_pov lia_Mendengar ajakan putus dari Devan sontak membuat hatiku menjadi semakin sesak. Kulepaskan rangkulannya dan beralih menatapnya memastikan kesungguhan ucapannya itu.
"K-kamu serius, van?" lirih lia.
Devan tak menjawabku dan malah mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Jawab aku! Kamu serius atas ucapanmu barusan?" tanyaku lagi dengan nada sedikit tinggi sambil menahan air mata yang kini akan segera tumpah.
"Iya, aku serius. Karena ga mungkin bagiku memacari sepupuku sendiri. Aku ga akan sanggup membuat orang tua kita kecewa, Lia!" jawab Devan serius, yang kini menatapku dengan mata berkaca-kaca.
Hiks ... hiks ... hiks.
"Kamu jahat ... aku benci kamu, Van!" seruku.
Air mataku kini tumpah, tak sanggup lagi kutahan. Ini bener-bener menyakitkan, sepengecut itu kah dia.
"Lia ... tolong jangan menangis! Aku ga kuat lihat kamu menangis seperti ini," pinta Devan sambil memelukku.
Aku menangis dalam pelukannya yang hangat, tapi menyesekkan hati. Kemudian, aku melepaskan pelukannya, lalu ku usap segera air mataku, meski tetap saja mengalir di pipiku.
"Baiklah ... meski ini menyakitkan, aku ikhlas ... kita putus. Puas kamu!" ucapku sedikit tinggi.
Namun Devan tak berkata apa-apa lagi, ia diam membisu. Mungkin, dia sudah puas sekarang mendengar jawabanku.
***
Malam pun tiba, kami semua akhirnya makan malam bersama di ruang makan. Selera makanku bener-bener hilang malam ini, apa lagi aku harus melihat wajah Devan yang kini menjadi mantanku."Oh iya, Linda! Tadi aku dapat info dari teman aku. Katanya deket-deket sini ada mau jual rumahnya. Siapa tahu kalian tertarik untuk melihatnya, dan kalau tertarik nanti aku kabari ke teman aku ini. Jadi gimana?" tanya mamahku ke Tante Linda dan Om Ibnu.
"Kalau aku sih tergantung, Mas Ibnu?" balas Tante Linda sambil melahap makanannya.
"Mas setuju kok, Mah. Jadi ... kapan kita bisa pergi melihat rumah itu?" tanya Om Ibnu.
"Besok juga bisa," balas mamahku sambil tersenyum.
Sesekali aku melirik ke arah Devan, di mana posisi kami saling berhadapan di meja makan. Devan pun sama, sesekali melirikku, tapi aku langsung membuang muka. Siapa suruh mutusin aku, dasar pengecut!
"Devan, kamu kelas berapa sekarang?" tanya papahku tiba-tiba membuat aktivitas makan Devan berhenti.
"Baru kelas dua, Om," jawab Devan.
"Ooo ... sama dong dengan Ayu. Trus ... di sini kamu sekolahnya mau di mana?" tanya papahku lagi.
"Bagaimana kalau di sekolahnya Ayu saja, Nak Devan? Sekalian ada yang jagain anak Tante juga," saran mamahku.
"Aku ga setuju, Mah!" seruku sambil memukul meja makan dengan sendok, sontak membuat mereka terkejut.
Mereka pun menatapku kebingungan saat ini. Bodoh! Aku benar-benar mengutuk diriku saat ini. Mereka pasti bertanya-tanya sekarang atas tindakan bodohku barusan.
"Hmm, maksud Lia ... 'kan di sekolahku ini ... emm, cewek-ceweknya 'kan ... pada cantik-cantik tuh kek Lia, hehehe. Truss ... trus nanti sepupu aku ini takutnya ga fokus belajarnya di sana. Nah, kurang lebih gitu deh, Mah," ucapku sambil cengengesan ga jelas.
"Ha!?" seru mereka bersamaan, sepertinya kebingungan termasuk Devan yang terlihat sedang menahan tawanya.
"Mampos! Aku bicara apa sih barusan," umpatku dalam hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sepupuku Pacar Onlineku
Teen FictionSatu tahun lebih pacaran online pas ketemu ternyata sepupu sendiri (Sudah Tamat )#jan lupa vote😊