Aatreya selalu menyukai Lana.
"Kita jangan bilang siapa-siapa dulu, ya, Trey?"
Baginya, Lana adalah satu-satunya orang yang mengerti dirinya.
"Kamu tau, kan, Papa sama Mama ngelarang banget aku pacaran."
Dan Aatreya tidak bisa memberitahu siapa pun tentang betapa berartinya Lana baginya.
"Kalo Sano? Aku boleh kasih tau dia?" tanya Aatreya sore itu ketika ia mengantar Lana ke tempat les.
Sano adalah sahabat Aatreya sejak kelas sepuluh.
"Jangan!"
Seruan Lana sore itu membuat Aatreya tak berkedip. Lana yang menyadari kesalahannya, berhenti berjalan, bahkan melepas tautan tangan mereka.
"Jangan, Trey. Sano ... Sano kan sahabat kamu. Gimana kalo dia mikir, gara-gara aku, kamu jadi nggak bisa diajak main lagi?"
"Aku emang jarang main sama Sano. Kamu kan tau, aku sibuk kerja abis sekolah," jawab Aatreya kelewat polos.
"Pokoknya jangan, ya? Hm? Hm?" Lana berjinjit dan menunjukkan pose manisnya.
Aatreya tersenyum kecil. "Ya udah," ucapnya sambil mengusap puncak kepala Lana. "Aku nurutin aja apa kata kamu."
Sore itu sudah lewat enam bulan yang lalu.
Tidak ada yang berubah.
Yang berubah hanya kemunculan tak terduga bernama Amanda Fuchsia Aubre Liora.
Gimnasium siang itu tampak ramai oleh para siswa yang bermain basket. Fuchsia berada di tribun, duduk bersama Mint dan Lilac. Pikirannya terpecah pada kejadian beberapa menit yang lalu. Sano yang kebingungan. Aatreya yang menatapnya lurus, lalu menatap cewek di sebelah Sano.
Situasi yang aneh.
Fuchsia lantas pergi begitu saja, mengatakan pada Sano, bahwa Mint dan Lilac sudah menunggunya.
"Yang main basket nggak ada yang ganteng," suara Mint menyadarkan Fuchsia dari lamunan.
"Ganteng versi lo kayak apa sih, Mint?" tanya Fuchsia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fuchsia
Teen FictionFuchsia cinta akting, tidak cinta yang lain, sampai Fuchsia mengenal Aatreya, anak IPA pendiam yang diam-diam jago nyanyi. Fuchsia yakin Aatreya akan menjadi lawan main yang baik! Terutama, Aatreya adalah tiket utamanya menyabet Piala Citra yang s...