1

20.4K 1.6K 70
                                    

"Namanya Marinka, seorang dokter anak. Mami yakin dia pasti jadi ibu yang baik untuk Josan."

Argenta diam saja mendengarkan pembicaraan ibunya. Matanya sama sekali tak tertarik untuk melihat foto gadis yang disodorkan wanita yang melahirkannya itu.

"Mami yakin dia wanita yang tepat untuk menjadi pasangan kamu. Udah cantik, baik, dan belum pernah menikah." Lanjut wanita yang masih terlihat cantik di usia paruh baya itu semangat.

Argenta masih tetap diam mendengarkan tanpa ekspresi.

"Mami harap kamu luangkan waktu untuk bertemu dengan Marinka. Bisa kan, Gen?" Maminya Argenta terlihat berharap putranya itu menyanggupi permintaannya.

Namun ia harus menelan kekecewaan saat melihat Argenta menggelengkan kepalanya tegas. "Dibanding aku, mungkin Mami yang lebih cocok temenan sama dia. Sama-sama perempuan, pasti nyambung." Ucap putranya itu santai.

"Tapi, Mami kan maunya kamu," ucap mami Argenta gigih. "Apa salahnya sih ketemu dulu, baru ngobrol-ngobrol. Mami yakin Marinka orang yang cerdas, pasti dia nyambung bicara sama kamu."

"Josan lebih menyenangkan diajak ngobrol. Dan itu cukup bagiku." Setelah mengatakan itu, Argenta bangkit dari duduknya. "Sepertinya sudah mau hujan, sebaiknya aku panggil Josan supaya kami pulang." Argenta terlihat sengaja mengakhiri pembicaraan dengan Maminya.

Namun belum sempat Argenta melangkah, ucapan Maminya berhasil menghentikan gerakannya.

"Sampai kapan kamu mengharapkan Joana? Dia sudah memiliki kekasih. Cepat atau lambat Joana pasti akan menikah dengan kekasihnya. Lalu apa yang kamu harapkan dari dia?"

"Tidak ada." Argenta memilih menjawab pertanyaan Maminya. "Lagipula hari ini Joana telah menikah dengan pria pilihannya."

Informasi yang diberikan Argenta berhasil membuat wanita paruh baya itu terbelalak.

"Joana menikah? Dari mana kamu tahu?" Tanya Maminya Argenta terkejut.

"Mereka memberitahukannya kepadaku."

"Lalu, kenapa kita tidak diundang?" Selidik Maminya Argenta. Ia tidak menyangka keluarga besannya itu sudah tidak menganggap mereka lagi.

"Hubungan mereka tidak direstui. Jadi, tidak ada pesta seperti yang mami pikirkan." beritahu Argenta tenang.

Diam-diam Maminya Argenta melirik reaksi putranya itu. Ia ingin tahu apakah putranya itu bersedih mengetahui Joana telah menikah. Namun raut wajah Argenta terlihat biasa saja.

Seketika itu juga memberi harapan baru bagi Maminya Argenta. Itu artinya putranya itu sudah melupakan sosok Joana. Tidak lama lagi nama itu akan terganti dengan nama baru. Dan ia berharap Marinka adalah orangnya.

"Kalau begitu, apalagi alasan kamu menolak Marinka? Josan membutuhkan sosok ibu. Mami yakin Marinka adalah orang yang tepat untuk memberikannya."

Argenta tertawa pelan. Ia salut melihat kegigihan Maminya tersebut. Bila Joana menikah, bukan berarti ia mau membuka hati untuk wanita lain. Ia terlalu malas untuk berurusan dengan asmara saat ini. "Josan tidak butuh sosok ibu, Mi. Josan cukup punya ayah yang bisa memberikan segalanya."

"Tapi sampai kapan kamu bisa menutupi kekosongan itu?" protes Maminya.

"Buktinya Josan bisa hidup sampai sekarang. Kurang apalagi?" Jawab Argenta datar. Namun wajahnya terlihat mengeras karena tak terima dengan ucapan maminya.

Untungnya pembicaraan ibu dan anak itu segera berhenti ketika Josan berlari mendatangi ayahnya. Tak ingin membuat putranya takut, Argenta merubah raut wajahnya menjadi senyuman lembut.

"Ayah...kita beli pizza, yuk..." bujuk Josan kepada Argenta dengan wajah menggemaskan.

Tentu saja permintaan kecilnya itu langsung dituruti oleh Argenta. Persis seperti yang dikatakannya tadi, ia berusaha memberikan apapun permintaan buah hatinya itu. "Ayo, kita beli pizza. Tapi sebelumnya, Josan pamit dulu sama Eyang putri," perintah Argenta mengajari putra kesayangannya itu.

Dengan patuh Josan melakukan seperti yang diperintahkan ayahnya. "Eyang, Josan sama Ayah pulang dulu, ya..."

Tersenyum lembut Maminya Argenta mengelus kepala Josan dengan penuh kasih sayang. "Iya, Sayang. Kalian hati-hati ya di jalan," pesannya tulus.

Josan mengangukkan kepalanya. Setelah itu ia berlari kecil menemui ayahnya yang berdiri memperhatikannya.

"Kami pulang dulu ya, Mi," Argenta mengangukkan kepalanya pelan sebelum benar-benar meninggalkan kediaman orang tuanya.

Melihat kepergian anak dan cucunya membuat Maminya Argenta tersenyum sendu. Ia iba melihat kehidupan putra semata wayangnya itu. Namun Argenta seakan menolak semua bantuan yang mereka tawarkan semenjak Josan lahir. Argenta memilih untuk membesarkan Josan sendirian tanpa campur tangan orang lain.

Karena itu, wanita paruh baya itu bertekad untuk mencarikan pendamping hidup yang tepat. Agar bisa menemani anak dan cucunya kelak.

Joana sudah tidak bisa diharapkan lagi. Kini, sudah ada Marinka yang bisa menggantikannya.Wanita cantik, polos dan berbudi luhur. Maminya Argenta yakin, gadis itu jauh seribu kali lebih baik dibandingkan Joana.

Wanita yang telah berhasil membuat putranya patah hati selama bertahun-tahun.





Untukmu SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang