11

8.8K 1.1K 224
                                    

Di antara ketiganya, Argenta adalah orang yang pertama kali berhasil buka suara. "Apakah kandungan Ana baik-baik saja, dok?" dibandingkan menanyakan usia kandungannya, Argenta lebih memilih menanyakan kondisi Joana. Ia tak ingin janin yang sejujurnya tidak diinginkannya itu mengganggu kesehatan Joana.

"Syukurnya kandungan ibu Joana cukup kuat. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama ibunya terus menjaga kesehatan tubuh dan pikirannya," sahut dokter tersebut dengan lugas. "Kami harap, bapak dan keluarga dapat membantu menjaga kesehatan ibu," tambah pria itu sambil tersenyum hangat kepada Argenta. Mungkin dalam benaknya, Argenta adalah suami Joana. Suami yang sangat perhatian kepada istrinya.

Tidak ingin memperpanjang, Argenta berusaha tersenyum tipis menutupi kegundahan hatinya. Berbeda dengan kedua mertuanya, sedari tadi pasangan suami istri itu hanya terdiam membisu. Bahkan hingga dokter meninggalkan ruangan, keduanya masih enggan untuk buka suara. Entah apa yang dipikirkan keduanya, namun firasat Argenta mengatakan bahwa kedua mertuanya tersebut sama gundahnya dengan dirinya.

Menghindari suasana yang canggung dengan mertuanya, Argenta izin ke kamar mandi yang berada di dalam ruangan. Pria itu butuh untuk menenangkan diri sejenak. Informasi tentang kehamilan Joana membuatnya terpukul, namun tak lantas membuatnya membenci Joana. Rasa cintanya sedikitpun tidak berkurang kepada wanita itu.

Beberapa menit kemudian, setelah merasa dirinya cukup tenang, Argenta keluar dari dalam kamar mandi. Ia sedikit heran saat tak melihat keberadaan kedua mertuanya.

"Mama tidak mau Ana hamil, Pa! Mau bagaimana lagi kita harus menghadapi orang-orang?" Sayup-sayup Argenta menangkap suara mertuanya yang berada di balik pintu. "Kemarin kita masih dapat menutupi kabar pernikahannya dengan Frans, tapi bagaimana kalau hamil? Itu sangat susah Pa! Semua orang pasti akan tahu kebenarannya. Mama tidak sanggup kalau semua kenalan kita tahu kalau suami Ana adalah mantan pria tidak benar. Mama gak mau, Pa..." ucapan penuh emosi tadi berubah menjadi lirihan penuh keputusasaan di pendengaran Argenta.

Argenta mendesah pelan. Ia jelas-jelas tidak menyukai kehamilan Joana, tapi entah kenapa mendengar perkataan ibu mertuanya barusan membuat hatinya kurang suka. Benar, Argenta masih menyimpan iri karena Frans lebih dulu berhasil menikahi pujaan hatinya. Namun tak lantas rasa tak sukanya itu membuat dirinya ikut merendahkan martabat Frans. Apalagi orang yang tidak disukainya itu sudah lebih dulu meninggalkan dunia yang fana ini dengan tenang. Karena itu ia merasa kali ini ibu mertuanya itu sudah keterlaluan.

Tak nyaman menguping pembicaraan kedua mertuanya, Argenta berbalik memutar tubuhnya. Namun ketika ia berbalik pandangannya langsung bersirobok dengan mata Joana yang sejak kapan sudah sadar.

"An..." Argenta memanggil nama wanita pujaannya itu dengan suara tercekat.

Joana tidak menjawab panggilan Argenta. Wanita itu hanya meletakkan jarinya di bibir indahnya, mengisyaratkan Argenta untuk tidak bersuara.

Membuat Argenta tahu bahwa Joana telah mendengar semuanya.

Tidak mengindahkan larangan Joana, Argenta dengan berani mendekati Joana yang masih terbaring pucat.

"Jangan di dengarkan," Ada nada memohon dalam nada suara Argenta. Pria itu tidak ingin apa yang didengar Joana, menambah luka baru dalam hatinya.

"Aku hamil?" Joana bertanya dengan wajah serius.

Argenta mengangukkan kepalanya pelan. "Dokter memberitahukannya tadi," ucapnya disertai senyuman manis. Hilang sudah kebenciannya kepada janin tidak berdosa itu, begitu melihat wajah Joana yang menatapnya dengan intens.

Tidak peduli itu kebencian ataupun ketidak sukaan, namun bagi Argenta semua tatapan yang diberikan Joana baginya begitu berarti.

"Anak Frans?" Ketika mengatakan itu, segaris senyum muncul di bibir pucat Joana.

Untukmu SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang