"Serius, kamu mau sekolah, Sya? Aku bisa bilang ke wali kelas kamu kok, kalau kamu masih butuh istirahat."
"Kak Ray."
"Iya?"
"Kakak udah bilang gitu tiga kali, dan jawaban aku masih sama," Fuchsia mengetukkan jarinya pada lengan kursi mobil. "Aku kangen temen-temenku."
Gedung besar SMA Bintang Karya Insani ada di depan Fuchsia. Sebuah sekolah megah dengan fasilitas lengkap itu adalah salah satu tempat Fuchsia bisa beraktivitas dengan nyaman. Sudah dua hari, Fuchsia tidak masuk. Tentu saja, Fuchsia jadi ketinggalan banyak berita. Apalagi, semester genap baru saja dimulai.
"Bener nggak apa-apa?" tanya Kak Ray. "Kamu nggak ada rasa-rasa mau mimisan lagi? Pusing? Capek? Ngantuk?"
Fuchsia tersenyum lebar. "Nggak, Kak Raaay."
"Ya udah," Kak Ray masih tampak keberatan. "Aku bukain pintunya."
Kak Ray turun dan membukakan pintu untuk Fuchsia. Managernya itu sampai membantunya turun dengan mengulurkan tangan. Ketika Fuchsia akhirnya keluar dari dalam mobil, dia bisa merasakan tatapan mengarah padanya. Ada yang diam-diam, ada juga yang terang-terangan. Fuchsia tersenyum anggun bak primadona.
"Kabarin aku kalo kamu pusing. Aku bakal ke sini secepetnya," pinta Kak Ray. "Jangan capek-capek, oke?"
Kak Ray dan sifat protektifnya.
Setelah Fuchsia akhirnya berhasil membuat Kay Ray pergi, cewek itu langsung masuk gedung sekolah dengan langkah riang. Beberapa teman menyapanya, dan Fuchsia menyapa balik dengan senyum cerah. Banyak juga yang bertanya apa Fuchsia sudah sembuh, dan cewek itu jawab dengan anggukan singkat.
Fuchsia membuka loker miliknya bertepatan dengan Jasmine, sahabatnya dari kecil, menutup lokernya. Mereka selalu bersama-sama bahkan ketika mereka tidak mau. Sekolah yang sama. Kelas yang sama. Jadi teman sebangku. Dan bahkan loker pun, mereka bersebelahan.
"Masih idup lo?" tanya Jasmine. "Kirain udah waktunya dipanggil."
Dan Jasmine dengan mulut nyerocosnya yang biasa. Setahu Fuchsia, ayah Jasmine, Om Julian, adalah manusia paling beradab dan baik yang akan membantu semut yang nyangkut ke badannya landing dengan sempurna ke dinding. Namun, anaknya ini kebalikan dari Om Julian.
Miris.
"Seneng kan lo kalo gue mati?" tanya Fuchsia asal.
Jasmine nyengir. "Seneng, lah."
Setelah urusan mengambil buku pelajaran di loker selesai, Fuchsia berjalan bersisian dengan Jasmine.
"Ada kabar apa?"
"Hmm ... Mint disembur sama anak baru. Terus Navy ditabok pake sepatu. Sepupu lo masih sama seperti biasanya. Dan Lilac masih aman, nggak diganggu siapa-siapa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fuchsia
Teen FictionFuchsia cinta akting, tidak cinta yang lain, sampai Fuchsia mengenal Aatreya, anak IPA pendiam yang diam-diam jago nyanyi. Fuchsia yakin Aatreya akan menjadi lawan main yang baik! Terutama, Aatreya adalah tiket utamanya menyabet Piala Citra yang s...