9

9.7K 1.1K 127
                                    

Argenta menepati janjinya untuk tidak lagi menemui Joana. Perlahan, ia belajar untuk mengubur perasaannya yang diam-diam sempat kembali tumbuh pasca meninggalnya Frans.

Sayangnya janji itu tidak berlaku bagi Maminya. Wanita yang telah melahirkannya itu tetap pada niat awalnya, yaitu menjodohkan putra semata wayangnya itu kepada wanita yang dirasanya begitu pantas mendampinginya saat ini. Yaitu Marinka.

"Mami tidak bisa seperti ini, ini sama sekali tidak sesuai kesepakatan kita." Argenta menyatakan keberatannya saat Maminya menjebaknya untuk makan siang bersama Marinka. Padahal awalnya dia ditelepon untuk menemani Maminya makan siang di kafe dekat kantor

"Ini hanya makan siang biasa. Tidak ada maksud apa-apa, Genta." Bantah Maminya tak mau kalah. Senyumnya masih tetap tersungging manis di depan calon menantu idamannya. Ia tidak ingin Marinka merasa tidak enak hati melihat perdebatan mereka.

Mendengus kasar, Argenta menjatuhkan bokongnya tepat di samping Maminya. Ia tahu ini tidak akan mudah, tapi ia masih waras untuk tidak mempermalukan Maminya kali ini di depan wanita cantik yang sedari tadi terus menyunggingkan senyumnya kepada Argenta.

Marinka yang sedari tadi melihat suasana tidak enak, mencoba untuk terus bersikap tenang. Hatinya tidak enak mengetahui Argenta menolak bertemu dengan dirinya. Jujur, itu sedikit membuatnya tersinggung. Padahal ini pertama kali mereka bertemu, tapi Argenta sudah langsung menunjukkan sikap antipatinya.

Melihat Argenta sudah mau duduk di sebelahnya, Mami langsung merasa lega. Satu tahap telah terlewati. Ia percaya, lambat laun putranya itu pasti akan tertarik dengan Marinka lalu melupakan Joana.

Makan siang kali itu sama sekali jauh dari kata enak. Argenta masih betah memasang wajah datarnya. Dia hanya sesekali menjawab ketika ditanya. Satu-satunya yang terlihat begitu semangat dengan pertemuan makan siang itu hanya maminya saja.

"Kalau ada waktu sebaiknya Marinka datang berkunjung ke rumah tante. Nanti biar kenalan sama Josan, cucu Tante. Anaknya baik, tante yakin dia pasti suka sama kamu."

Marinka tersenyum sopan menanggapi ucapan maminya Argenta. Diam-diam tatapannya melirik Argenta yang tetap memasang wajah datar. Ia sadar bahwa pria di depannya sepertinya tidak menyukai dirinya. Jelas-jelas Argenta menunjukkan sikap enggannya. Karena itu ia tidak ingin berkomentar banyak.

"Iya tante, nanti kalau ada waktu saya usahakan."

Mendengar jawaban dari Marinka membuat Mami tersenyum sumringah. Cepat atau lambat, ia yakin Marinka pasti akan bisa meluluhkan hati Josan. Bila Josan sudah dapat, otomatis Argenta pasti akan lebih mudah diraih hatinya. Memikirkannya saja membuat mami menjadi semangat. Tak sabar rasanya melihat Argenta jauh dari bayang-bayang Joana.

"Pekerjaan kamu gimana? Lancar?"

"Semua berjalan dengan baik, tante."

"Syukurlah. Tahu enggak tante senang banget bisa mengenal kamu. Kamu kan tahu, tante punya cucu yang masih kecil, jadi kalau terjadi apa-apa, tante dapat mengandalkan kamu. Tidak perlu jauh-jauh cari dokter, karena sudah ada kamu yang pasti akan bisa merawat Josan. Yang pasti lebih berkualitas, tidak seperti yang lain."

Entah apa maksud lain dari pujian maminya Argenta kepadanya, namun Marinka sedikit merasa wanita paruh baya itu terlalu berlebihan memujinya. Padahal dia hanya dokter anak biasa, yang jauh dari kata terkenal.

Argenta yang paham maminya sedang menyindirnya memilih untuk tetap melanjutkan makannya.

Untungnya makan siang yang jauh dari kata enak itu, akhirnya selesai juga. Tanpa basa-basi yang panjang, Argenta segera pamit meninggalkan keduanya.

Untukmu SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang