Argenta masih tidak bisa melepas senyumnya saat kedua mertuanya berjalan mendekati ranjang Joana.
"Bagaimana keadaan Ana?" Barata yang tidak menaruh curiga terhadap senyuman Argenta bertanya pelan kepada pria itu.
"Masih seperti tadi, Pa. Tapi Papa sama Mama jangan khawatir. Ana pasti baik-baik saja." Kali ini tak ada keraguan dalam nada suara Argenta. Pria itu sudah menyaksikan sendiri bagaimana kerasnya wanita yang sangat dicintainya itu tadi saat melawan dirinya. Awalnya memang sengit, namun dipastikan kemenangan berhasil di raih Argenta dengan sukses.
Barata mengehela nafas berat. "Semoga saja, Gen..." mata tuanya menatap Argenta sendu. Tak ayal membuat Argenta menjadi cemas. Ia khawatir beban pikiran yang dialami ayah mertuanya sekarang, dapat membuat kesehatannya menurun.
Melihat interaksi suami dan mantan menantunya, membuat Astri mendengus tidak suka. "Kamu pulang saja. Sebentar lagi Indra akan datang menyusul ke sini. Biarkan kami keluarganya yang mengurus Ana." Astri sengaja memperjelas dimana posisi Argenta saat ini.
Seandainya saja Argenta mempunyai hati yang kerdil, tentu saja ucapan Astri barusan membuatnya tersinggung. Namun Argenta sama sekali tidak sakit hati atas perkataan ibu mertuanya itu. Kilasan persetujuan Joana yang mau menikah dengannya dalam waktu dekat ini membuat seluruh bara api di hati Argenta berubah menjadi lelehan madu yang luar biasa manis.
"Ma, jangan bicara seperti itu!" Barata yang tidak senang mendengar ucapan istrinya itu, menegur Astri dengan suara keras. "Kalau tidak ada Argenta, entah bagaimana jadinya tadi. Seharusnya kita itu mengucapkan terima kasih kepada dia, bukan malah mengusirnya."
Joana yang sedari tadi diam-diam mendengarkan pembicaraan ketiganya, kali ini ikut setuju dengan perkataan papanya.
Astri yang tidak suka melihat suaminya lebih membela Argenta, menjadi murka. "Terserah Papa! Yang penting Mama tidak suka dengan keberadaannya." secara terang-terangan wanita paruh baya itu menunjukkan aura permusuhannya kepada Argenta.
Ingin rasanya Argenta melerai pertikaian keduanya, namun dirinya takut semakin memperparah keadaan. Lagipula ibu mertuanya jelas tidak akan menerima apapun perkataannya. Karena itu, rencana ingin melamar Joana, Argenta pikir sebaiknya ditunda dulu.
Untungnya tak berapa lama kemudian Indra datang bersama istrinya. Otomatis membuat Astri dan Barata menghentikan perdebatan mereka.
"Bagaimana keadaan Ana, Ma?" Indra langsung menanyakan kondisi adiknya itu tanpa menyadari kehadiran Argenta yang tertutupi punggung ayahnya.
"Kondisinya ngedrop. Dokter bilang harus ditangani dengan baik. Teringatnya mana anak-anakmu?" Dibalik kecemasannya, Astri masih sempat memikirkan keberadaan cucu-cucunya.
"Mereka aman di rumah mertuaku, Ma," sahut Indra cepat. Saat ini ia lebih butuh mendengar penjelasan kedua orangtuanya. "Jadi, tidak ada yang parah kan?" Indra kembali menanyakan kondisi Joana. Matanya tak lepas memandang Joana yang terbaring pucat.
"Tidak ada." Jawab Astri melegakan Indra. Namun kelegaannya itu tidak bertahan lama ketika Astri melanjutkan kalimatnya. "Tapi ada hal lain yang lebih buruk, nak..."
"Maksud Mama?" Serempak Indra dan istrinya memandang Astri dengan penuh tanya.
"Kita perlu bicara sekeluarga. Tapi saat ini ada orang lain di tempat ini. Jadi, mama tidak bisa mengatakannya sekarang." Mata Astri melirik Argenta dengan sinis. Indra dan Rita yang tadinya luput memperhatikan Argenta, akhirnya menyadari juga kehadiran pria itu. Kini, mereka mengerti ucapan mamanya.
"Untuk apa kamu ke sini?" Sama seperti Astri, Indra juga masih terlihat belum memaafkan adik iparnya itu.
"Genta yang membawa kami ke rumah sakit." Belum sempat Argenta menjawab, Barata sudah lebih dulu angkat suara mencoba menjelaskan. "Papa tidak tahu harus bagaimana, bila seandainya Argenta tidak ada."
"Tanpa dia pun kita bisa membawa Joana ke sini, Pa. Tidak usah terlalu berlebihan menceritakannya." sinis Astri kesal.
"Ma!" suara Barata mengingatkan sikap istrinya itu.
"Mama memang betul kok," sewot Astri.
Tak ingin memperkeruh suasana, Indra yang dasarnya masih bisa berpikir normal, tidak memperpanjang masalah mengenai keberadaan Argenta.
"Kami sudah di sini semua. Kamu sudah bisa pulang, kalau mau pulang. Terima kasih atas bantuannya tadi." Secara tidak langsung, Indra juga menyuruh Argenta meninggalkan tempat itu.
Argenta bukan orang yang muka badak. Yang tidak tahu malu walau sudah diusir berkali-kali. Mendapat dua kali pengusiran dengan waktu yang berdekatan, membuat pria itu memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Bukan, dia bukan membenci perlakuan keluarga Joana terhadap dirinya. Cintanya yang besar mengalahkan logikanya. Hanya saja Argenta mencoba mengerti, mungkin mereka butuh ruang membahas bagaimana kehidupan Joana kedepannya. Dan Argenta berharap, di dalam kehidupan Joana ke depannya ada namanya tertulis di situ.
"Ma, Pa, kalau begitu aku pamit pulang dulu. Kalau ada apa-apa tolong hubungi aku. Mungkin kalau tidak ada halangan besok aku akan kembali datang bersama Josan menjenguk Ana."
"Tidak usah datang lagi. Ana baik-baik saja bersama kami." potong Astri ketus. Membuat keluarganya menjadi tidak enak hati kepada Argenta.
Setelah Argenta keluar meninggalkan ruangan itu, Astri segera mengatakan kondisi Joana yang sebenarnya kepada anak dan menantunya.
Tentu saja reaksi awal yang ditunjukkan oleh sepasang suami-istri itu adalah terkejut. Mereka tidak mengira Joana hamil di saat kondisi fisik dan mentalnya sedang menurun.
"Mama berencana ingin menggugurkan kandungan adikmu."
"Kenapa Mama bisa sampai berpikir begitu?!" Indra sedikit meninggikan suaranya saat protes kepada mamanya. Indra tidak habis pikir dengan pikiran ibu kandungnya tersebut.
"Kondisi Ana tidak memungkinkan untuk hamil saat ini."
"Itu tidak bisa dijadikan alasan, Ma. Bagaimanapun kondisi Ana, sebagai keluarga kita harus mendampinginya. Apalagi ini tentang kehamilan, wanita normal mana yang mau menggugurkan kandungannya?"
"Kamu tidak mengerti situasinya, Indra. Mama yakin ini yang terbaik untuk Ana." Astri masih bersikeras dengan idenya tersebut.
Indra tidak percaya mamanya tega melakukan hal itu kepada adiknya. "Aku tidak setuju sama sekali dengan pemikiran mama kali ini."
"Papa juga." Barata juga ikut menimpali. "Sedari tadi papa sudah menolak usulan mamamu itu. Papa takut adikmu semakin membenci kita bila ia tahu kejadian ini." Lanjut Barata lagi sambil menatap Joana sedih.
Sedangkan tanpa semua menyadari Joana masih tetap menutup matanya menyimak pembicaraan mereka. Hatinya mengatakan ingin mendengar semua isi hati keluarganya. Kecuali mamanya, Joana menilai seluruh keluarganya tidak mempermasalahkan kehamilannya. Tapi terlahir sebagai anak kandung di keluarga itu, Joana tahu bagaimana kerasnya watak Mamanya. Tak satupun yang dapat menolak keputusannya Satu-satunya jalan yang bisa menyelamatkannya hanya tinggal menunggu keberanian Argenta untuk menjalankan kesepakatan mereka. Tapi melihat kebencian keluarganya kepada Argenta, Joana jadi ragu akan berhasilnya rencana mereka.
Kalau begitu, bisakah ia mempercayai mantan kekasihnya itu kali ini?
Tbc....
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu Segalanya
DiversosSekuel 'Terukir indah namamu' "Aku akan memberikan segalanya kepadamu. Hatiku, pikiranku, bahkan jiwa ini akan kuberikan untukmu. Agar kamu mengetahui bukti kesungguhan cintaku." -Argenta Gunawan- Karena kesalahannya di masa lalu, Argenta harus keh...