Ang | 12

16 2 0
                                    

"eh iya, gimana kabarnya bang Bragas?" tanya Ila

"kamu kangen?" tanya balik Ang kepada Ila

















Sejak dua tahun lalu, diagnosis penyakit yang ada di tubuh Ila. Ang menjadi seseorang yang lebih propektif kepada Ila. Apalagi saat Bragas yang Ang tahu, menyukai Ila kemudian pergi mengejar impiannya. Tanggung jawab yang sempat di pindah tangankan kepada Bragas kini, Ang kendalikan kembali.

Mama, yang mulai membaik di tangani dokter kenalan Ang. Kehidupannya juga mulai membaik, saat Gia mulai nyaman tinggal di Apartemen. Mungkin suasana baru memang harus dilakukan, tawa dan kebahagiaan Gia adalah yang utama bagi Ang. Belum cukup, jika Gia di pasrahkan kepada lelaki yang hanya menyukai sekejam. Hanya karena asmara, Ang sangat tidak mengizinkan.

Lagi pula, sejauh ini tidak ada kelakuan dari Gia yang menunjukan dia menyukai seseorang. Semoga saja, itu terjadi saat semua bener-bener dapat terkendali di hidupnya. 

Ang duduk di bangku kampus, terlihat beberapa pasang mata melihat intens kepadanya. Sebut saja mereka, melihat Angga yang sedang potong rambut hari ini.

"He!! Badi, bagus gak rambut baru gua?" tanya Angga kepada Badi.

Badi memutar matanya, tidak bisakah hari tenang untuk sehari saja. Tana perbuatan upnormal dari Angga. 

Dipta datang dengan membawa tiga kopi yang dia take of, dia taruh di atas meja Angkara. 

"Dua americano, satu latte punya bos Ang" ujar Dipta sambil meminum kopi yang ia pesan juga.

"Kok lo baik banget sih, pagi -pagi" ujar Angga sambil mengambil cap kopi di meja Ang.

"makasih anjing, lu manusia bukan sih?" ujar Dipta sedikit kesal

"iye iye bang, makasih. Sensiti amat lu" jawab Angga.

"Sih, rambut baru tong?" ujar Dipta melihat Angga yang selalu memegang rambutnya.

Angga senyam-senyum tanpa arti, "Bagus gak?" tanya Angga kepada Dipta.

"Ginaaa, rambut barunya pacar lo bagus gak?" tanya Dipta ke salah satu teman kelasnya.

Teman yang bernama Gina, menoleh kearah Dipta. Bergantian dengan menatap Angga. 

"Sejak kapan gua jadi pacar lumut. Ogah, jelek kek abang abang yang jualan bakso di depan gang rumah gua" ujar Gina.

Satu kelas tertawa, melihat jawaban Gina. Dipta langsung menanggapi dengan tawa sangat kencang di depan mata Angga.

"Awas aja kalau lo tiba-tiba suka gua. Gua tolak lu, sok kecantikan banget" timbal Angga.

"Gua gak kira suka sama lo, tampang biasa aja. Otak biasa aja, apa yang mau buat tertarik. Baru kalau lo kayak Badi, bisa bilang gitu. Dasar lumut" ujar Gina tak kalah mencaci.

Angga terlihat semakin kesal akibat ucapan Gina. 

"Awas lu jilat, ludah sendiri" ucap Angga.

"Ngaa, ngunain pelet lu Ngaa." ujar Dipta.

"Udah, perdebatan gak penting gak usah di lanjut" ujar Angkara mengambil cap kopi latte dan keluar kelas.

ANGKARA | OngoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang