18

6.7K 876 113
                                    

Belum lagi hilang kekesalan Indri terhadap pilihan putranya, kini wanita paruh baya itu harus kembali meradang saat mengetahui bahwa Argenta akan tinggal di rumah Joana usai menikah.

"Apa-apaan keputusan wanita itu! Apa dia pikir kita tidak bisa membelikan rumah untuk Genta?! Jangan mentang-mentang kita diam, bisa sesukanya menginjak-injak harga diri kita, Pi!" Murkanya tak terima.

Danu yang tidak begitu terpengaruh dengan suasana hati istrinya, tampak terlihat biasa saja. "Biarkan saja apa mau mereka, Mi. Toh, Genta terlihat tidak keberatan," sahut Danu tenang.

Indri geram melihat sikap suaminya yang seperti tidak ambil pusing terhadap situasi yang terjadi. "Kalau Genta gak usah ditanya, apapun maunya Ana pasti diturutinya. Putra kamu itu memang keterlaluan bodohnya. Pusing aku, Pi!" sungut Indri dengan perasaan masih kesal. "Apa-apa Ana, apa-apa Ana, kayak gak ada wanita lain aja? Muak Mami lihatnya, Pi,"

"Jangan bilang begitu, Sayang." Danu mencoba menenangkan istrinya tersebut. "Biar bagaimanapun kita harus menghormati keputusan mereka."

"Bela aja terus putramu itu," sungut Indri kesal. Ia tak habis pikir kenapa tidak ada satupun yang dapat memahaminya. Tidak suami, tidak anak, sama aja suka sekali menentangnya. "Kita kan punya banyak rumah, Pi. Mereka tinggal pilih mau yang mana. Kalau tidak ada juga yang cocok, masih banyak rumah yang bisa dibeli. Tapi kenapa harus tinggal di rumah itu sih, Pi? Jelas-jelas itu rumah mantan suami Ana. Kesannya Genta kayak gak mampu aja beli rumah, sampai-sampai harus numpang di rumah orang. Apa gak mikir anakmu itu sampai ke situ?

"Tidak ada yang akan berpikir seperti itu, Mami," potong Danu. "Itu cuma perasaan Mami saja."

"Pasti ada," sewot Indri tak terima dipojokkan oleh suaminya sendiri. "Lihat saja nanti, pasti semua mengejek Genta."

"Ya sudah, nanti kan bisa kita bicarakan baik-baik sama mereka berdua. Kalau sekarang, biarkan saja apa mau mereka. Jangan sampai pernikahan ini gagal lagi hanya karena masalah sepele. Kasihan anakmu itu." pungkas Danu memberi pengertian. Ia turut menjadi salah satu saksi yang melihat bagaimana hancurnya Argenta setelah ditinggalkan oleh Joana.

"Sudah payah itu Genta dinasihati, Pi," tukas Indri cepat. "Yang ada di otaknya hanya Ana saja. Mungkin kalau disuruh mati pun itu anak mau, saking cintanya. Heran Mami, entah apapun yang dilihatnya dari Ana. Udah janda, belagu lagi. Geram Mami lihatnya!"

"Sabar, Mi. Orang sabar pasti disayang Tuhan." ucap Danu mengelus pelan punggung Indri. Bukan apa-apa, khawatir juga pria paruh baya itu kalau istrinya itu mengalami tekanan darah tinggi nantinya.

Bukannya tenang, Indri malah merasa Danu seperti ikut mengejeknya. "Jadi, maksud Papi, Mami gitu yang salah?" delik Indri tak terima.

"Bukan begitu maksudku, sayang..." Danu yang sadar istrinya sepertinya salah paham terhadap ucapannya barusan, berusaha meralatnya. Sayangnya belum sempat dilakukan, wanita yang telah mendampinginya selama puluhan tahun tersebut, sudah lebih dulu meninggalkannya sendirian.

"Mami tunggu dulu! Mami mau ke mana?" buru-buru Danu segera mengejar istri tercintanya. "Sayang, bukan begitu maksud Papi," rayu Danu dengan nada lembut. Takut juga ia bila istrinya itu benar-benar mendiamkannya. Argenta yang jatuh cinta, kenapa pula dia yang harus kena imbasnya?

Awas saja bila sampai Indri mendiamkannya. Kalau sempat itu terjadi, Danu janji akan buat perhitungan kepada Argenta. Lihat saja nanti!

***

Akhirnya, setelah menunggu selama belasan tahun, tiba juga waktunya hari dimana Argenta akan mengikat Joana untuk selamanya. Apa yang sempat tertunda dahulu, akan terjadi pada hari ini.

Dengan mengenakan tuxedo hitam, Argenta tak dapat menahan rasa harunya, saat melihat pengantin wanitanya berjalan menuju altar didampingi ayahnya. Pria itu terlihat terpesona memandangi Joana yang hari ini cantik sekali mengenakan gaun putih panjang dengan potongan sederhana tapi tetap terlihat elegan. Rambutnya yang panjang sengaja digerai indah. Argenta merasa Joana persis seperti bidadari yang turun dari langit. Membuatnya tak ingin mengedipkan matanya walau sebentar. Ia masih merasa ini seperti mimpi.

"Tolong, jaga putriku." Bisik Barata ke telinga Argenta dengan nada serius, ketika menyerahkan Joana ke tangan pria itu.

Dengan cepat Argenta segera menganggukkan kepalanya. Tanpa diminta pun ia akan melakukan hal itu. Demi Joana, Argenta rela memberikan nyawanya asal wanita itu bisa bahagia.

Berbeda dengan Argenta, Joana malah bersikap sebaliknya. Sedari pagi, tak ada senyum terbit di bibir indahnya. Benaknya terus dipenuhi akan bayangan Frans. Jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ia belum ikhlas menjalankan semua ini. Bahkan hangatnya genggaman tangan Argenta sama sekali tidak bisa membuatnya nyaman.

Setelah melakukan beberapa prosesi acara, tibalah saatnya memasuki acara puncak. Yaitu dimana ketika kedua mempelai menyatakan janji mereka di hadapan Tuhan.

"Saudara Argenta Gunawan, di hadapan Tuhan, hamba-Nya dan seluruh jemaat yang menyaksikan, bersediakah engkau berjanji menerima saudari Joana Adelia Barata menjadi istrimu, dalam susah dan duka sampai maut memisahkan kalian?"

"Saya berjanji." Ucap Argenta tegas. Tidak terlihat sedikit pun ada keraguan di wajahnya. Hatinya membuncah bahagia menyadari bahwa Joana resmi telah menjadi miliknya.

Setelah bertanya kepada Argenta, Pak Pendeta yang terlihat sudah lanjut usia itu, beralih bertanya kepada Joana dengan tersenyum lembut.

"Saudari Joana Adelia Barata, di hadapan Tuhan, hamba-Nya dan seluruh jemaat yang menyaksikan, bersediakah engkau berjanji menerima saudara Argenta Gunawan menjadi suamimu, baik dalam susah dan duka, sampai maut memisahkan kalian berdua?"

Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Joana. Ia tetap diam dengan pandangan kosong ke depan. Seolah-olah pikirannya tidak ada di situ.

Mendadak semua kebahagiaan yang dirasakan Argenta barusan berubah menjadi kepanikan. Ia takut Joana membatalkan semuanya. Sedangkan di barisan para hadirin, seluruh keluarga yang menyaksikannya ikut gelisah akibat perbuatan Joana. Bisik-bisik mulai terjadi membuat suasana semakin tegang.

"Ana..." bisikan lirih Argenta berhasil menyadarkan Joana dari lamunannya. Detik itu juga Argenta tahu bahwa sudah sangat sulit untuk meraih hati Joana kembali.

Melihat Joana sudah kembali fokus, dengan sabar Pak pendeta kembali mengulangi pertanyaannya. "Saudari Joana Adelia Barata, di hadapan Tuhan, hamba-Nya dan seluruh jemaat yang menyaksikan, bersediakah engkau berjanji menerima saudara Argenta Gunawan menjadi suamimu, dalam suka dan duka sampai maut memisahkan kalian berdua?"

Joana seperti dejavu. Beberapa bulan yang lalu, ia juga pernah mengalami seperti ini bersama Frans. Sama-sama berjanji untuk setia sampai maut memisahkan. Hanya saja dalam waktu singkat semuanya terbukti dengan pahit. Frans benar-benar pergi meninggalkannya untuk selamanya. Mengingat hal itu memancing air mata Joana kembali jatuh. Luka itu dipaksa terbuka lagi.

"Saya berjanji." Joana berkata dengan suara parau bahkan nyaris seperti bisikan. Air matanya terus jatuh membasahi pipinya. Ia tidak terima kenapa harus dia yang dipilih untuk menjalani takdir yang kejam ini.

Janji pernikahan yang biasanya merupakan momen paling romantis dalam acara pernikahan, berubah menjadi kesedihan. Argenta yang berdiri di samping Joana, tak tahan ingin memeluk wanitanya itu. Ia mau Joana mengetahui bahwa dirinya selalu ada untuknya.

Untungnya Pak Pendeta seperti memahami situasi yang terjadi. Acara pertukaran cincin segera dilakukan. Argenta lebih dulu memasangkan ke jari Joana, kemudian sebaliknya.

Setelah itu, Argenta diperkenankan untuk mencium Joana sebagai penanda bahwa mereka telah resmi menjadi sepasang suami-istri.

"I love you," ucap Argenta pelan, ketika mencium kening Joana dengan penuh perasaan. Kini sudah tidak ada lagi yang memisahkan keduanya. Argenta hanya berharap agar Joana perlahan mau membuka hatinya kembali. Dan sampai saat itu terjadi, ia dan Josan akan sabar menunggu akan datangnya hari itu.

"Para jemaat sekalian, mari kita sambut Tuan dan Nyonya Gunawan..."












Untukmu SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang