dara kaget. Karena memang harus dibiasakan supaya jadi kebiasaan nantinya.
Dara mendongak menatap wajah Harsa. Tinggi badannya hanya sebatas bahu suaminya, padahal dikeluarganya Dara yang paling tinggi tapi rupanya ada yang lebih tinggi darinya.
"Kenapa? Mas ganteng, ya?" Harsa tersenyum jahil sambil menaik turunkan halisnya.
Dara mendengkus mendengarnya ngeselin kalau sudah bersikap seperti ini. "Mulai deh narsisnya."
"Lah emang ganteng gini kok."
"Iya. Si paling ganteng." Kemudian tawa Harsa terdengar. Nah, sudah puas itu jika dipuji olehnya suka besar kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, My Husband!
ChickLitApa jadinya jika seorang pria tiba-tiba datang dan mengajaknya untuk menikah? Bahkan ia sama sekali tidak mengenali pria itu. Semua cerita tersebut sama persis yang tengah dialami oleh Adara Indraswari. Dara tak menyangka jika pertemuannya dengan Ha...