41•Akhirnya

269 17 2
                                    

"Dokter! Detak jantung pasien nampak melemah, Dok!" panik suster.

"Ambilkan, alat kejut jantung itu. Cepat!" titah Dokter.

"Iya, Dok."

Cukup lama mereka menunggu di luar ruangan. Bahkan waktu sudah menunjukkan pukul 00:00. Namun, dokter belum juga keluar dari ruangan Lia. Rasa kantuk, mereka tidak pedulikan, mereka terlalu khawatir, takut Lia kenapa-kenapa. Apalagi orang tua Lia yang sejak tadi menangis terisak-isak.

Devan berjalan mondar-mandir sambil memegang kepalanya yang terasa berdenyut, ia begitu cemas karena Dokter belum menampakkan dirinya juga. Bahkan pikirannya sudah kemana-mana, dan setiap memikirkan hal yang buruk tentang Lia, ia memukul kepalanya dan merutuki pikiran bodoh itu.

"Enggak, Lia ga akan ninggalin aku. Kamu ga boleh ninggalin aku, Sayang ...," guman Devan.

Henny menghampiri Devan, lalu mengelus lengannya agar tidak berpikiran jauh."Tenang, Van! Aku yakin Lia bakal baik-baik saja. Lia gadis yang kuat," ucap Henny.

Devan mengangguk, dan pintu ruangan Lia akhirnya terbuka. Devan langsung bertanya bagaimana kondisi Lia ke Dokter yang nampak ngantuk dan kecapean.

"Bagaimana kondisi Lia, Dok? Kenapa Lia kejang-kejang? Apa Lia baik-baik saja, dok?" Devan melayangkan bertubi-tubi pertanyaan membuat dokter jadi tidak sempat menjelaskan.

"Van, Van! Tenang, Van!" peringat Henny.

"Tenang, ya. Anda tidak usah khawatir. Pasien kini sudah baik-baik saja, setelah sempat mengalami masa kritis barusan, karena detak jantung pasien sempat melemah. Tapi tidak apa-apa, pasien orangnya kuat," tutur dokter.

"Lalu, kapan Lia akan segera sadar, Dok?"  tanya Devan yang hampir gila.

"Seharusnya itu tidak lama lagi, tergantung dari pasiennya saja. Tetaplah berdoa dan meminta kepada sang kuasa agar pasien segera sadar," jelas dokter sambil memegang pundak Devan agar tenang."Yasudah, saya pamit undur diri. Kalau ada apa-apa, kalian tinggal panggil saja saya," lanjutnya tersenyum ke Henny.

"Baik, Dokter. Makasih," balas Henny yang sedikit kikuk, membuat Reno menatap Dokter itu sedikit jengkel.

Devan kemudian, segera berlari masuk keruangan Lia. Disusul orang tua Lia, Henny dan Reno dari belakang.

Devan memegang tangan Lia, menempelkan diwajahnya dan sesekali menciumnya, berharap Lia segera sadar.  Mamah Lia juga mengelus jidat anaknya yang hampir membuat jantungnya copot.

"Kapan kamu sadar, Nak? Mamah sama papah dan semua di sini udah kangen sama kamu, Nak," lirih mamahnya menangis.

"Iya, Lia. Kami disini semua sayang banget sama kamu," timpal Henny.

"Kamu denger kan, Sayang. Disini banyak banget yang nunggu kamu sadar. Banyak yang sayang sama kamu, apalagi aku yang udah sangat-sangat merindukanmu," ucap Devan dengan mata berkaca-kaca menatap wajah Lia yang masih setia menutup mata.

Tiba-tiba keluar air mata di mata Lia yang masih tertutup, Devan menghapus air mata itu sambil tersenyum haru."Kamu dengerkan, Sayang? Iya, pasti kamu dengar." lirih Devan dan segera memeluk Lia sambil terisak-isak, harapan Lia untuk sembuh semakin besar.

Air mata Reno seketika jatuh, karena merasa terharu melihat mereka. Karena tidak ingin ada yang melihatnya menangis, Reno pun keluar dari ruangan itu. Henny yang menyadari Reno keluar, ia pun ikut menyusulnya.

"Udah, kamu tenang aja. Lia pasti bakal bangun," ucap Henny sambil tersenyum kecil di samping Reno. Meski ada sedikit rasa sakit di hati Henny, karena sepertinya Reno masih mencintai Lia.

Sepupuku Pacar OnlinekuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang