Lima

224 44 1
                                    

Di rumah, Bang Satria tidak henti-hentinya menertawaiku. Sampai-sampai dia terus-terusan memegangi perut saking senangnya melihat aku menderita.

"Tadi itu kocak banget, seriusan. Masa kamu ngakuin dirimu sendiri genderuwo," ucapnya diiringi tawa.

"Bang Sat, bisa diem nggak," rengekku kesal.

"Nggak bisa. Ada adegan lucu, masa dianggurin."

"Mama, tengok nih Bang Satria, dia ketawain aku mulu," pekikku mengadu ke Mama.

"Udah sih, Yang. Kasihan Acha-nya," lerai Kak Vanvan.

"Aduh." Bang Satria terus memegangi perutnya. "Aku nggak bisa berhenti ngakak."

"Mama, jewer kupingnya Bang Satria," aduku lagi ke Mama.

Detik itu juga, terdengar suara hentakan kaki Mama menuruni anak tangga. "Ini kucing sama tikus kenapa lagi?" tanya Mama sambil berkacak pinggang.

"Bang Sat nih, Ma, dia ketawain aku mulu," ucapku merengek.

"Satria, kenapa ketawain Acha?" selidik Mama.

Bang Satria mengusap kedua kelopak matanya yang berair akibat terlalu kuat tertawa. "Anak manja Mama ngakuin dirinya genderuwo. Haha..."

"Bohong, Ma," sergahku.

"Beneran Ma, serius. Tanya aja sama Vania," tutur Bang Satria.

"Bener begitu Nak Van?" Mama meminta penjelasan ke Kak Vanvan.

"Bener, Tante. Tapi itu bukan keinginannya Acha. Tadi dia disuruh ngomong begitu sama seorang cowok di kafe," jelas Kak Vanvan.

"Kok kamu mau, Cha?" tanya Mama padaku.

"Gegara syarat, Ma. Supaya itu cowok nggak laporin kafenya Bang Satria ke pers," akuku jujur.

"lho, kenapa bawa-bawa pers?"

"Tadi Acha ngatain cowok itu genderuwo."

"Buat apa, Cha? Kamu kenal sama dia?"

"Aku ngatain itu cowok genderuwo ada alasannya, Ma. Dia itu kurir rese yang ngatain packing-an Acha nggak rapi, terus dia juga ngatain Acha jelek."

"Kurir kemarin lagi?"

"Iya, Ma. Pokoknya dia manusia paling rese di muka bumi ini. Acha benci sama dia, tapi kenapa ada dia mulu di mana-mana."

"Uluh-uluh, kasihannya anak Mama. Sini, peluk dulu." Mama merentangkan kedua tangannya.

"Kesel banget, Ma. Acha malu," rengekku seraya membalas pelukan Mama.

"Idih, manja. Salah sendiri kenapa ngatain orang sembarangan," sewot Bang Satria.

"Udah, Sat, jangan diledekin lagi adiknya. Kamu nggak kasihan sama Acha, dia dipermalukan di depan umum," tutur Mama membelaku.

"Nggak cuma Acha doang, Ma. Satria juga ikut malu tadi. Secara kan kafe itu punya aku, belum lagi yang bikin masalah adik aku. Seandainya Satria punya dua adik, ogah banget pasang badan buat Acha," celoteh Bang Satria.

"Beda, Sat, kamu kan cowok. Semisal cowok tadi ngajak berantem, kamu bisa gebukin dia. Beda sama Acha, dia cewek dan nggak bisa bela diri."

"Ya, ya, ya. Yang salah tetaplah Satria. Alasan klise, gara-gara Satria cowok sedangkan makhluk manja ini cewek. Gini amat pandang bulu." Bang Satria tetap tidak terima.

"Udah sih, Bang. Iyain aja. Sememangnya tugas seorang Abang adalah melindungi adiknya," kataku, menjulurkan lidah.

"Sip, Mama setuju," timpal Mama.

Suamiku Kurir Resek (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang