4

11.7K 1.4K 217
                                    

"Barusan ada bom di Bali. Tepatnya di hotel tempat Ibu Joana menginap."

"Apakah mereka sudah ada dalam daftar nama korban?" Argenta bertanya kepada Herman dengan suara bergetar. Hanya Tuhan yang tahu betapa cemasnya ia saat ini. Argenta percaya, ia tidak akan sanggup bila terjadi sesuatu kepada Joana

Herman menggelengkan kepalanya cepat. "Belum ada, pak. Mungkin sebentar lagi akan dirilis." Jawab Herman pelan, sambil menatap Argenta dengan prihatin. Ia tahu bagaimana terpukulnya atasannya itu mendengar berita ini.

"Kalau begitu segera siapkan pesawat, siang ini juga kita akan berangkat ke Bali!" Argenta segera memerintahkan Herman. Ia bisa gila kalau hanya menunggu kabar Joana dari pemberian media. Saat ini ia butuh melihat keadaan wanita yang dicintainya itu secara langsung.

"Tapi, menurut berita, bandara ditutup pak, untuk sementara." ujar Herman memberi penjelasan.

Informasi yang diberikan Herman membuat Argenta lemas. Kenapa semuanya harus sesulit ini?

"Segera pikirkan cara lain. Bagaimanapun caranya, pastikan siang ini juga kita harus berangkat ke sana."

Melihat Herman yang masih juga belum beranjak dari hadapannya, Argenta berteriak gusar.
"Tunggu apalagi?! Cepat kerjakan sekarang juga!"

Mendapat bentakan dari Argenta, Herman dengan segera meninggalkan ruangan tersebut. Sepertinya ia harus segera mengurus keberangkatan mereka, sebelum semakin memancing kemarahan bos nya tersebut.

Setelah menghilangnya Herman dari hadapannya, Argenta segera mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. Seseorang yang bisa membantunya saat ini.

"Halo," jawab suara seorang pria dari seberang sana.

Tak ingin membuang waktu untuk berbasa-basi, Argenta segera mengatakan maksud dan tujuannya. "Joana ada di Bali..."

"Lalu?"

"Ia dan suaminya menginap di hotel yang terkena bom siang ini."

"Jadi, apa yang kau inginkan?" tanya pria itu to the point. "Perlukah aku mewakilimu untuk menangisi kematian wanita yang kau cintai itu?" kekehnya geli.

Mengabaikan ucapan kurang ajar lawan bicaranya, Argenta segera mengatakan maksudnya. "Hubungi orangmu. Segera temukan posisi keduanya. Sebentar lagi aku akan tiba di sana."

"Hahaha...aku tidak menyangka, ternyata seorang Argenta terjebak sebagai pebinor. Dirimu terlalu sempurna untuk menyandang gelar tersebut." ejek pria di seberang sana.

Mendengar ejekan lawan bicaranya, ingin sekali Argenta memakinya. Namun kali ini ia harus menahan kesabarannya demi menemukan Joana. "Tutup mulutmu!" desisnya tajam. "Cukup lakukan saja apa yang kupinta."

"Baiklah, aku akan melakukannya. Tapi kau tahu kan, bahwa berhubungan denganku pasti ada imbalannya?"

"Aku mengerti. Pastikan sebelum aku tiba di sana, orangmu sudah mengurus Joana dengan baik."

"Hm..." gumam lawan bicara Argenta menyetujui. "Katakan apa yang bisa kau berikan?"

Argenta terdengar menarik nafas dalam sebelum mengatakannya, "Kupastikan wanitamu aman dari jangkauan keluargamu. Tidakkah itu cukup bagimu?"

Hening sejenak.

"Akan kupegang kata-katamu."

***

Joana merasa Tuhan Tidak adil.

Masih jelas di ingatannya bagaimana bahagianya dia pagi ini. Terbangun dalam dekapan Frans yang merupakan suaminya dalam dua hari ini, kemudian larut dalam pembicaraan merencanakan masa depan mereka yang pasti akan indah.

Untukmu SegalanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang