A.N Selamat membaca! 💙
Aula megah tempat berhelatnya acara penghargaan musik semarak oleh para penontonnya dan juga bintang tamu yang duduk di meja-meja bundar, meja itu tersebar di berbagai titik aula, dekat panggung.
Fuchsia melangkahkan kakinya ke arah meja bernomor 7. Di sana, sudah duduk rekan-rekan artisnya, termasuk Sano yang sejak tadi heboh melambaikan tangan ke arah Fuchsia.
"Gimana tadi?" tanya Sano setengah berbisik.
"Dikasih vitamin," Fuchsia melempar senyum dan anggukan kepala pada para rekannya. "Lo udah latihan nyanyinya?"
Sano akan bernyanyi nanti di panggung. "Udah," jawab Sano dengan membusungkan dada. Dasar.
"Semoga nggak false, deh," ledek Fuchsia.
"Enak aja, false. Lo kira gue nggak bisa nyanyi?" Cowok berkulit putih itu melotot. Ekspresinya sontak membuat Fuchsia tertawa pelan.
"Permisi."
Obrolan mereka terhenti ketika dari arah kiri Sano, seorang wanita paro baya dengan remaja laki-laki di depannya, menyela. Kedua tangan wanita itu berada di pundak remaja laki-laki, seolah menyodorkan remaja itu pada Sano.
Remaja laki-laki itu Sadena Purnama Khalis.
"Eh, Sadena!" ucap Sano senang sambil mengusap rambut juniornya. Tahun ini, Sano dan Sadena memang beradu peran sebagai adik kakak. Sementara Sano mendapat penghargaan aktor terbaik, Sadena mendapat penghargaan pendatang baru terbaik.
Fuchsia menatap manik Sadena. Sama seperti dirinya beberapa tahun lalu. Tatapan itu kosong. Fuchsia menatap ke arah wanita paro baya, yang kemungkinan besar adalah orangtua Sadena. Wanita itu sedang menjelaskan pada Sano bahwa bangku mereka dialihkan ke meja ini sebelum Sano langsung berinisiatif menawarkan dua bangku di sisi kirinya.
Setelah itu, wanita paro baya itu terus mengambil perhatian Sano dengan bercerita soal Sadena. Sano dengan sopan mendengarkan sebelum ia harus ke belakang panggung menyiapkan penampilannya. Setelah Sano pergi, wanita itu fokus dengan ponselnya, sama sekali tidak mengacuhkan anak yang tadi ia bangga-banggakan di depan Sano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fuchsia
Teen FictionFuchsia cinta akting, tidak cinta yang lain, sampai Fuchsia mengenal Aatreya, anak IPA pendiam yang diam-diam jago nyanyi. Fuchsia yakin Aatreya akan menjadi lawan main yang baik! Terutama, Aatreya adalah tiket utamanya menyabet Piala Citra yang s...