Tiga bulan kemudian
Hembusan angin menerpa wajah cantiknya. Menatap sendu sebuah nisan yang tak pernah lelah ia kunjungi. Di tangannya terlihat sebucket bunga yang selalu ia bawa setiap kali mengunjungi tempat itu. Menghirup dalam-dalam aroma mawar putih yang menjadi favorit seseorang yang sudah lebih dulu berpulang.
"Aku baru datang." ucapnya.
Perlahan ia berjongkok lalu meletakkan bucket bunga yang ia bawa di atas nisan itu. Terlihat lebih cantik, ia tersenyum menatap tempat peristirahatan terakhir yang bersih dan terawat. Tentu saja, ia membayar seseorang untuk selalu membersihkan makam itu.
"Akhir-akhir ini aku sangat sibuk. Mungkin akan sedikit jarang kemari." ucapnya kembali bermonolog. Tangannya terulur mengusap lembut nisan di hadapannya.
"Apa kau bahagia di sana?" pertanyaan yang selalu ia ajukan.
Huft
Menghela nafas lelah, lalu berusaha tersenyum. Sedikit memaksakan diri untuk tetap tegar. Sudah tiga bulan lebih, dan ia belum sepenuhnya mengikhlaskan.
"Aku selalu menatap langit malam. Mommy bilang, aku bisa melihatmu di antara bintang-bintang itu. Apa kau menjadi salah satu dari mereka?"
Kembali hembusan angin menerpa wajahnya. Matanya terpejam, menikmati semilir angin yang menyejukkan hatinya.
"Aku marah padamu, kau mengingkari ucapanmu padaku. Seharusnya aku sadar bahwa kau sedang membohongiku saat itu."
Lagi-lagi ia merasa seseorang telah mengingkari janjinya.
"Aku janji... tak akan pernah meninggalkanmu."
Kalimat itu, janji terakhir yang begitu menyakiti hatinya. Mengapa semua orang begitu mudah mengucapkan janji, tapi dengan mudah pula mengingkarinya.
"Aku selalu merindukanmu. Aku berharap semua ini hanya mimpi. Dan saat aku bangun nanti, kau masih bersamaku."
Tapi rasanya mustahil. Sudah tiga bulan berlalu, dan semua semakin terasa nyata. Dia sudah benar-benar pergi. Meninggalkan luka terdalam bagi semua orang.
"Dia hanya berpesan, jangan pernah merasa bersalah. Dia sangat menyayangimu."
Merogoh sesuatu di saku jaketnya. Sebuah kertas, lebih tepatnya surat. Yang pertama dan terakhir. Belum pernah sekalipun ia membuka terlebih membacanya.
"Aku akan membacanya nanti."
Kemudian ia simpan kembali.Kedua tangan ia satukan lalu matanya terpejam. Memanjatkan banyak doa untuk seseorang yang sangat-sangat ia sayangi. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Melepas rasa rindunya dengan datang ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Kembali mengusap nisan itu, seraya tersenyum.
"Aku pasti datang lagi."
Flashback
"Naiklah." Yeri berjongkok di hadapan kakaknya. Seulgi sudah tidak kuat jika harus kembali berlari. Pandangannya mulai buram juga dadanya sangat sesak.
Dengan perlahan Yeri menarik dua tangan kakaknya, hingga kini posisi Seulgi sudah berada di punggung Yeri. Yeri berlari sekuat tenaga seraya menggendong kakaknya. Dapat ia rasakan nafas sang kakak yang terasa begitu berat.
Paru-parunya bermasalah. Yeri ingat itu.
"Bertahanlah, kita akan segera keluar." ucap Yeri pada kakaknya.
Langkahnya terhenti, Jaebum sudah berdiri di hadapannya. Gadis itu tak bisa berkutik. Tapi keadaan sang kakak sudah benar-benar mengkhawatirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE 2
Fanfiction"Inikah caramu menghukum ku?Jika iya, kau benar-benar berhasil melakukannya." "Mengapa kau tak mengatakannya dari awal!" "Satu kali pun kau tak pernah memberiku kesempatan untuk mengatakannya!" "Jika kau dengar ini, kembalilah. Hanya kau yang bisa m...