26

7.6K 858 115
                                    

Abrakadabra...semoga masih ada yang nungguin ini cerita🤭🤣

Saat ini hormon kehamilan Joana bekerja dengan sangat baik mengendalikan dirinya. Terbukti tanpa tahu malu istri dari Argenta tersebut menangis sejadi-jadinya, seolah merasa yang paling disakiti.

Padahal andai saja dia mau mencerna dengan jernih, tentu saja kelakuan Argenta tadi bukanlah suatu perbuatan fatal yang mengakibatkan dirinya celaka. Hatinya percaya Argenta tidak mungkin tega mencelakakannya. Hanya saja emosinya sedang tidak stabil, sehingga membuatnya enggan berpikir rasional.

"An, please jangan nangis. Kamu boleh pukul aku, lakukan apa saja yang kamu mau, tapi tolong jangan nangis lagi ya, sayang." Suara Argenta terdengar parau membujuk Joana. Air mata yang dikeluarkan istrinya tersebut terasa turut menyakitinya. Dalam hati ia memaki dirinya karena kembali menyakiti wanita yang dicintainya itu.

"Ka-mu tahu, kamu itu ja-hat banget." Setelah beberapa menit menangis, Joana akhirnya buka suara juga meskipun dengan suara tersendat-sendat.

Argenta tanpa sadar menghembuskan nafas lega karena akhirnya Joana mau buka suara. "Ya, aku memang jahat banget sama kamu," jawabnya, menerima tuduhan tersebut.

"Kamu juga sering keterlaluan," tambah Joana mengeluarkan unek-uneknya sambil menghapus air matanya kasar.

"Maaf..." Ingin sekali rasanya Argenta menggantikan posisi tangan Joana saat ini, namun sekuat hati ia berusaha untuk tidak melakukannya. Jangan sampai tindakan lancangnya membuat Joana kembali marah.

"Enak aja hanya minta maaf doang!" dengus Joana tak terima. Sikapnya yang judes kembali muncul lagi. Hanya sebentar saja dia berperan sebagai istri tersakiti.

"Kalau begitu, kamu bisa hukum aku." Ucap Argenta memberikan penawaran. Mungkin saja dengan seperti itu Joana mau memaafkannya.

Tak juga mendapat jawaban dari sang istri, Argenta perlahan memberanikan diri mempersempit jarak di antara mereka. "Atau kalau tidak, kamu juga bisa siksa aku. Segala tindakan jahatku boleh kamu balas, asalkan bisa membuatmu senang."

"Akhirnya sadar juga kalau kamu itu jahat," potong Joana cemberut. Namun dimata Argenta sikapnya itu terlihat menggemaskan. Katakanlah dia berlebihan, tapi begitulah sebenarnya. Setiap yang berhubungan dengan istri tercintanya itu selalu membuat pria itu mendadak bodoh.

"Sudah dari lama sih sadarnya. Hanya saja kamu sudah keburu berpikir buruk terus sama aku." Argenta sama sekali tak malu mengakui kekurangannya di depan Joana.

"Siapa coba gak berpikir buruk. Perasaan dari dulu kamu terus yang buat kesalahan," cibirnya jengkel.

Argenta tertawa tanpa sedikit pun merasa tersinggung. Toh apa yang dikatakan sang istri barusan adalah sebuah kebenaran.

"Ngapain kamu tertawa?!" Joana mendelik sebal kepada Argenta. "Lagian dimana coba letak lucunya? Aku itu sedang nyindir kesalahan kamu lho Gen, harusnya itu dijadikan instropeksi diri." Sungutnya dengan nada seperti merajuk.

Kalau begini ingin rasanya Argenta mencium bibir indah milik sang istri. "Iya, ini juga udah instropeksi diri. Makanya aku pilih nikah sama kamu, biar ada yang ingetin kalau salah."

Joana spontan memutar bola matanya malas. Sejak kapan coba Argenta belajar gombal seperti itu? Seingatnya mereka baru saja bertengkar, bahkan air matanya saja belum mengering, namun bisa-bisanya pria itu berubah sikap menjadi perayu dadakan.

Lebih parahnya lagi pipinya bahkan sempat merona karena tersipu. Padahal belum lama ia begitu marah terhadap suaminya itu, tapi sekarang semuanya seolah sirna pergi entah ke mana. Benar-benar hormon sialan!

Untukmu SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang