"Bu, tolong packing barang atas nama Hartono, ya!" pintaku pada salah seorang pekerja. Rambutnya sebahu diikat rendah. Namanya Bu Lana, orangnya rajin. Beliau merupakan pekerja paling senior di sini.
"Baik, Nak," balasnya.
Yap, dia memanggilku demikian karena umurnya yang hampir sebaya dengan Mama. Hanya berbeda satu tahun.
"Kak Acha, ada orang mau melamar kerja," teriak Santi dari ruang kasir yang menjadi tempat kerjanya. Segala keperluan administrasi memang tidak selalu di-handle olehku. Selain tidak sempat juga aku yang dapat dikatakan tidak selalu berada di laundry, makanya meminta pertolongan pekerja lain yaitu Santi.
"Sebentar, ya," sahutku seraya menyerahkan plastik packing di tanganku kepada Bu Lana.
Kuhampiri calon pekerja baru itu. Beliau telah duduk sopan di sebuah kursi yang sengaja disediakan untuk tamu dan customer sembari menunggu barangnya siap di-packing.
"Kakak, kan, udah ada di sini. Jadi Santi ke belakang dulu ya, Kak," pamit Santi dan dibalas anggukan olehku.
Meski Santi kerjanya di bagian kasir, tak jarang pula dia ikut membantu pekerjaan yang lain seperti, melipat, menggosok atau bahkan packing barang.
"Siapa namanya, Pak?" tanyaku pada si pelamar kerja.
Benar, di laundry ini pekerjanya bukan hanya perempuan, tetapi juga laki-laki. Tugas mereka adalah mengantar barang ke customer pijat refleksi. Kebetulan jenis kain yang kami terima tidak sebatas dari rumah tangga, melainkan dari berbagai golongan termasuk pijat refleksi, hotel, dan lain sebagainya.
Beliau menjawab semua pertanyaan saya dengan baik dan sopan. Aku bukan tipikal orang yang kalau mencari pekerja punya kriteria tertentu. Bagiku rajin, baik, sopan adalah yang terutama. Maka interview merupakan penentu diterima atau tidaknya.
Akhirnya setelah bertanya beberapa hal. Dimulai dari nama, alamat, status pernikahan, serta pengalaman kerja. Bapak yang melamar hari ini, resmi kuterima menjadi karyawan baru di laundry-ku.
"Santi, balik gih ke kasir, ada customer," ucapku setelah selesai dengan urusan pelamar baru.
Santi yang saat itu tengah sibuk melipat kain, langsung ngacir pergi sesuai perintahku.
Niatnya hari ini aku ingin membantu pekerjaan di laundry, namun ketika sedang sibuk mengambil pakaian dari mesin pengering, tiba-tiba ponselku berdering.
"Kenapa, Ma?" tanyaku.
"Cepetan pulang." Suara Mama terdengar cemas.
"Mama kenapa?" tanyaku lagi dengan perasaan khawatir.
"Pokoknya ini urgent. Makanya buruan."
Apa pertanyaanku sangat sulit? Atau memang begitu denting? Makanya Mama tidak bisa menjawab via telepon.
Berselimut rasa kalut dan khawatir, aku meminta tolong pada salah satu pekerja untuk meneruskan apa yang sedang kukerjakan.
Segera berjalan menuju garasi yang kebetulan letaknya berada di sebelah bangunan laundry. Dengan kecepatan yang bisa dikatakan tinggi, kukemudi mobil dengan hati tidak tenang. Untungnya tidak ada yang terjadi di jalan. Aku selamat sampai rumah.
Sesampainya di rumah kutelusuri ruang tamu hingga ke dapur sambil berteriak, mencari di mana keberadaan Mama.
"Mama," panggilku lagi.
"Di kamar," sahut Mama pada akhirnya setelah berulang kali kupanggil.
Aku berlari cepat ke sebuah ruangan yang merupakan tempat Mama dan Papa menghilangkan rasa lelah setelah seharian berkutat dengan rutinitas. Sesampainya di sana kulihat Mama sedang sibuk dengan dua stel baju semi formal di tangannya. Baju-baju itu bergantung erat pada hanger agar tidak kusut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Kurir Resek (✓)
RomancePART MASIH LENGKAP Perhatian! Ini tulisan penuh plot hole. Cover: Pixbay Font Cover: Teks on Photo Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang ©TantiRH