23

778 99 39
                                    

The first story

Don't Judge me, because this is just my imagination

Mmmh 🙂

🔪

.
.
.


Irene menghela nafas lalu menghembuskannya perlahan, seperti itu hingga nafasnya kembali beraturan. Sedari tadi ia menatap jalanan dan ponsel secara bergantian untuk memastikan ada kabar baik dari sang bodyguard mengenai Jennie. Irene terus menggumamkan kata maaf kepada Jennie.

Ini adalah hari kedua dan Jennie belum ditemukan. Bahkan detik ini pula, Irene belum menginjakkan kakinya dirumah dan belum sedikitpun makan atau sekedar minum air putih.

Pikiran Irene hanya tertuju pada gadis pemilik nama lengkap Kim Jennie. Ia beberapa kali menunduk untuk menetralkan suasana hatinya.

Drrtt...

Dahi Irene membentuk garis setelah melihat layar ponselnya yang menampilkan Id Call dari nomor asing. Dengan rasa ketakutan dan penasaran yang mendominasi, Irene meletakkan ponselnya di telinga.

"E-Eon..nie..."

"Yeoboseyo...? JEN.. JENNIE!? JAWAB JEN!?"

"To..long.."

Irene terus berteriak memanggil nama Jennie sambil sesekali melihat layar ponselnya. Masih tersambung namun tidak ada lagi jawaban dari Jennie. Irene segera melacak lokasi Jennie melalui ponselnya dan dalam waktu 5 menit gadis itu menemukan lokasi Jennie.

Mobilnya memasuki pekarangan rumah tua di ujung kota Seoul. Irene berjaga-jaga jika masih ada seseorang yang mengawasinya dirumah tua ini. Sebelumnya Irene telah menghubungi Seulgi bahwa ia sudah menemukan lokasi Jennie dan mereka bertiga memutuskan untuk menyusul Irene.

Tangannya terulur memegang knop pintu yang sudah usang. Rumah ini begitu besar, tinggi dan menyeramkan. Banyak cat dinding yang sudah pudar, debu dimana-mana, dan peralatan dari kayu yang sudah rapuh dan patah. Irene berjalan mengendap dan tak lupa ia menyalakan senter di ponselnya sebagai penerangan.

Suara Irene menggema diseluruh sudut ruangan. Ia berulang kali meneriaki nama Jennie, berharap gadis cantik itu membalas teriakannya. Sekitar 15 menit berlalu, ia belum menemukan Jennie, bahkan seluruh ruangan sudah ia telusuri. Irene berhenti sejenak, menyeka keringat disekitar wajahnya. Tak disangka pandangannya mengarah pada sebuah pintu berwarna putih pudar. Kakinya melangkah mendekati pintu itu. Ia semakin penasaran saat pintu itu dikunci bahkan ada sebuah rantai yang benar-benar menutup rapat pintu ini.

Gadis itu memutar otak mencari jalan keluar. Irene memukul keras rantai itu hingga putus dengah sebuah balok kayu yabg cukup besar dan dalam sekali dorongan pintu itu dapat terbuka lebar. Matanya terbuka lebar melihat tubuh kecil itu luruh dilantai dengan keadaan yang jauh dari kata baik-baik saja.

"JENNIE-YA!"

Irene meletakkan kepala Jennie diatas pahanya. Menepuk pelan pipi mandu yang biasa membuat gemas semua orang kini menjadi mengenaskan. Irene langsung menggendong Jennie dan berlari menuju mobilnya dibawah. Ia berteriak pada Wendy yang baru saja keluar dari mobilnya agar membukakan pintu mobilnya.

"Eonnie, tenanglah."

"Jen, bangun Jen.."

Tes..

Our Story [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang