"Jadi, kamu mengundang mereka untuk datang ke rumah kita?" Frans bertanya kepada Joana saat mereka sedang berjalan di lobby hotel. Akhirnya setelah melewati perdebatan absurd mereka, keduanya keluar dari kamar menjelang siang hari.
"Iya." Joana mengangukkan kepalanya. "Kamu tidak keberatan, kan?" Joana menatap Frans dengan cemas.
"Tentu saja tidak."
Joana tersenyum lega.
"Selain itu, apa Argenta tidak mengatakan apapun?"
"Maksudmu?"
Frans menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Misalnya tentang keluargamu?" Tanya Frans hati-hati dengan raut bersalah.
Joana menghentikan langkahnya, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak ada. Sepertinya dia juga masih belum dimaafkan oleh keluargaku" di ujung kalimat terdengar nada penyesalan dalam suaranya
Frans mendesah pelan, kemudian mengelus punggung Joana dengan sayang. "Semoga keluargamu dapat memaafkan kita bertiga."
Joana tersenyum tipis mengamini ucapan Frans. Ia rindu dapat berkumpul kembali dengan keluarganya. "Kalau suatu saat mereka sudah memaafkan kita, kamu mau kan Frans menemaniku mengunjungi mereka?"
"Pertanyaan apa itu?" Potong Frans lembut, "tanpa disuruh dua kali pun, aku pasti akan dengan senang hati menemanimu, sayang," ujar Frans sungguh-sungguh. Tak ada terlihat keraguan di wajahnya.
"Terima kasih, Frans," ucap Joana penuh haru.
Frans menggangukkan kepalanya, lalu membawa Joana ke dalam pelukannya. Walaupun cuma sebentar, namun Joana dapat merasakan Frans seolah memberinya kekuatan.
"Jadi, kita mau makan siang di mana siang ini?" Frans bertanya ceria untuk mengalihkan pembicaraan mereka. Ia tak ingin Joana lama-lama larut dalam kesedihan.
Joana terlihat berpikir sebentar, "Kata Laura tak jauh dari sini ada restoran enak." Ia teringat ucapan sahabatnya itu semalam sebelum wanita itu pulang ke Jakarta.
"Ya sudah, kalau begitu ayo kita ke sana." Ajak Frans yang langsung disambut Joana dengan tak kalah antusiasnya.
"An," tiba-tiba frans menghentikan langkahnya.
"Apa?"
Frans menunjukkan cengirannya, "Dompetku ketinggalan,"
"Apa?!" Joana tanpa sadar mengeraskan suaranya. "Jangan bilang kamu ternyata pria bokek. Ya Tuhan, suami macam apa yang kupilih ini?!" Seru Joana dengan mendramatisir. Sepertinya sulit bagi pasangan ini untuk bicara serius lama-lama.
Frans tertawa geli melihat reaksi Joana yang terlalu berlebihan.
"Apa aja ada di dalamnya, Frans? Kalau cuma selembar uang merah mending gak usah deh," ucapan Joana terkesan meremehkan.
"Sepele kamu, An. Gini-gini suamimu ini punya Black card." jawab Frans santai, namun berhasil membuat mata istrinya itu terbelalak.
Diam-diam Frans senang sekali dapat mengerjai Joana. Yang benar saja, mana mungkin mantan gigolo seperti dia dapat memiliki kartu sakti tersebut. Kalau Argenta boleh jadi.
Tak disangka jawaban asal Frans dapat membuat sikap Joana langsung berubah. "Aku tidak menyangka suamiku sekaya itu," ujar Joana bahagia dengan matar berbinar. "Tunggu apalagi, cepat ambil sana dompetmu, sayang!" Perintah Joana tak sabaran.
"Tapi nanti takutnya kamu kelamaan nunggunya," sambil menahan senyum, Frans pura-pura berat meninggalkan Joana.
Joana menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak masalah. Pergi sana cepat!" Joana mendorong tubuh Frans agar bergerak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu Segalanya
RandomSekuel 'Terukir indah namamu' "Aku akan memberikan segalanya kepadamu. Hatiku, pikiranku, bahkan jiwa ini akan kuberikan untukmu. Agar kamu mengetahui bukti kesungguhan cintaku." -Argenta Gunawan- Karena kesalahannya di masa lalu, Argenta harus keh...