Argenta baru mengetahui ternyata menikah dengan orang yang dicintai tidak menjamin kebahagiaan. Karena kenyataannya hingga hari ini Joana masih tetap menjaga jarak darinya. Sehingga membuat Argenta semakin kesulitan untuk membuka hati istrinya itu.
"Kami berangkat dulu, hati-hati di rumah." Argenta mengatakan itu kepada Joana sambil mengikat dasinya dengan cepat. Pagi ini dia ada rapat penting, sehingga membuatnya sedikit terburu-buru. "Kalau ada apa-apa segera hubungi aku, " Joana hanya mengangguk pelan, matanya menatap Argenta dengan kosong. Sedikitpun wanita itu tidak tergerak membantu suaminya itu. "Minum susumu dan jangan lupa makan tepat waktu," di akhir kalimat ada senyum di bibir Argenta. Walaupun berat hidup yang dijalaninya, namun tak dapat dipungkirinya bahwa Argenta menikmati saat ini ia berhak penuh terhadap Joana.
"Oke." Seperti biasa jawaban Joana hanya sesingkat itu. Kemudian ia bangkit berdiri hendak mengantarkan Josan dan Argenta sampai ke depan pintu.
Argenta yang melihat itu, segera mencegahnya. "Tidak usah," ucapnya cepat. "Biar aku yang tutup pintu. Kamu habiskan saja sarapanmu," mata Argenta tertuju kepada nasi goreng buatannya yang sama sekali tidak tersentuh oleh Joana.
"Tidak apa-apa," Joana menolak usulan Argenta. Masalahnya, ia tidak ingin membuat Josan kecewa. Dirinya tidak bisa menutup mata bahwa keponakan kecilnya itu mengharapkan perhatiannya sebagai seorang ibu. Sekedar mengantarkan ke depan pintu bukanlah sesuatu yang berat untuk dilakukan.
Tak ingin membuat Joana tersinggung, Argenta akhirnya membiarkan Joana mengantarkan mereka sampai ke depan pintu. Ia lega melihat istrinya itu tidak mengabaikan putranya. Bukankah Josan adalah salah satu alasannya untuk menikahi Joana? Jadi, Argenta merasa bahwa tindakannya menikahi Jiana tidak sepenuhnya salah. Paling tidak, di antara mereka bertiga ada Josan yang bahagia.
"Da-da, Bunda...!" Josan melambaikan tangannya kepada Joana dari dalam mobil ayahnya. Sedangkan Argenta terlihat sibuk dengan kemudinya sebelum ia juga ikut melambaikan tangan kepada istrinya itu. Lalu tak lama mobil yang membawa keduanya menghilang dari hadapan Joana.
Seperginya Argenta dan Josan dari hadapannya, Joana menghembuskan nafasnya lelah. Sesungguhnya ia merasa terbebani dengan semua ini.
Dengan langkah gontai, Joana kembali masuk ke dalam rumahnya. Nasi goreng yang masih berada di atas meja makan sama sekali tidak dipedulikannya. Seperti biasa, setelah Argenta dan Josan telah pergi, maka Joana akan duduk di ruang tengah menghabiskan waktunya sambil menatap foto Frans yang masih tetap tergantung gagah di dinding ruangan tersebuy. Tak jarang wanita itu tertidur kelelahan karena menangis meratapi kematian suaminya itu. Biasanya ia akan terbangun bila Josan telah pulang dari sekolahnya.
"Frans..." Joana berbicara lirih kepada foto Frans yang terlihat tersenyum menawan. "Sampai kapan harus seperti ini..." isaknya pedih. Kalau bukan karena anak yang di dalam kandungannya, Joana yakin mungkin ia sudah tidak sanggup lagi menatap dunia ini. Ditinggalkan Frans jauh lebih sakit dibandingkan pengkhianatan yang dilakukan oleh Argenta di masa lalu.
Tangis Joana harus terhenti saat mendengar ponselnya berbunyi. Dengan enggan akhirnya wanita itu berjalan ke dalam kamar tidurnya untuk mengambil ponsel tersebut.
Wajah sedihnya seketika berganti menjadi senyuman saat menatap nama Laura yang tertera di layar androidnya.
"Halo," sapanya dengan suara serak.
"An," balas Laura di seberang sana.
"Bagaimana kabarmu dan Arman?" Joana tak sabar menanyakan kabar sahabatnya itu. Keduanya telah pindah ke Kanada sebulan yang lalu tanpa sempat mengetahui pernikahannya dengan Argenta.
"Kami baik-baik saja di sini," terdengar di telinga Joana suara Laura kelihatan bahagia. "Udaranya sejuk, buat betah berlama-lama tidur. Sekarang Arman sudah berubah menjadi kebo. Ada tempat dikit, langsung pelor," ceritanya semangat. Tak ayal membuat Joana ikut tertawa. Dalam kepalanya ia membayangkan bagaimana kehidupan kedua sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu Segalanya
Ngẫu nhiênSekuel 'Terukir indah namamu' "Aku akan memberikan segalanya kepadamu. Hatiku, pikiranku, bahkan jiwa ini akan kuberikan untukmu. Agar kamu mengetahui bukti kesungguhan cintaku." -Argenta Gunawan- Karena kesalahannya di masa lalu, Argenta harus keh...