28

10K 828 107
                                    


Sebelum turun dari dalam mobil, Argenta menyempatkan diri mengamati bangunan tua yang ada di depannya sekarang. Tadinya ia berpikir bahwa klinik yang akan didatanginya adalah bangunan ruko berkonsep minimalis yang letaknya di pusat kota. Tapi ternyata yang didapatinya adalah sebuah rumah yang dijadikan sebagai klinik. Meskipun tampak asri dan bersih tapi tetap saja kurang meyakink an baginya.

"Gen, ayo turun." Suara Joana membuyarkan lamunannya.

Argenta mengangguk lalu turun dari dalam mobil menyusul sang istri yang sudah lebih dulu masuk ke dalam klinik tersebut.

Di dalam pria itu cukup kaget melihat banyaknya orang yang memenuhi ruangan.
Penasaran, Argenta langsung bertanya kepada Joana. "Mereka juga mau periksa, An?" bisiknya pelan kepada sang istri.

"Hmm..." gumam Joana pelan tidak terlalu memerhatikan disebabkan dirinya sedang fokus menuju tempat pendafaran.

Wow hebat juga ini dokter! batin Argenta dalam hati. Buktinya pasien yang datang jumlahnya mengalahkan pasien di rumah sakit besar. Lihat saja saking banyaknya, sampai harus menunggu di luar.

"Biar aku aja yang daftar, kamu mending cari tempat duduk sana." Argenta menawarkan diri untuk menggantikannya.

"Serius kamu? Emangnya kamu bisa?" Joana terlihat tidak yakin.

Argenta nyaris menepuk jidat melihat reaksi sang istri. Kalau hanya masalah mendaftar sepertinya anak kecil juga tahu. Kok bisa-bisanya sih istrinya itu meragukan kemampuannya. "Kamu tenang aja. Mendingan cari tempat duduk sana. Gak baik berdiri lama-lama."

Tanpa membantah Joana segera pergi meninggalkan Argenta. Sedangkan Argenta langsung mendatangi meja pendaftaran.

"Dengan ibu siapa ditulis, Pak?" tanya seorang perawat ketika menanyakan nama kepada Argenta.

"Joana," beritahu Argenta. A nya satu aja, ejaan Indonesia.

Perawat itu mengangguk mengerti kemudian lanjut menulis. "Lalu nama belakangnya, Pak?" sambungnya kemudian.

"Gunawan." Tanpa ragu Argenta menyebutkan nama keluarganya untuk disematkan menjadi nama belakang sang istri.

"Joana Gunawan," ucap Perawat tersebut mengkonfirmasi.

Argenta mengangguk semangat. Hatinya menghangat ketika mendengar gabungan nama mereka disatukan dan diucapkan di depannya. Mungkin terdengar sepele bagi yang lain, tapi tidak baginya.

"Oke, ini nomor antriannya ya Pak." Argenta menerima dengan senyum. "Nanti kami panggil namanya. Bapak bisa duduk dulu, sebelum gilirannya."

"Makasih, sus."

"Sama-sama Pak."

Selepas itu Argenta bergegas keluar dari barisan mencari keberadaan sang istri tercinta yang tadi sudah berpesan berada di teras klinik.

Langkahnya terhenti ketika menemukan sang istri sedang duduk melamun di tengah keramaian seorang diri. Ada raut sendu tergambar jelas di wajah cantiknya. Ingin sekali rasanya Argenta membuang semua kesedihan itu. Mengatakan kepada Joana, bahwa semua akan baik-baik saja. Namun sayang istrinya tidak membiarkan dirinya membuktikan hal tersebut. Hanya Frans yang dibiarkannya masuk di hati dan pikirannya. Sedangkan dirinya hanya pelengkap tak kasat mata saja. Sedih sih sebenarnya, namun Argenta berusaha tidak mempersoalkannya. Faktanya sekarang sang istri telah menjadi miliknya secara sah. Jadi apa lagi yang perlu dikhawatirkannya.

Tidak ingin memusingkan perkara tidak jelas, Argenta segera melangkah menghampiri Joana.

"Maaf menunggu lama," ucapnya berkata riang.

Joana mengangguk tersenyum maklum. "Udah dapat nomor antriannya?"

"Udah, kita dapat nomor 54." Argenta menunjukkan kertas nomor antrian di tangannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untukmu SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang