23 ❀ "𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘳𝘢𝘩 𝘭𝘰 𝘮𝘢𝘶 𝘨𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢."

7.8K 2K 152
                                    

"Mama kapan jenguk Sya?"

Pertanyaan Fuchsia itu hanya dibalas udara, karena Papa yang sedang menyuapinya makanan rumah sakit, menurunkan sendok dan menunduk. Pria itu tidak sanggup menatap manik polos anaknya. Namun, kalau dia tidak kuat, nanti anaknya bagaimana?

Maka dari itu, Rizky mengangkat wajahnya lagi dengan senyum tipis. "Mama lagi sibuk. Sama Papa aja, ya?"

Wajah Fuchsia mengeruh. "Ini kan udah seminggu Sya di sini. Mama ... nggak sayang Sya lagi, ya?"

"Nggak gitu, Sya. Mama lagi banyak kerjaan aja ...."

Fuchsia menatap pintu ruang rawatnya. Hanya Papa, Oma, dan Opa yang menjenguk. Batang hidung Mama tidak ada, padahal sejak sakit, Fuchsia selalu menunggu Mama.

Rumah sakit menyesakkan dada Fuchsia. Bau steril ruangan ini sama saja. Makanan hambar ini. Juga infus yang masih menancap di lengan mungilnya.

Fuchsia berumur sembilan tahun ketika ia membenci suasana rumah sakit yang kaku.

Sementara itu, Rizky hanya bisa pasrah melihat anak sematawayangnya kini menarik selimut hingga ke kepala, dengan memunggungi Rizky. Mata Fuchsia melihat ke arah pintu kamar rawatnya. Ada jendela kecil bentuk kotak di sana. Fuchsia bisa melihat suster mondar-mandir. Dan di tengah itu, ia berharap bisa menemukan sosok mamanya di sana.

Seberapa besar rasa rindu Fuchsia pada mamanya, Rizky tidak mungkin mempertemukan mereka. Tidak lagi.

Karena mamanya sendirilah yang membuat Fuchsia sampai ada di rumah sakit ini.

Karena mamanya sendirilah yang membuat Fuchsia sampai ada di rumah sakit ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fuchsia: Vo, gue mampir ke kelas lo bentar, ya? Habis pulang sekolah. Ada yang mau gue omongin.

Fuchsia melihat pesan itu untuk terakhir kalinya—berikut balasan "Oke," dari Ivory—sebelum ia memasukkan ponselnya ke dalam saku seragam. Jemarinya kembali bergerak menuliskan kata-kata yang ada di papan tulis. Anehnya, siang ini, kata-kata yang biasanya dengan mudah ia pahami dan resapi, kini hanya asal saja ada di buku catatan Fuchsia, tanpa bisa ia mengerti.

Atau mungkin karena pikirannya berada di tempat lain.

Jasmine yang mengamati gerak-gerik Fuchsia, diam saja. Fuchsia tahu Jasmine menunggunya membuka diri terkait insidennya dengan Mint tadi, namun, Fuchsia bungkam. Kadang, sulit untuk membuka diri, meskipun orang itu adalah teman terdekat kita. Kadang, memang ada masalah yang tidak ingin dibicarakan.

Jam pulang sekolah berdentang. Fuchsia merapikan tasnya dengan cepat, dan dialah orang pertama yang keluar kelas setelah guru, meninggalkan Jasmine yang hanya bisa menghela napas.

Kaki jenjang Fuchsia menyusuri kelas-kelas. Yang tadinya ia berada di zona kelas IPS, kini sudah sampai di zona kelas IPA. Fuchsia terus berjalan hingga sampai di kelas Ivory.

Pintu kelas terbuka. Menampakkan sosok Milo, cowok yang diam-diam Lilac sukai—LILAC! Bagaimana dengan Lilac? Lilac adalah teman cheer-nya dengan Mint. Kalau Mint dan Fuchsia bertengkar, bagaimana dengan Lilac?

FuchsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang