Jane datang ke apartemen Singto untuk menjemput Singto dan Krist.
"Selamat pagi Tuan Singto, Tuan Krist.", sapa Jane sambil tersenyum dan membukakan pintu belakang mobil.
"Kau sudah tahu tempatnya kan, Jane?", tanya Singto sambil menyilangkan kakinya.
"Sudah Tuan, kemarin saya sudah kesana. Untung alamat itu masih di Kota Alstroemeria, jadi tidak terlalu jauh dari apartemen anda."
Alstroemeria adalah sebuah kota yang terletak di Edelweiss utara dan merupakan kota pusat ekonomi dan perdagangan lintas negara karena dekat dengan pelabuhan Dianthus. Singto memiliki sebuah gedung apartemen dan resort di kota ini karena ia sering bertemu dengan klien bisnisnya disini. Sementara rumah tempat tinggal Singto ada di Kota Leontopodium, ibukota dan pusat pemerintahan tempat Kastil Edelweiss berada dan berjarak 2 jam dari Kota Alstroemeria jika ditempuh menggunakan mobil.
"Berapa lama pergi ke tempat itu?"
"Sekitar 30 menit, Tuan."
"Oh ya, Tuan. Saya sudah belikan yang anda minta kemarin. Ada di dashboard belakang."
Singto membuka dashboard yang ada di depannya, lalu mengambil sebuah kotak berisi handphone dan memberikan kotak itu pada Krist.
"Hah? ini untuk apa?"
"Aku dengar dari Godt kamu tidak punya handphone. Ambil saja biar aku lebih mudah menghubungimu."
"Tapi kan kamu selalu disini, aku gak perlu..", Krist ingin mengembalikan kotak itu, namun ditahan oleh tangan Singto.
"Ambilah. Biar waktu aku pergi kerja, aku masih bisa menghubungimu."
"Mmm.. Ok"
"Kita sudah sampai, Tuan."
Rumah yang cukup mewah untuk seseorang yang tinggal sendiri. Batin Singto.
Singto menggandeng Krist keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu depan. Singto melihat ke arah Krist yang nampak sedikit tegang dan panik. Ia pun menggenggam tangan Krist dan membuatnya lebih tenang.
Ibu, akhirnya aku sudah sampai disini.
Singto pun menekan tombol bel di depan pintu rumah itu dan tidak beberapa lama kemudian ada seorang pelayan wanita yang membuka pintu.
"Anda mencari siapa, Tuan?"
"Apa benar ini kediaman Mr. Winson?"
"Maaf, Tuan. Disini adalah kediaman. Mr. Bowel."
"Saya tidak mungkin salah alamat. Ijinkan saya bertemu dengan Mr. Bowel.", ucap Singto.
"Mohon maaf, Tuan. Apakah anda sudah membuat janji sebelumnya?"
Singto pun terdiam sejenak, lalu mengatakan "Belum. Tapi jika Mr. Bowel ada di dalam, tolong katakan padanya, CEO Ruangroj Corp. ingin bertemu dengannya.", ucap Singto sambil memberikan kartu namanya.
Siapa pula yang tidak tahu Ruangroj Corp.? Pemilik perusahaan keluarga konglomerat ini termasuk dalam jajaran 5 orang terkaya di Edelweiss. Bahkan pelayan itu pun tercengang saat mengetahui yang ada di hadapannya saat ini adalah CEO Ruangroj Corp.
"Mohon tunggu sebentar, Tuan."
Singto dan Krist pun tetap diam berdiri di depan pintu karena mereka belum diijinkan masuk. Beberapa saat kemudian, seorang pria berusia kurang lebih 40 tahun muncul menghampiri mereka.
"Selamat pagi, Tuan Ruangroj. Silakan masuk."
Pria tersebut menunjuk ke arah sofa yang ada di ruang tamu nya, "Silakan duduk, Tuan. Ada perlu apa anda ingin menemui saya?"
"Saya sebelumnya ingin bertemu dengan Mr. Winson. Tapi pelayan anda mengatakan pemilik rumah ini bukan Mr. Winson. Saya yakin tidak salah alamat."
"Oh, pelayan saya itu baru beberapa hari yang lalu bekerja disini. Ia tidak tahu. Mr. Winson adalah paman saya. Setelah bibi saya meninggal dunia beberapa minggu yang lalu, paman Winson memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya di desa Amarylis di Canna."
"Setahu saya Mr. Winson tidak punya keluarga yang masih hidup?"
"Saya adalah keponakan dari mendiang istri paman Winson. Dia mewariskan rumah ini kepada saya dan pergi kembali ke tanah asalnya, katanya polusi di kota ini juga tidak baik untuk kesehatannya."
"Bisakah saya meminta alamat Mr. Winson?"
Singto memberikan handphonenya kepada Mr. Bowel agar pria itu mengetikkan alamatnya.
"Silakan, Tuan.", Mr. Bowel mengembalikan handphone Singto dan sudah mengetikkan alamat lengkap Mr. Winson di notes.
"Maaf, Tuan Ruangroj. Sebelumnya saya ingin bertanya, ada keperluan apa anda dengan paman saya?"
"Bukan saya yang ada keperluan, tapi dia.", ucap Singto sambil menunjuk pria yang di sampingnya itu. Krist yang daritadi diam saja akhirnya berbicara.
"Saya Krist Perawat. Saya ada perlu untuk menanyakan sesuatu. Apa anda kenal dengan seorang wanita bernama Millera?"
"Millera? Saya tidak tahu. Mungkin anda perlu menanyakan itu pada paman saya, Tuan Perawat."
"Baiklah. Kami pergi dulu. Terima kasih atas bantuanmu, Mr. Bowel.", ucap Singto sambil berdiri dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Mr. Bowel.
"Sama-sama."
Singto dan Krist pun kembali ke mobil dan pergi meninggalkan rumah itu. Mr. Bowel masih berdiri di depan pintu. Penulis novel bestseller itu bingung mengapa seorang konglomerat dari keluarga Ruangroj datang untuk mencari pamannya.
Millera? Sepertinya nama itu tidak asing. Tapi siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Blossom of Snow (Sequel)
Romantik[SingKit] ⚠️OMEGAVERSE (A/B/O), 21+⚠️ Sequel Memories of The Sea. Blossom of Snow, Edelweiss. Biasa melambangkan harapan dan cinta yang abadi. Kelanjutan kisah Singto Prachaya dan Krist Perawat di Edelweiss. Apakah akan abadi seperti arti Edelweiss?