Sore ini, Fuchsia dan Aatreya pergi ke rumah produksi perfilman untuk casting rekomendasi. Fuchsia mendapat kesempatan merekomendasikan lima orang. Aatreya adalah orang pertama. Cowok itu tampak gugup saat memasuki ruang casting. Apalagi, Fuchsia dilarang menemani.
"Pasti bisa," ucap Fuchsia mendukung.
Aatreya menarik dan membuang napas. Dia menatap Fuchsia sekilas, mengangguk, lalu akhirnya masuk ke dalam ruang casting. Tanpa Aatreya tahu, di ruang tunggu, Fuchsia gelisah setengah mati apakah cowok itu bisa atau akan gugup panggung. Namun, kegelisahan itu terhapus ketika satu jam kemudian, Fadhil, anaknya rumah produksi film, datang ke ruang tunggu dengan senyum semringah.
"Nemu di mana, Sya, yang aktingnya bagus begitu?" tanya Fadhil seraya duduk di sebelah Fuchsia. Excited. "Gue jungkir balik casting, kagak nemu loh yang kayak gini. Ini mah tinggal dipoles dikit, jadi."
Cowok yang berbeda empat tahun dari Fuchsia itu memberikan tablet padanya. Dalam layar tablet, sedang diputar video demo akting Aatreya yang dilakukan setengah jam lalu. Fuchsia memperhatikan gestur dan mikro ekspresi Aatreya. Tatapan matanya yang seperti mengungkapkan banyak kata meski tak ada satu pun kata terucap dari bibirnya. Tatapan itu yang akan berhasil melukis karya perfilman nanti. Fuchsia tersenyum simpul. Penilaiannya memang jeli.
"Dia anak artis? Kayak udah biasa banget sama kamera," komentar Fadhil di sebelah Fuchsia.
Setelah demo Aatreya berakhir, Fuchsia memberikan tablet itu lagi pada Fadhil. "Bisa kan, Treya langsung main film?"
Fadhil menaruh telapak tangannya menutupi hidung. Pose berpikir. Sok ganteng. Padahal, Jasmine sudah membeberkan semua aib Fadhil padanya, berhubung Fadhil dan Jasmine saling mengenal karena orangtua mereka bersahabat.
"Gue harus nanya dulu ke Papa. Papa juga harus ngomongin ini ke tim marketing sama direksi. Ribet. Tapi, gue usahain," tutur Fadhil. "Dia main medsos?"
Fuchsia menggeleng ragu. "Nggak, kayaknya?"
Fadhil duduk terhenyak. "Dari nol banget ya, kayak Pertamini ...."
"Kan banyak artis lain yang nggak main medsos, Bang," protes Fuchsia. "Mereka tembus-tembus aja main film."
"Jangan ngegas dulu. Maksud gue, gue mau nempatin dia di posisi PU," mendengar posisi Pemeran Utama disebut Fadhil, mata Fuchsia melebar. Cowok itu terkekeh. "Seneng kan, lo? Makanya itu, gue rada cemas juga karena dia nggak main medsos. Lawain mainnya harus yang udah terkenal banget di medsos, biar ngedongkrak filmnya juga."
Fuchsia menunjuk dirinya sendiri dengan alis terangkat sebelah.
Fadhil lagi-lagi terkekeh. "Heh! Lo mau Sania lovers jadi cacing kepanasan kalo tau lo dipasangin sama orang lain? Lagian, bukannya abis ini lo main film bareng Sano lagi?"
Fuchsia kemudian mendengus. Saking seringnya bermain film dengan Sano, banyak orang yang memasangkan mereka. Diberi nama kapal Sania, pula. Kalau di sekolah, Mint malah menjodohkannya dengan Navy. Apa nama kapalnya? Oh. Navsia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fuchsia
Teen FictionFuchsia cinta akting, tidak cinta yang lain, sampai Fuchsia mengenal Aatreya, anak IPA pendiam yang diam-diam jago nyanyi. Fuchsia yakin Aatreya akan menjadi lawan main yang baik! Terutama, Aatreya adalah tiket utamanya menyabet Piala Citra yang s...