22 ❀ "𝘥𝘪𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘺𝘢𝘬 𝘨𝘶𝘦."

7.7K 2K 232
                                    

"Baik, hari ini kita bagi kelompok. Dua orang perkelompok. Acak."

Pemberitahuan guru kimia mereka di 11-IPA-3 direspon dengan kecewa. Apa lagi yang lebih menyebalkan dibanding harus bekerja sama dengan orang yang dipilih bukannya memilih sendiri?

"Jangan diacak, Bu," seru salah satu muridnya dengan mengangkat tangan. Seruan itu disusul dengan kalimat setuju oleh yang lainnya.

Guru kimia itu mendengkus. "Kelas kita ini ganjil. Satu kelompok ada yang tiga orang. Saya nggak mau ada kejadian seperti kemarin lagi."

Seruan itu diam, diganti canggung. Mereka semua diam-diam melirik ke arah Lana. Yang dilirik, berusaha tak acuh dengan menulis di catatannya. Padahal, catatan itu hanya ia tekan-tekan dengan ujung pulpen, menahan segala rasa.

Selalu begini.

Aatreya yang berada di bangku di depan meja guru juga menoleh pada cewek itu. Tapi, Aatreya memalingkan wajah. Ini bukan urusannya. Bukan lagi.

Guru kimia mengumumkan kelompok yang ia atur dengan suara lantang. Para siswa bergerak duduk semeja dengan kelompoknya. Dari dua belas kelompok yang tersedia, Aatreya tidak menyangka akan satu kelompok dengan Rembulana.

Aatreya duduk di bangku di sebelah Lana ketika teman sebangku cewek itu meninggalkan tempat menuju kelompoknya. Lana melihat Aatreya dengan senyum tipis dan tangan memangku dagu.

"Hai, Trey," sapa Lana manis.

Sejak satu sekolah tahu Aatreya mendadak menjadi aktor, perlakuan Lana padanya berubah drastis.

"Hm," balas Aatreya cuek.

"Ganteng banget hmnya."

Jijik.

Guru kimia mereka membawa dua belas alat peraga molekul. Anggota kelompok mengambil satu alat peraga. Aatreya menaruh alat peraga itu di tengah meja dan membukanya.

"Gue yang ngebentuk molekulnya, lo yang nyari bentukan molekulnya gimana," ucap Aatreya membagi tugas.

"Ih, gue kan nggak ngerti cara nentuin bentuk molekulnya," rengek Lana.

Aatreya menghela napas berat. Cowok itu menekan-nekan dahinya. Kenapa ia baru sadar efek Lana padanya membuat migrain?

"Ya udah, gue yang nentuin bentukannya, lo yang ngebentuk molekulnya."

"Oke!" sahut Lana riang.

Cewek itu mengambil alih alat peraga sementara Aatreya mengerjakan lembar soal berisi lima molekul, menentukan bentuknya. Setelah pekerjaan itu selesai dengan cepat, Aatreya memberinya pada Lana.

Lana membacanya. Linear. Dia mengerti. Namun, alisnya mengerut ketika membaca trigonal bipyramidal, trigonal planar, square planar. Cewek itu dengan gugup melihat buku materinya, namun meski melihat modelnya, Lana juga tak paham. Warna molekul di alat peraga juga bermacam-macam. Mana yang harus ia pilih?

Aatreya yang sedang mengecek notifikasi ponselnya, kini mendongak ke arah Lana.

"Kenapa?" tanya cowok itu.

Lana tersentak. "Trey ... gue nggak ngerti."

Aatreya mendengkus pelan. "Kan tadi gue udah bilang, lebih baik lo yang nentuin bentuk molekulnya. Ngebentuk molekul nggak segampang itu."

Mendengar Aatreya terkesan menyalahkannya, Lana menutup bukunya dengan emosi. "Bilang aja deh, Trey, kalo lo nggak seneng sekelompok sama gue."

Ratna yang duduk di depan mereka, merasa sangat kesal sampai berbalik.

FuchsiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang