Part 7: Restrained

1K 120 3
                                    

Pagi hari, Singto terbangun dengan Krist yang berada dalam dekapannya. Singto melihat kekasihnya itu masih tidur pulas dan ia tidak tega untuk membangunkan. Akhirnya Singto pun memutuskan untuk tidur lagi hingga alarm handphone Krist berbunyi.

Krist bangun untuk mematikan alarm handphone nya. Ia melihat Singto yang masih tertidur, lalu menyentuh wajah kekasihnya itu lembut, "Bangun Singtuan, katanya kamu mau pergi kan? Harus siap-siap dari sekarang biar kamu ga telat."

Singto pun merentangkan kedua tangannya, minta dipeluk "just 5 more minutes, Kit.", Krist pun kembali merebahkan dirinya di atas kasur dan menyambut tangan Singto yang terlentang untuk memberikan pelukan hangat. Krist memberi kecupan singkat di bibir Singto, lalu berdiri "sudah 5 menit, Singtuan."

***

"Kitkitt, kalo nanti aku pulang nanti bawa Marie kesini boleh gak?", tanya Singto ketika sedang sarapan bersama.

"Marie kucingmu kan? Boleh saja."

"Kamu gapapa kan sama kucing?"

"Aku alergi dengan bulu kucing, tapi bukan alergi yang parah."

"Ada alergi ya.. Mending Marie gak usah dibawa kesini deh."

"Aku benar tidak apa-apa, Singtuan. Bawalah saja kesini. Alergiku gak parah beneran, paling cuma gatal sedikit.", ucap Krist sambil memegang tangan Singto yang di atas meja.

"Baiklah, nanti aku liat Marie mau ikut sama aku gak. Terakhir ketemu Marie 1 tahun yang lalu hehehe."

Pintu lift terbuka dan munculah Jane dari balik pintu.

"Tuan Singto, apa anda sudah siap?"

"Ya sebentar lagi saya turun."

"Saya akan tunggu di lobby, Tuan.", Jane mengambil koper Singto dan membawanya turun.

"Aku pergi dulu ya, Kit. Kalau kamu ada perlu apa-apa minta langsung saja ke pelayan. Kalau terjadi sesuatu langsung hubungi aku atau Jane.", Singto merengkuh pinggang Krist untuk membawanya mendekat dan menciumnya.

"Aku pergi dulu, Kit sayang."

"Hati-hati Singtuan sayang.", keduanya tersenyum.

"Bye-bye."

***

"Singtooo my son, akhirnya kau ingat masih punya ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Singtooo my son, akhirnya kau ingat masih punya ibu.", teriakan seorang wanita berusia lebih dari setengah abad, tapi wajahnya tetap muda seperti wanita usia 30 tahunan. Tidak ada kerutan di wajahnya, hanya ada beberapa garis halus di ujung kelopak matanya ketika tersenyum. Wanita itu mengenakan dress berwarna kuning cerah, dengan rambut kepang ala Perancis. Rambutnya berwarna coklat tua dan tidak ada yang berwarna putih. Masih sangat cantik. Jelas karena genetiknya yang ditambah dengan perawatan mahal.

"My Belle. This beast is coming to see you.", ucap Singto bercanda sambil memeluk erat ibunya.

Ibunya menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah Singto "Where's the beast? I'm only seeing a prince charming now. Anak ibu yang paling tampan."

"Who is the mom? The prettiest woman in Edelweiss."

"Dasar anakku ini memang bermulut manis."

Keduanya tertawa.

"Mom, dimana Marie?"

"Marie? Pasti sedang tidur. Biasa memang kucing gendut itu kerjaannya hanya makan dan tidur."

"Apa katamu, mom? Marie itu sangat imut. Mengapa bilang begitu?"

meong.. meonggg..

Singto melihat ke arah suara yang ada di bawah kakinya itu.

Singto melihat ke arah suara yang ada di bawah kakinya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Marie?!"

"Mom! kenapa Marie jadi sebesar ini? Waktu kutinggal dia masih sebesar telapak tanganku."

"Kamu tidak sadar berapa lama kamu pergi?"

Singto pun sadar bahwa dirinya sudah pergi selama satu tahun. Terakhir meninggalkan Marie, usia anak kucing itu masih 2 bulan. Jelas sekarang sudah bukan anak kucing lagi. Singto pun menggendong Marie yang ternyata masih mau digendong olehnya, bahkan masih sangat manja pada Singto.

"Berat sekali kamu Marie sayangg.", ucap Singto pada Marie sambil mengusapkan kepala kucing itu ke pipinya.

"Sudah dulu mainan sama kucingnya. Mumpung kamu sudah kembali, kapan kamu temui calon istrimu?"

Singto menurunkan Marie dan wajahnya berubah serius.

"Mom, aku sudah bertemu dengannya kemarin di resort. Aku juga sudah memintanya untuk membatalkan perjodohan ini. Maaf mengecewakanmu, mom. Tapi aku tidak ingin menikah dengan orang yang tidak kucintai."

"APA?" Ibu Singto terbelalak.

"Kau mau cari yang seperti apa lagi sih, Singto?? Orang yang kau cintai? Bullshit. Apa yang kamu tahu tentang cinta? Jatuh cinta saja tidak pernah. Bisa-bisanya kamu bilang seperti itu kepada Tuan Putri, mau taruh dimana wajah ibu saat bertemu dengan ibunya?"

"Mom. Pleasee... Aku benar-benar tidak mau dijodohkan."

"Sudah cukup Singto! Usia mu sudah tak muda lagi. Tidak tahu pula kapan kamu akan jatuh cinta, lebih baik kamu menikah dulu dengan Putri Diane. Paling tidak hidupmu sudah settle, mempunyai keluarga yang utuh."

"Apa yang settle mom? Hidup terpenjara dengan orang yang tidak kucintai seumur hidupku?"

"Lama-lama kamu juga akan mencintainya. Bisa-bisanya kamu membantah seperti ini pada ibumu, Singto!"

"Apa-apaan ini Singto?!", bentak seorang pria kepada Singto.

"Ayah..."

"Datang-datang malah membuat ibumu stress.", pria itu memeluk ibu Singto yang mulai menangis.

"Aku tidak akan menikah dengannya. Keputusanku sudah bulat dan aku sudah punya orang yang kucintai.", Singto pergi meninggalkan kedua orang tuanya, meninggalkan rumahnya. Inilah mengapa Singto tidak suka pulang ke rumah. Bukan tidak sayang kepada ibunya, tapi usianya sudah 29 tahun dan ibunya masih belum bisa melepas kontrol atas hidupnya. Singto sudah lelah hidup diatur orang lain, meskipun oleh ibunya sendiri.

"Kamu mau pergi kemana, Singto?! Dimana sopan santunmu sudah membuat ibumu menangis malah kabur gitu saja?", bentak ayah Singto yang sudah tidak dihiraukan lagi.

I'm really sorry. Aku benar-benar tidak bisa meninggalkan Krist.

Blossom of Snow (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang