33 ❀ "𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘵𝘦𝘮𝘦𝘯𝘢𝘯 𝘢𝘫𝘢, 𝘺𝘢."

7.3K 1.8K 92
                                    

Hari ini juga, Fuchsia tidak datang ke kelas XI IPA 3.

Sano merapikan buku serta ala tulis yang berserakan di meja. Matanya melirik Aatreya. Cowok itu juga bersiap pulang seperti dirinya. Meski dari luar tampak baik-baik saja, Sano sudah lama mengenal Aatreya untuk tahu kalau semua itu sebenarnya hanya ... kamuflase.

Aatreya sedang tidak baik-baik saja. Dan semua itu pasti berkaitan dengan absennya Fuchsia.

Fuchsia juga bungkam waktu Sano tanya kenapa nggak mampir ke kelas. Beralasan banyak tugas dan ulangan karena sebentar lagi ujian akhir semester. Fuchsia juga nggak membahas Aatreya di depan Sano lagi.

Pokoknya, Sano harus bertanya hari ini.

"Trey, abis ini lo sibuk, nggak?"

Aatreya menoleh ke arah Sano. "Langsung pulang. Kenapa, No?"

Sano meresleting tasnya, menyampirkan di bahu kanan. "Nggak, nggak ada apa-apa, sih. Makan french fries depan sekolah, yok. Baru buka. Kata Ratna enak."

"Yang lain bisa, nggak?" Aatreya celingukan.

"Pada nggak bisa!" Sano menyergah cepat. "Ada yang bimbel, ada yang ekskul, ada yang rapat. Wah ... sibuk semua, deh, pokoknya. Padahal gue ngidamnya hari ini, tapi nggak ada temennya."

Cerocosan Sano berhasil mendapat simpati dari Aatreya. Lihat saja raut mukanya langsung berubah kasihan.

"Pasti kentang gorengnya enak banget, ya? Padahal kalo mau, main di rumah gue aja, No. Gue kupasin kentangnya, potong-potong, goreng. Bumbunya beli di Indomaret. Lebih murah."

Mulut Sano menganga lebar. Menyadari Aatreya masih menatapnya, Sano dengan cepat menguasai diri. "Nggak enak, lah. Ngerepotin .... Beli aja french fries-nya. Ntar kapan-kapan baru main ke rumah lo, oke?"

Aatreya menimbang-nimbang, lalu mengacungkan jempol. "Oke. Lagian, waktu luang gue sekarang lebih banyak."

Sano tersenyum tipis. Aatreya yang dulu, mana mungkin ada waktu untuk main. Begitu bel berbunyi, Aatreya orang pertama yang keluar kelas setelah guru. Aatreya selalu sibuk, dan anehnya, selalu bisa bertahan di peringkat paralel sepuluh besar. Semua itu karena salah satu syarat beasiswa yang mengharuskannya berada di peringkat paralel, setidaknya di lima puluh besar.

Kadang, Sano berpikir dirinya tidak layak bila dibandingkan dengan Aatreya.

Tempat makan yang mereka tuju benar-benar dekat. Hanya menyeberang dari sekolah. Meski tempatnya mungil, antriannya mengular. Beberapa ada yang mengenakan jaket hijau khas driver ojek online.

"Gue aja yang ngantre, lo duduk, gih," tawar Aatreya.

Sano mengedikkan bahu. "Bareng aja, lah. Nggak lama ini, kok."

Keduanya pun mengantre bersama. Tidak banyak bicara. Sepertinya, sama dengan Sano, Aatreya juga memiliki hal yang ingin dibicarakan.

Beberapa menit kemudian, pesanan mereka jadi. Sambil memegang kertas makan berisi kentang goreng masing-masing, keduanya duduk di bangku dekat jendela kafe. Selain antriannya yang panjang, toko ini lumayan sepi. Mungkin karena banyak yang beli untuk dibawa pulang.

"Nggak ada yang ngenalin lo," Aatreya berbisik. Matanya mengedar sekitar. "Kok bisa ...."

Sano menunjuk topi di kepala dan name tag yang tersemat di seragam. Name tag itu tertutupi jaket bomber hitam yang Sano kenakan.

Aatreya mengangguk paham.

Mereka kembali bungkam. Aatreya berdeham menetralisir canggung, lalu mengambil potongan kentang goreng dengan bumbu keju.

FuchsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang