Part 22: Home Sweet Home

1.2K 136 4
                                    




Setelah 1 bulan dirawat di rumah sakit, Krist akhirnya pulang ke penthouse Singto. Sebenarnya dokter sudah mengijinkan Krist pulang dari seminggu yang lalu, tapi Singto tetap memaksanya untuk di rumah sakit lebih lama sampai benar-benar sembuh. Ketika pintu lift penthouse. terbuka, Krist melihat ada Jane dan 2 orang lain yang menyambutnya dengan confetti, lengkap dengan dekorasi, balon-balon dan makanan melimpah di meja seperti perayaan ulang tahun. Krist terkejut melihat ada ayah Singto disana dan ada seorang wanita cantik yang sepertinya adalah ibu Singto.

"Welcome home!", seru ketiga orang tersebut.

Krist jadi merasa tidak enak karena ada orang tua Singto, lalu Singto merengkuh pinggang Krist dan membawanya berjalan mendekat ke orang tuanya.

"Perkenalkan Kit, ini ibuku, Belle."

"Halo, Nyonya Belle.", sapa Krist sambil tersenyum meski penuh kecanggungan.

"Jangan memanggilku seperti itu, Pangeran Krist. Kau boleh memanggilku bibi.", ucap Belle seraya membungkukkan badan untuk memberi hormat pada Krist.

Krist dengan sigap memegang lengan Belle untuk mencegahnya memberi hormat, "tidak perlu begini, bibi." Krist merasa tidak enak ketika orang yang lebih tua memberi hormat padanya, apalagi wanita ini adalah ibu Singto. Seharusnya Krist yang memberi hormat.

"Ini ayahku. Kau sudah pernah bertemu dengannya. Tidak usah ku kenalkan lagi.", kata Singto

"Singto. Kau ini. Halo, Pangeran Krist. Mohon maaf jika saya sempat kurang sopan pada anda.", ucap ayah Singto yang juga membungkuk untuk memberi hormat.

Krist merasa perlakuan kedua orang tua Singto ini berlebihan dan membuatnya merasa kurang nyaman. Ia tidak pernah ingin dihormati seperti itu oleh orang yang lebih tua, meskipun ia berstatus sebagai pangeran sekarang.

Mau tidak mau, gelar bangsawan itu harus diterima oleh Krist karena ayahnya telah mengumumkan statusnya sebagai pangeran kepada seluruh rakyat Edelweiss. Ayahnya melakukan itu demi dapat menjatuhi hukuman pada Diane dan Raja Marck juga akan lebih tenang jika Krist menjadi bangsawan dan mendapat perlindungan dari pengawal kerajaan sebagaimana mestinya. Sehingga Krist pun menuruti ayahnya, karena ayahnya juga tidak mewajibkan Krist untuk tinggal di istana.

"Paman dan bibi, saya mohon tidak perlu begini. Saya tidak terbiasa diperlakukan seperti ini oleh orang yang lebih tua.", ucap Krist sambil membungkuk dan memberi hormat. Tentu saja hal itu membuat kedua orang tua Singto tercengang. Pola pikir mereka yang mengira rakyat biasa kurang terdidik sopan santun terbukti salah. Krist yang tinggal di luar istana selama 25 tahun itu memiliki sopan santun yang anak konglomerat dan bangsawan lain tidak punya.

Di sudut ruangan, Jane sedang menangis, karena terharu. Krist pun melihat ke arah Jane dan memberi senyuman.

"Tua- Pangeran Krist, saya senang anda kembali kesini", ucap Jane sambil menyeka air matanya dengan sapu tangan.

Mereka menikmati makan siang bersama, sambil berbincang. Kedua orang tua Singto menanyakan kisah Krist di masa kecil ketika berada di Elcastar. Krist menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan kadang dibantu Singto menjawab. Singto selalu menggenggam tangan Krist di bawah meja makan yang membuat Krist tidak merasa gugup lagi. Krist pun merasa bahwa kedua orang tua Singto cukup baik padanya, meski ia tak yakin kebaikan mereka apa ada hubungannya dengan status sosial Krist sekarang. Setelah selesai makan siang, kedua orang tua Singto pun pulang dan diantar oleh Jane. Kini hanya tinggal Singto dan Krist yang ada di penthouse itu.


***

Di mobil, kedua orang tua Singto membicarakan perihal Krist.

"Ternyata Krist anak yang baik ya, yah.. Sangat manis juga. Lucu dan menggemaskan, pantas saja anakku sangat menyukainya. Aku tahu omega memang memiliki pesona yang berbeda, tapi Krist ini sangat mempesona.", ucap Belle pada suaminya itu.

"Kau benar. Waktu aku bertemu dengannya di kapal pertama kali, aku melihat Krist ini anak yang manis dan juga sopan, sehingga ku kira ia memang teman sekolah Singto. Tapi aku tidak menyadari ia seorang omega, aku tidak mencium feromonnya."

"Aku menyesal sudah langsung berburuk sangka pada Krist, padahal belum pernah bertemu langsung. Sepertinya aku tahu kenapa Singto sangat tergila-gila padanya. Anak itu dapat memberikan kebahagiaan bagi Singto. Melihat anakku menatap Krist seperti itu, ah aku mau nangis. Apa jadinya seandainya aku tetap memisahkan mereka? Anakku begitu mencintainya.", ibu Singto mulai meneteskan air mata.

"Sudah Belle, jangan menangis. Sekarang mereka sudah bahagia bersama. Ketika Singto memiliki pemikiran ingin menikah dengan omega yang adalah fated pair nya, aku sempat skeptis. Fated pair itu bagaikan mitos belaka. Tapi ternyata aku yang salah pengertian. Melihat mereka begitu saling mencintai, aku tahu arti fated pair yang sebenarnya. Fated pair adalah ketika pasangan menganggap satu sama lain adalah hidupnya dan semakin hari semakin mencintai satu sama lain. Aku bisa melihat Singto makin mencintai Krist sekarang dibandingkan ketika di kapal."

"Aku turut bahagia, kalau anakku bahagia. Semoga keinginan Singto untuk menikah dengan Krist akan diijinkan oleh Yang Mulia ya."

"Menurutku, Yang Mulia pasti akan mengijinkan. Karena aku melihat Krist juga sangat mencintai Singto. Semua orang tua pasti ingin anaknya bahagia. "

Jane yang mendengar percakapan kedua orang tua Singto sambil menyetir itu tidak bisa menahan senyuman nya.

Akhirnya Tuan Singto, mereka sadar juga.


***

"Singtuan, kenapa gak bilang bakal ada orang tua mu?", gerutu Krist yang menunjukkan poutnya itu, malah membuat Singto tertawa karena sangat imut.

"Kok malah ketawa sih, Singtuan? Aku kan kaget, gak siap ketemu."

"Hahaha Kit. Aku cuma mau mengenalkan pacarku ke orang tuaku, masa gak boleh?"

"Harusnya bilang dulu ke aku."

"Nanti kamu gak mau ketemu, kalo aku bilang dulu."

Singto merengkuh pinggang Krist dan menariknya ke dalam dekapannya.

They're gonna be your family, Kit.

"Welcome home, my kitten."

Tangan Singto memegang pipi Krist dan menariknya mendekat untuk menciumnya. Hanya ciuman manis yang penuh cinta.

Krist melepaskan ciuman mereka dan menarik napas, "I'm home.", lalu kembali mencium Singto.


***

Singto pergi mandi dan Krist menelepon ayahnya untuk memberi kabar, "Ayah, aku sudah di rumah Singto."

"Iya, nak. Kau yakin tidak mau pulang ke istana?"

"Tidak, yah.. Aku sudah nyaman disini, rasanya disini sudah seperti rumahku."

"Baiklah, Krist. Kau hati-hati disana, kalau Singto macam-macam langsung hubungi nomor darurat yang ayah kasih, biar pengawalmu langsung mendobrak apartemen Singto itu."

"Ayahh.. Singto bukan penjahat, lagipula aku dan Singto sudah pernah melakukan lebih."

"Ah sudahlah, ayah tahu tapi masih tidak rela. Anak ayah baru kembali langsung diambil orang lain."

Krist pun tertawa mendengar reaksi ayahnya itu.

"Krist, apa kau jadi mampir ke istana dulu sebelum ke Wisteria Hills?"

"Iya. Jadi, ayah. Sampai jumpa."

"Baiklah sampai jumpa."

Blossom of Snow (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang