Seperti dugaanku kemarin, hari ini benar-benar telah menjadi hari yang sangat melelahkan. Dari pagi aku harus berjaga di laundry. Meng-interview para pelamar kerja, berlanjut menjadi mandor dadakan. Ya walau sebenarnya tidak perlu karena aku yakin para pekerja pasti melakukan operasional laundry dengan cukup baik, tetapi aku juga perlu memikirkan perasaan mereka. Jangan mentang-mentang bos aku malah sesuka hati keluyuran tanpa pernah turun tangan membantu karyawanku. Terlebih di saat-saat seperti ini, laundry sedang ramai-ramainya.
Setelah yakin pekerjaan di laundry tak lagi sebanyak pagi tadi, aku bergegas ke toko milik mama. Suasana di sana tak ada ubahnya dengan suasana di laundry. Semua karyawan sibuk tidak ketulungan.
"Untung kamu datang, Cha. Jadi sedikit banyak bisa bantuin Mama," tukas mama seraya mencari-cari sesuatu.
"Nyari apa, Ma?" tanyaku.
"Gaun brokat warna merah yang modelnya begini." Mama menunjuk layar ponsel.
"Oh, gaun ini. Bukannya ada di lantai dua, Ma?"
"Aduh." Sontak mama manepuk dhainya. "Tuh kan, untung kamu kemari."
"Lagian, Mama juga salah. Kenapa dari kemarin order-an nggak dikirim-kirim."
"Mama nggak mood buka hp. Semua pekerja Mama rumahkan, sampai admin pun Mama larang buka aplikasi olshop supaya nggak ninggalin jejak."
"Kemarin di rumah ada acara ya, Ma? Kok, Mama nggak ngabarin aku?"
"Iya, Sayang. Acaranya galau serumah tangga."
"Bang Satria bikin ulah, Ma?"
"Enggak."
"Terus, kenapa galau berjamaah?"
"Kita galauin kamu. Semenjak nggak ada kamu, rasanya rumah sepi banget. Papa juga nggak punya boneka buat dipencet-pencet hidungnya."
Seketika aku tertawa. "Kerasa kan sekarang. Dulu aja, Mama heboh pengen cepet-cepet nengok Acha nikah."
"Nggak masalah sih. Mungkin kami aja yang belum terbiasa. Ngomong-ngomong, gimana?"
"Apanya, Ma?"
"Nak Nerson. Baik nggak dia?"
"Hm... Not bad-lah, Ma. Kekurangannya cuma di isengnya doang."
"Nerson orangnya iseng?"
"Bukan iseng doang Ma. Tapi iseng parah. Sampai-sampai Acha puyeng ngadepin dia."
"Adil dong. Orang iseng bertemu orang iseng. Seperti pepatah bilang, jodohmu cermin dirimu."
"Ih... Mama nyebelin. Masa ngatain anaknya iseng, padahal Acha udah berharap banget dibelain sama Mama."
"Udah, jangan manja. Ingat umur, ingat status. Bentar lagi kamu punya anak yang pengen dimanjain. Kalau kamu manja, siapa yang manjain anakmu."
"Ah, Mama. Belum juga sebulan nikah udah ngungkit-ngungkit masalah anak."
"Wajar dong. Mama juga pengen cepet-cepet punya cucu."
Niat hati ingin menyanggah omongan mama. Namun tak jadi lantaran benda pipih di saku celanaku berdering.
"Mama ke atas," pamit mama.
"Sip, Ma. Nanti Acha nyusul."
Di layar ponsel, segera kutekan ikon berwarna hijau dan diberi simbol telepon. "Halo, Son."
"Halo, Acha-ku. Lagi di mana?"
"Di toko mama. Kenapa, lo mau pulang buat ganti kaos kaki?"
"Enggak. Emang kalau nanya keberadaan istri artinya kode pulang, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Kurir Resek (✓)
RomancePART MASIH LENGKAP Perhatian! Ini tulisan penuh plot hole. Cover: Pixbay Font Cover: Teks on Photo Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang ©TantiRH