Part 24: On A Jet Plane

1.2K 119 4
                                    

❗️⚠️ Mature Content ⚠️❗️

21+

Harap bijak dalam membaca.














Singto dan Krist sampai di bandara Reseda Lutea. Mobil yang dikendarai oleh mereka langsung menuju ke dekat landasan penerbangan, tanpa perlu melewati antrian check in maupun menunggu di waiting room. Jet pribadi milik Singto sudah menunggu di landasan dan siap take off. Begitu turun dari mobil, Singto dan Krist langsung menuju ke jet pribadi tersebut. Tidak lama, pesawat jet itu pun melakukan take off untuk terbang menuju Wisteria Hills yang membutuhkan waktu penerbangan selama 3 jam. Mereka melakukan penerbangan di saat malam hari, sehingga diluar pesawat tidak terlihat apapun selain lampu pesawat yang berkerlap-kerlip.

Setelah pramugari dalam pesawat selesai membereskan makan malam, pramugari itu pun kembali ke tempat duduknya yang ada di belakang.

"Selamat istirahat, Pangeran Krist dan Tuan Singto. Perjalanan masih sekitar 2 jam lagi.", ucap sang pramugari.

Krist dari tadi terlihat seperti tidak enak badan, makannya pun sedikit, membuat Singto khawatir.

"Kamu sakit, Kit?"

"Ah, aku gapapa. Cuma agak pusing aja."

"Mau aku mintain obat?"

"Gak usah, Singtuan aku mau tidur aja.", Krist pun menyandarkan kepalanya di bahu Singto dan memejamkan matanya, Singto pun ikut memejamkan matanya. Tapi Krist belum tertidur, ia malah menciumi leher Singto, lalu kedua lengannya melingkar di tubuh Singto dan memeluknya. Singto merasakan hembusan nafas Krist di lehernya, ia pun melihat ke arah Krist dan Krist juga mendongakkan kepalanya untuk menatap Singto sehingga kini mereka saling bertatapan dengan jarak yang sangat dekat. Singto melihat wajah Krist dengan matanya yang sayu menatap Singto, nafasnya terasa berat. Singto tahu apa yang terjadi, karena tidak lama ada aroma lili dan rose hip yang semerbak, aroma yang membuat aliran darah Singto mengalir deras.

"Kit, kau.."

"Singtuann.. touch me."

Singto selama ini menahan dirinya agar tidak menyentuh Krist, selain ciuman, karena dirinya masih takut akan melukai Krist. Setelah pulang dari rumah sakit pun, Singto tetap menahan dirinya. Ia akan langsung lari ke toilet jika libido nya meningkat dan membereskan urusannya sendiri. Tapi kali ini Krist nampak sangat menggoda, ditambah dengan aroma feromonnya yang langsung menaikkan gairah Singto, ia ingin kabur pun tidak bisa.

"Kit.. Kamu udah gapapa?", tanya Singto yang masih menutup hidungnya agar tidak mencium aroma feromon Krist walaupun tidak berguna karena bagian bawahnya sudah berdiri meski masih terhalang celana kainnya.

"Singtuan gamau?", tanya Krist sambil melepaskan pakaian yang dikenakannya. Mana mungkin Singto bisa menolak lekukan tubuh yang selalu menjadi fantasinya itu. Singto pun berdiri untuk menutup pintu yang membatasi kabinnya dengan kabin pramugari. Singto membuka jas nya dan membuka dasinya. Krist yang sudah telanjang sepenuhnya membuka kancing kemeja Singto dan Singto pun membuka sabuk serta celananya. Singto merengkuh pinggang Krist dan menariknya mendekat, lalu menicumnya dengan ganas, memainkan lidahnya di dalam rongga mulut Krist hingga saliva keduanya menyatu dan terselip keluar dari samping mulut mereka. Rasanya strawberry karena baru saja Krist memakan permen yang tersedia di mejanya. Ciuman Singto dari bibir Krist menjalar turun ke dagunya, ke lehernya dan turun ke dadanya. Singto mengecup dan menghisap dada yang putih mulus itu hingga meninggalkan kiss mark di dekat nipple nya. Singto pun memainkan tonjolan pink itu dengan lidahnya, serta memutar dan memilinnya dengan tangannya, membuat si pemilik tonjolan itu mengeluarkan suara desahan yang tertahan.

Pesawat terkena sedikit turbulensi yang menyebabkan Singto dan Krist terhuyung, namun masih tetap melanjutkan kegiatan mereka. Nafsu mereka sudah berada di puncaknya, luapan emosi dan nafsu yang sekian lama tertahan. Krist berjongkok, lalu memegang penis Singto dan memijatnya dengan tangannya, sambil mulutnya menghisap dan menjilat 2 bola yang menggantung di bawah penis itu. Krist yang seperti ini memang membuat Singto menggila, baru tangan dan mulutnya saja sudah memberi kenikmatan pada Singto. Krist memasukkan penis Singto ke dalam mulutnya dan mengulumnya keluar-masuk mulutnya, lalu menjilati ujung penis Singto yang membuat si empunya menghembuskan nafas yang berat karena aliran rangsangan yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Krist masih berjongkok dan melakukan blowjob pada Singto, tetapi tangannya yang lain memainkan lubangnya yang sudah basah dibawah sana.

"Hmm..mmm..mmm.. huahh.."

Singto menarik Krist agar berhenti melakukan blowjob padanya dan memutar badan Krist agar membelakanginya. Lalu Singto mengangkat satu kaki Krist ke atas kursi dan memasukkan penisnya ke dalam lubang Krist.

"Ahh...ahh.. hahh..hahhhh", desah Krist sambil berpegangan pada sandaran kursi pesawat karena Singto menghujam lubangnya dengan keras, membuatnya kehilangan keseimbangan. Singto melakukan penetrasi sambil memeluk Krist dari belakang dan meremas dada, sambil memilin puting kekasihnya itu. Memang permainan Singto sangat memberi kepuasan bagi Krist yang sekian lama merindukan jamahan alfanya.

"Disituhh.. Sing.. tuanhh.. ahh", Krist berusaha menutup mulutnya agar tidak membuat suara yang terlalu keras, karena ia sadar masih ada dimana. Walaupun di dalam private jet dan tidak ada orang lain di sekitar mereka, tetapi Krist khawatir suaranya akan terdengar oleh pramugari yang ada disana jika ia terlalu keras.

Singto mempercepat gerakannya dan terus mengenai titik lemah Krist, hingga akhirnya Krist mencapai pelepasannya dan mengeluarkan cairan putih yang membasahi kursi pesawat. Untungnya kursi itu dilapisi dengan kulit, sehingga akan lebih mudah dibersihkan setelah kegiatan mereka selesai.

Singto mengeluarkan penisnya dan mendudukkan Krist di kursi, lalu Singto berdiri di hadapan Krist sambil mengocok penisnya. Singto mengalami pelepasan hingga spermanya mengenai wajah Krist. Krist menjilat sperma yang berada di dekat bibirnya dan menelannya.

"Ahhh.. Kit.."

Setelah menyelesaikan kegiatan mereka, Singto mengambil tissue untuk mengelap wajah omeganya yang terkena muncratan sperma miliknya itu. Lalu, keduanya mengenakan pakaian mereka dan mengelap bekas sperma yang ada pada kursi.

Tokk tokk tokk

Seorang pramugari mengetuk pintu pembatas kabin yang tadi ditutup oleh Singto. Singto membuka pintu itu dan dibalik pintu ada seorang pramugari yang tersenyum padanya.

"Tuan, pesawat akan segera landing. Dimohon tuan mengenakan sabuk pengaman dan menegakkan sandaran kursi."

Singto berjalan kembali ke kursinya dan Krist sibuk memakai sabuk pengamannya. Keduanya bersikap biasa, seperti tidak terjadi apa-apa. Setelah memeriksa keadaan aman untuk landing, pramugari pergi meninggalkan mereka sambil diam-diam tersenyum.

I heard that.

Ternyata tadi tidak sengaja Krist menekan tombol untuk memanggil pramugari di tengah kegiatannya dengan Singto. Pramugari yang hampir membuka pintu pembatas kabin langsung mengurungkan niatnya ketika mendengar suara-suara aneh yang familiar.

Malam yang panas. Pikirnya.

Blossom of Snow (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang