34. Kehilangan lagi

5K 630 174
                                    

"Kini dia pergi dari dunia, besok siapa lagi yang akan pergi? Kenapa semesta begitu senang melihat semua penderitaan ku?"

"Kini dia pergi dari dunia, besok siapa lagi yang akan pergi? Kenapa semesta begitu senang melihat semua penderitaan ku?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ciee yang masih nunggu part ini update, happy reading yaa🙌🏻✨

-√-

-

Manusia? Ya, makhluk yang disebut tidak akan sekejam binatang buas namun kenyataannya mereka lebih kejam dari binatang buas. Mereka menciptakan banyak pertumpahan darah hanya untuk kepentingan mereka sendiri tanpa memikirkan nasib keluarga dari orang yang mereka bunuh.

Dendam adalah salah satu senjata paling berbahaya yang bisa dikeluarkan oleh setiap manusia. Jika dendam sudah merajalela, mereka bisa melakukan apapun di luar kendali.

Tapi entah kenapa masih ada satu orang yang tidak pernah memiliki dendam atau bahkan kebencian terhadap siapapun. Orang ini bisa marah, namun ia tidak bisa membenci. Jika saja semua manusia seperti dia, mungkin dunia akan damai.

Walau begitu, dia bukan tipe orang yang terbuka dan lebih memilih untuk menyimpan semua kesedihannya sendirian hingga ia lelah dengan sendirinya. Dunia sudah terlalu sering mempermainkan hidupnya dan ia mulai lelah dengan semua ini.

Ia harap, ia bisa segera pergi dari dunia ini.

"Jeno."

"Jen.."

Remaja itu belum membuka matanya, namun telinganya dapat menangkap jelas suara seseorang yang memanggilnya yang tak lain adalah Satya.

"Abang..jangan bangunin Jeno lagi.."

"Jen? Abang tau kamu udah sadar kan? Jen, buka mata kamu dek.."

"Jeno capek, jangan bangunin lagi.."

Namun sayangnya dunia masih meminta Jeno untuk tetap hidup dan jangan dulu pergi dari dunia ini.

Perlahan mata yang tadinya tertutup dengan damai itu terbuka dengan sempurna dan hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit ruangan serba putih, ruangan yang sangat ia benci.

"Akhirnya kamu sadar juga, Abang panggil dokter buat cek kamu ya?"

Jeno menggelengkan kepalanya pelan, "Ga perlu, Jeno mau sendiri, Bang."

"Maaf, Jen."

"Maaf kenapa? Emang Abang buat salah sama Jeno?"

"Maaf karena Abang udah ingkar janji sama kamu."

Jeno paham kemana arah pembicaraan Satya, saat ini dadanya sudah terasa sangat sesak karena menahan semua air mata yang seharusnya sudah turun sedari tadi namun ia tahan mati-matian.

Remaja itu tertawa kecil, "Nean udah nyerah ya?"

"Maafin Abang, Abang udah berusaha sebisa Abang. Bahkan Papa juga udah berusaha tapi takdir gak memihak sama dia."

Ephemeral [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang