29•Jadian

337 24 109
                                    

***
Sampailah Lia di depan pagarnya, dengan hati-hati Lia turun dari motor Devan sambil berpegangan erat pada bahu Devan tapi sialnya, ia tetap saja jatuh. Devan yang melihatnya langsung khawatir dan segara turun menolongnya.

"Kamu gapapa 'kan?" tanya Devan memastikan dengan wajah khawatir.

"Bisa ga, itu pertanyaan di ganti! Sakit nih!" gerutu Lia dengan tatapan kesal tambah malu.

"Hmm, maaf-maaf refleks," balas Devan sambil membantu Lia bangkit.

Lia pun akhirnya berdiri dan membersihkan debu-debu yang menempel di seragamnya untung tidak ada luka-luka pas jatuh tadi.

"Aku masuk dulu yah, Van," pamit Lia.

"Aku juga mau masuk," balas Devan yang hendak masuk tapi Lia menahan niat Devan itu.

"Kamu gila, yah? Jangan masuk! Nanti mamah aku salah paham lagi!" omel Lia.

"Sudahlah, Lia! Mau sampai kapan kita begini sama mereka. Bukannya kita udah memutuskan untuk bersikap seperti sepupu saja. Ngapain takut lagi, sih?!" tegas Devan dan langsung melangkah masuk ke rumah Lia.

"T-tapi ... yasudahlah, kalau mereka marah aku ga ikut-ikutan, yah," ucap Lia pasrah dan akhirnya mengekor di belakang Devan.

Masuklah mereka di rumah dan kebetulan ada papah Lia yang sedang duduk sambil menyeruput secangkir kopi hitam.

"Assalamualaikum," ucap Devan dan Lia bersamaan memberi salam.

"Waalaikumsalam, eh ... nak Devan? Tumben mampir. Ayo duduk!" sahut papah Lia.

"Hehehe, iya, Om. Mau main sebentar di sini," ucap Devan sambil duduk di sofa.

"Lia! Tolong ambilkan minuman dan cemilan buat sepupu kamu, yah!" titah papahnya.

"Iya, Pah," sahut Lia dan segera berjalan menuju dapur.

Di dalam dapur Lia bertemu dengan mamahnya yang sedang sibuk memasak. Lia meneguk salivanya karena takut, takut kalau mamahnya tahu Devan ada di sini. Takut salah paham.

"Siapa di depan, Nak?" tanya mamahnya sembari mengaduk masakannya.

Degh!

"D-Devan, Mah," jawab Lia takut-takut.

"Kalian pulang bareng?" tanya mamahnya dengan nada datar.

"I-iya, Mah. Soalnya tadi ga ada angkot pulang," jawab Lia gemetar."Hmm, gapapa 'kan, Mah?" sambungnya.

"Gapapa, asal kalian tahu batasan masing-masing dan tidak memiliki hubungan lebih lagi," tegas mamahnya.

"I-iya, Mah. Lia sama Devan udah ga ada hubungan spesial lagi, kok. Kami hanya sebatas sepupu sekarang," balas Lia.

"Mamah pegang ucapanmu itu," ucap mamahnya sambil mematikan kompornya dan berjalan keluar untuk menyapa Devan.

Lia menghela nafas berat dan kemudian mulai mengambil cangkir untuk membuat teh manis untuk Devan.

***
Sari tersenyum menyapa keponakannya yang kini duduk bersebelahan dengan suaminya sambil membawa toples berisi kue coklat.

"Nak Devan pulang bareng dengan Lia, yah?" tanya tantenya yang kini duduk manis di dekat suaminya.

"I-iya, Tante. Devan harap Tante tidak salah paham soal itu!" ucap Devan yang sedikit takut juga.

"Tentu tidak. Kalian inikan sepupu, jadi buat apa salah paham. Kamu juga sudah punya tunangan sekarang," balas tantenya sambil tersenyum.

"Iya, Tant."

Datanglah Lia membawa sebuah nampang berisi secangkir teh manis untuk Devan dengan sangat hati-hati. Perlahan ia meletakkan tehnya di atas meja lalu duduk di sofa berhadapan dengan Devan.

Sepupuku Pacar OnlinekuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang